Assalamu'alaikum ā¤
Happy Reading ā¤
***
Namaku Samaira Aisyah biasa dipanggil Icha atau Aisyah sama teman-teman.
Aku masih berusia 16 tahun dan sebentar lagi akan memasuki usia matang. Kalian pasti mengerti apa yang aku maksud.
Aku sekolah di Pesantren. Tapi saat ini aku libur pasalnya bulan Ramadhan.
"Icha!!! Bantu Bunda nak, " nah itu Bunda aku namanya Maryam Eilya.
" Iya Bunda! Icha turun nih, " balas ku sedikit berteriak, daripada aku tidak membalas ucapan Bunda itu tidak baik lho.
"Icha bantu apa Bun? " tanya ku saat sudah sampai di dapur.
"Icha, potongin Bunda kentang sama wortel ya. Anak gadis harus pintar masak untuk keluarganya nanti, " ujar Maryam sambil tersenyum pada anak gadisnya.
"Wih-wih, adek abang pinter masak. Siapa lah yang beruntung dapatkan kamu nanti, " ujar abangku yang namanya Khalid al-Arsyad.
"Enak saja, Icha masih pesantren bang, " jawabku pada bang Khalid.
"Khalid, sudah ganti baju kamu, terus turun lagi untuk berbuka puasa, " ujar Maryam.
"Baik Bunda, " jawab Bang Khalid. Kemudian bang Khalid naik ke kamarnya untuk membersihkan badan serta bersiap-siap untuk pergi ke masjid juga.
Selang 15 menit aku berada di dapur ada seseorang yang mengucapkan salam dari luar.
"Assalamu'alaikum, " ya itu adalah ayahku Zayyan al-Arsyad. Memang kalau anak laki-laki di keluarga ku itu ada gelar Arsyad di akhir namanya.
"Wa'alaikumsalam Ayah, " jawabku sambil membuka pintu untuk beliau.
"Putri ayah, bantuin bundanya masak ya, " tebak ayahku sambil mengelus kepala ku.
"Iya, yaudah ayah masuk dulu, mandi terus siap-siap, " jawabku, kemudian mengambil alih tas kerja ayah.
"Ayah, ganti baju dulu, " tegur Bunda pada ayahku yang duduk di sofa.
"Iya Bunda, ayah duduk dulu. Capek, " jawab ayah sambil tersenyum manis ke arah Bunda.
"Ya Allah ayah, udah tua juga. Punya anak dia lagi, " tegur ku pada ayah.
"Gapapa, walaupun udah tua jiwa ayah seperti anak muda, " kata ayah yang masih tersenyum lembut pada ku dan Bunda.
Ayah naik keatas membersihkan diri. Sedangkan aku? Masih bergelut di dapur bersama Bunda.
"Icha, " panggil Bunda dan aku pun menoleh.
"Iya Bunda, " jawabku sopan.
"Icha, mandi dulu gih, abis itu turun kesini lagi bantu Bunda siapin makanan di atas meja, " kata Bunda.
"Yaudah bun. Kalau Bunda butuh Icha panggil aja, " kata ku kemudian aku naik ke atas.
***
Setelah berada dikamar aku langsung ke kamar mandi untuk membersihkan diri biar fresh.
Sekitar 20 menit aku pun selesai, sementara waktu sebelum adzan maghrib aku menghibur diri saja pikir ku.
Mulia indah cantik berseri...
Kulit putih bersih merah di pipi mu...
Dia Aisyah putri Abu Bakar...
Istri Rasulullah...
Sungguh sweet nabi mencintamu...
Hingga nabi minum di bekas bibirmu..
Bila marah nabi kan bermanja..
Mencubit hidungnya...
Aisyah...
Romantisnya cintamu dengan nabi...
Seperti itulah lirik lagu yang mengalun merdu dari mulut Aisyah. Ya saat ini Aisyah sedang bernyanyi di kamarnya.
"Dek, " panggil Khalid yang kebetulan lewat dari kamar adiknya.
"Iya bang? " tanya Aisyah yang menyelesaikan lirik lagunya.
"Pinter nyanyi juga kamu, " jawab bang Khalid. Aku malu, tidak tau wajah ku seperti apa. Mungkin sudah seperti kepiting rebus saat ini.
"Kok adik abang blushing? " tanya bang Khalid menghampiri ku.
"Ih bang gak usah gitu. Icha malu, " jawabku.
"Udah gak usah gitu, udah mau adzan. Turun, " jawab bang Khalid sambil mendorong ku pelan.
Begini kalau sudah akur dengan bang Khalid seprti perangko. Tapi kalau udah berantem seperti tom jerry jadinya.
"Eh anak ayah, tumben akur, " kata ayah saat aku dan bang Khalid sampai ditangga.
"Damai lebih baik yah, " jawab bang Khalid mendahului ku turun.
"Icha, bantuin Bunda buat es teh dulu, " panggil Bunda saat aku hampir mau duduk di sofa. Aku mengehela nafas, bagaimana pun aku tidak boleh mengeluh.
Aku berjalan mendekati Bunda dan membuat es teh untuk minuman buka puasa.
Sekitar 15 menit aku membantu Bunda, adzan maghrib berkumandang.
Yang paling antusias menuju meja makan ya pasti bang Khalid. Memang kalau masalah makan, bang Khalid rajanya menurutku. Ingat menurutku.
"Abang, do'a dulu, " tegur ayah sedangkan bang Khalid cengengesan doang. Kadang sebel aja liat kelakuan bang Khalid yang seperti anak kecil padahal umurnya sudah 20 tahun. Bayangkan umurnya 20 tahun tapi kelakuan seperti anak kecil.
Tapi kelebihan bang Khalid itu, dia itu peka sama perasaan orang disekitarnya tidak terkecuali aku. Bang Khalid ngerti sama perasaan ku, andai aja bisa punya suami seperti bang Khalid nantinya. Itu fikir ku.
"Sholat berjamaah dirumah, bang Khalid jadi imam, " kata ayah sedangkan bang Khalid santai aja, dia mah udah biasa.
"Yaudah, Icha mau wudhu dulu, " ujarku. Setelah aku membantu Bunda membereskan cucian piring.
***
Kami sholat maghrib berjama'ah di pimpin oleh bang Khalid. Wanita yang akan mendapatkan bang Khalid akan sangat beruntung. Bukan sekedar pantas untuk dijadikan imam, ia juga tampan menurut ku.
Setelah selesai melaksanakan sholat berjamaah, kami duduk sembari menunggu untuk sholat tarawih.
Aku sangat bosan, aku berjalan keluar menuju taman depan rumah.
"Ah, Tuhan memang punya rencana yang indah, " kata ku.
"Takdir gak ada yang tau dek, " jawab bang Khalid yang menghampiri ku.
"Iya bang, Icha tau kok. Dia memang tipe Icha, tapi apa daya Icha jika ayah saja tidak mengizinkan Icha untuk menjalin hubungan dengan lelaki yang bukan mahram nya? " kata ku sambil memandang langit malam yang dipenuhi kabut.
"Abang ngerti dek, tapi maksud ayah juga baik. Dalam agama kita tidak diajarkan untuk berpacaran, kamu pasti sudah tau itu, " kata bang Khalid padaku.
"Icha tau bang, makanya Icha gak ngelakuin hal itu. Karena Icha tau, itu adalah hal yang salah, " jawab ku dengan senyuman pada bang Khalid.
"Jodoh sudah ada yang ngatur dek, " jawab bang Khalid sembari senyum manis padaku.
"Iya bang, tapi gak salah kan kalau kita mengaguminya? " tanya ku pada bang Khalid.
"Gak salah Cha, yang salah itu kalau kamu sampai pacaran, dan pacaran itu mendekati zina," kata bang Khalid.
"Wanita yang dapetin bang Khalid sangat beruntung nantinya, " kataku pada bang Khalid.
"Dan lelaki yang mendapatkan Aisyah sangat beruntung nantinya. Sudah cantik, hatinya lembut, baik lagi, " puji bang Khalid.
"Biasa aja bang, Icha belum sepenuhnya, Icha belum memperbaiki akhlak Icha, " kataku membalas ucapan bang Khalid.
"Sejalan dengan waktu, kamu bisa memperbaiki akhlak kamu Cha, percaya sama abang, semuanya itu butuh proses dan tidak mudah, " kata bang Khalid sambil mengelus kepala aku.
'Cukup memandang mu dalam kejauhan saja sudah cukup bagiku'
-Aisyah-