Tidak jauh dari rumah kontrakan Alifa dan Mawar, tiga orang sedang berdiri menunggu kedatangan seseorang, dengan perawakan yang berbeda. Tapi yang jelas penampilan mereka mirip mirip preman.
"Lama banget sih tuh anak" kata si brewokan mulai bosan. "Niat datang enggak sih tu anak"
"Sabarlah. Kalau dia mengingkari janjinya kita samperin ke sokolahnya" Balas temannya menenangkan.
Tak jauh seorang gadis berpakaian longgar dengan kerudung yang longar pula sedang mengayuh sepedanya.
"Tuh dia anaknya" tunjuk si Brewokan. "Eh lama banget sih lho!!" Bentaknya.
"Sudahlah yang penting dia dateng" kata temannya yang satunya lagi. Yang dari tadi hanya diam. "Jadi keputusan lho anak manis apa?"
Alifah menyodorkan amplop pada si brewok.
"Eh ini mah enggak cukup cewek manis. Lho juga harus bayar bunganya!"
"Utang ayah saya hanya segitu dalam perjanjiannya dengan bos kalian. Kalau kalian tidak percaya tanya aja bos kalian" dengus Alifah.
"He elo mau nipu kita?? Di mana mana tuh, kalau minjam ya berbunga"
"Ya udah kalau enggak mau ambil balikin sini." Kata Alifah cuek sambil membalikkan badannya." Saya tidak akan membayar bunganya sepersen pun!"
Ya iyalah, Alifah tidak akan membayar bunga, dalam islam kan 'bunga sama dengan RIBA' jadi jangan mimpi.
"Eh mau kemana lho??!!" Bentak si brewok. Tangannya ingin menggapai Alifah, tapi sebelum itu Alifah menangkap tanganya dan memelintirnya sehinggan si brewok mengadu kesakitan, rasanya tanganya ingin terputus.
Temannya yang agak tambung dan menjulang tinggi maju hendak menolong, tapi na as sebelum dia sampai menjangkau Alifah, tendangan maut dari kaki jenjang Alifah menghantam dadanya hingga ia terjerambab ke tanah. Dan perkelahian pun tak terelakkan lagi. Ketiga-tiganya megeroyok Alifah maju sekaligus, tapi kekustan dan kelincahan Alifah dalam ilmu bela diri susah untuk di tumbangkan,meskipun busana Alifah memakai pakaian gamis tetapi tidak membuatnya kesusahan dalam melawan mereka, justru merekalah yang kepayahan melawan Alifah. Dan lagi-lagi kemalangan terjadi di antara mereka. Salah satu di antara mereka yang masih yang bertahan dan masih terus berusaha menghajar Alifah kini pun sudah tumbang.
"Mulai sekarang kalau kalian masih menghubungi saya atau menghadang saya apalagi mencari saya, maka saya akan...."Alifah tidak melanjutkan kata-katanya tetapi kakinya terangkat tepat diantara kedua paha si brewok(bisa bayangkan kan posisinya seperti apa). Sehingga si brewok semakin ketakutan. Tangannya serasa ingin patah, hidungnya sudah mengeluarkan darah di tambah lagi pusakanya akan di hancurkan.. oh tidak!!!
"Ok ok. !! Saya tidak akan mengganggu kamu lagi. Saya akan pura-pura tidak kenal kamu jika ketemu di kemidia hari. Saya janji!!" Sumpah si browok dengan suara bergetar hampir mrenangis.
"Pergi kalian. Sebelum saya menghancurkannya!" Usir Alifah membuat mereka lari terbirit-birit ketakutan.
"Alhamdulillah" syukur Alifah. Satu Masalahnya sudah terselesaikan. Tetapi ia masih sedih karena untuk menyelesaikan masalahnya harus di bayar dengan kebohongan.
***
Alifah sampai di kediaman Alif saat matahari mau berganti shift dengab rembulan alias hampir magrib. Dari luar terdengar suara obrolan keluarga Alif, tetapi terhanti saat terdengar salam dari Alifah.
"Assalamu'alaikum...."
"Wa'alaikum salam..." jawab mereka kompak. Kecuali Alif yang hanya menjawab dalam hati. Entah dia menjawabnya atau tifak tapi yang pasti dia hanya meneliti penampilan Alifah. Otak encernya mengatakan ada yang salah denga penalilan si gadia Aneh.
"Alifah..sini sayang.."
Alifah masuk sambil tersenyum kikuk saat sang eyang memanggilnya.
"Maaf eyang Alifah telat pulangnya ta..."
"Pengajian di mana dengan penampilan seperti sudah... berantem dengan preman kamu?? Yakin kamu dari pengajian"
Alifah tersentak dengan pertanyaan Alif yang sinis. Mata Alif memang jeli, seperti detektif. Hal sekecil apa pun dia perhatikan sedetail mungkin, termasuk penampilan Alifah yang jauh dari kata rapi dari pengajian. Mungkin karena sesama penyuka ilmu bela diri jadi dia tau membedakannya.
Hal itu juga menarik perhatia eyang. Apakah memang seperti itu?? Ia mulai khawatir jika memang seperti apa yang di ucapkan cucunya.
"I itu...." Alifah kikuk. Tak tau harus menjawab apa. Tatapan eyang yang mengkhawatirkan dirinya membuatnya tak enak hati. Tak mingkin kan dia menjawab dengan jujur. Yang ada pertanyaan Alif akan semakin bertambah hingga Adzan mangrib menggema. Masa iya harus bohong lagi.
"Itu karena Alifah perginya naik sepeda. Jadi wajar jika pakaiannya berantakan"
Alifah mengangguk lucu, diam diam Alifah menarik nafas. Merasa lega karena bu Tania menjawab pertanyaan Alif. Seakan tau permasalahan Alifah. Semoga saja dia percaya.
"Iya sudah kamu mandi gih...!! Ntar lagi magrib"
Dengan segera Alifah menuruti perintah bu Tania. Dan berterimah kasih karena bebas dari pertanyaan sang detektif alias manusia perfec.
Alif tak melepas tatapan dari Alifah, hingga dia naik ke lantai atas dekat kamarnya. Dia mulai menyesal karena dulu membiarkan eyang menyimpan barang dan alat tidur di ruangan samping kamarnya. Andai dia tau bakal ada yang mengisi kamar itu pasti dia tidak setuju eyang merenovasi kamar yang sekarang di tempati Alifah.
"Jangan menuduh seseorang tampa bukti. Tidak baik.."
Alif mendengus kesal mendengar teguran eyangnya. "Tapi penampilan Alifah memang seperti habis berantem eyang. Coba liat kerudungnya...udah tak berbentuk lagi eyang"
Eyang hanya tersenyum mendengar pemaparan cucunya. "Jadi kamu khawatir nih.."
Alif tersentak dengan godaan eyangnya. Matanya melotot membantah. "Siapa juga yang khawatir. Yang ada tuh..dia bakal menyusahkan jika onongan Alif"
"Auhhggg....ampun eyang... sakit. Kenapa telinga Alif di jewer sih" teriak Alif sambil menggosok-gosok telinganya, pasti sudah merah.
"Siapa ngajarin kamu berbicara seperti itu sama calon istrimu"
Alih hanya memutar matanya saat eyangnya menyebut 'calon istri'
***
Setelah mereka makan malam kini mereka kembali kumpul di ruanga keluarga. Semntara Mawar duduk di lantai yang dilapisi kerpet berbulu lembut dengan perlatan menggambarnya.
"Alifah duduk dengan di sini. Ada sesuatu hal yang harus eyang katakan padamu"
Alifah maju kekursi dekat eyang. Jika di perhatikan suasana terasa berbeda. Alif juga keliatan tegang. Hanya bu Tania yang mengangguk menenangkan.
"Ada apa eyang??"
"Jangan tegang dong.. eyang enggak gigit kok..."
Alifah hanya tersenyum kaku mendengar candaan eyang yang terasa tidak lucu untuk suasana seperti ini. Apalagi tatapa Alif terhadapnya, seakan ingin mengulitinya. 'Apa sih salah saya? Perasaan saya tidak pernah bermasalah sama dia'
"Begini..dulu itu eyang kamu sepakat dengan saya untuk menjodohkan kamu sama Alif saat kalian masih banyi"
Alifah masih diam menunggu eyang melanjutkan ceritanya.'Tuh kan benar dugaannya'
"Jadi saya minta persetujuan sama kamu agar perjodohan ini tetap berlanjut. Kamu mau kan menikah dengan Alif??
Otaknya masih blenk Syok dan kaget atas rencana pernikahan yang bukan termasuk kesepakatan awal perjanjian mereka.
Belum selesai rasa kagetnya, kini rasanya ia ingin menangis sejadi jadinya. Saat Alif berlutut dihadapan Mama nenek dan pas di hadapannaya sambil memegang kotak perhiasan yang imut barwarna Biru tua, di dalamnya terdapat Cincin bermata berlian yang manis nan elegan. Gayanya itu lhoo.... mirip mirip pria Bucin yang ada di novel atau sinetron alay jika menyet pemirsa. Atau melemar sang Mantan eh salah sang kekasih maksudnya.
"Alifah izinkan aku melamarmu" kata Alif terlihat bersunggu sungguh tapi menyimpan senyum mengerikan, yang hanya Alifah yang melihatnya dan dirinya merasakan aura permusuhan yang kental.
Bukannya menjawab Alifah malah melebarkan matanya menatap Alif dengan horor yang juga menatapnya setajam mata elang, seakan mengatakan "mati kau!!". Kepalanya tiba tiba pusing, otak encernya memerintahkannya ia untuk segera berekting pingsan plus kejang kejang agar terhidar dari drama keluarga Alif yang mirip novel picisan. Andai dia bukan Alifah yang sekarang mungkin dia akan nekat mempermalukan dirinya seperti itu. Tapi itu tidak lagi..rencananya hanya tersimpan di otak encernya.