Assalamu'alaikum ❤
Happy Reading❤
***
Namaku Abitzar Malik al-Abram biasa dipanggil Malik atau Abitzar. Susah sih kalau dipanggil Abitzar, jadi panggil Malik aja.
Umurku 17 tahu saat ini. Sekolah di pesantren memang sebuah keinginan diriku sendiri.
Tapi saat ini Pesantren libur, pasalnya bukan Ramadhan. Sungguh indah sekali merasakan Ramadhan bersama keluarga.
"Malik, " nah itu suara Bunda ku nama nya Ismi Syifa namanya cantik seperti orangnya.
"Iya Bunda, " jawabku kemudian aku turun menghampiri Bunda yang sedang berada di dapur.
"Jemput adik mu dulu, " suruh Bunda padaku.
Oh ya aku mempunyai adik namanya Aina Alissha dia masih berusia 8 tahun sekarang.
"Yaudah, Malik jemput Lisha dulu, " jawabku kemudian aku pergi untuk menjemputnya.
Asal kalian tau, aku itu lahir dari keluarga yang sederhana tidak kaya lebih tepatnya berkecukupan saja.
***
Aku berjalan menyusuri jalanan desa yang ramai pada sore hari. Biasanya orang-orang mencari takjil saat ini. Sungguh aneh saja jika aku melihat Lisha rasanya aku melihat seseorang yang memang selama ini aku terus memendam perasaan padanya.
Karena hakikatnya dalam Islam, kita tidak diajarkan yang namanya berhubungan dengan yang bukan mahram kita.
Tidak butuh waktu lama aku sampai di tempat Lisha mengaji.
"Lisha udah selesai ngajinya? " tanya ku pada Lisha.
"Iya bang," jawab Lisha sambil tersenyum. Senyum yang selalu aku sukai darinya.
"Lisha udah Qur'an? " tanya ku lagi padanya seraya mensejajarkan tinggiku dengan Lisha.
"Iya, Lisha udah juz 2," jawabnya. Jawaban yang memang bisa membuat aku tersenyum.
"Adik abang pinter, " kata ku sambil mengelus kepalanya. Aku meraih tengah kecilnya dan berjalan pulang sembari menunggu adzan maghrib.
"Lisha kuat puasanya? " tanya ku saat dalam perjalanan pulang.
"Lisha kuat kok, nih Lisha masih puasa, " jawabnya tanpa menghilangkan senyum manis yang tercetak di wajahnya.
"Lisha mau gak abang beliin coklat? " tawar ku padanya. Dia sangat antusias sekali.
"Beneran? Abang mau beliin Lisha coklat? " katanya yang sangat bersemangat.
"Iya, abang beliin Lisha coklat nanti Lisha makan kalah udah buka, " jawabku sambil tersenyum padanya.
"Lisha mau, " jawab nya antusias sekali.
"Yaudah yuk, kita pergi beli coklat, " ajak ku.
"Abang, Lisha capek, " Keluh nya. Aku tersenyum melihat tingkahnya, jika saja Lisha adalah gadis yang aku cintai saat ini.
"Yaudah, sini abang gendong, " kata ku seraya menggendong tubuh mungil nya.
"Abang, Bunda masak apa di rumah? " tanya Lisha dalam perjalanan.
"Bunda buatin Lisha ayam goreng, " jawabku yang membuat wajahnya berbinar mendengar 'ayam goreng'
"Beneran bang? " tanya nya yang tampak ragu-ragu.
"Ya sayang, " jawabku sambil mencium pipi chubby Lisha.
Kami sampai di supermarket yang tidak terlalu jauh dari rumah.
"Lisha pilih aja, " jawabku. Ia memilih 2 coklat yang memang ia sukai.
"Udah bang, " jawabnya. Setelah membayar aku dan Lisha pulang ke rumah.
***
"Assalamu'alaikum, " salam ku saat sudah sampai dirumah bersama Lisha.
"Wa'alaikumsalam, " jawab Bunda dari dalam.
"Ayah belum pulang Bun? " tanya ku.
"Sudah, ayah di dalam. Eh Lisha siapa yang beliin coklat?" tanya Bunda pada Lisha.
"Bang Malik yang beliin Lisha coklat, " jawab Lisha kemudian ia berlari masuk ke dalam rumah mencari ayah.
"Malik, bener kamu yang beliin? " nah Bunda udah mulai introgasi.
"Iya, Malik emang lagi ada rezeki lebih jadi Malik beliin Lisha coklat, " jawabku jujur. Bunda tersenyum mendengar perkataan ku.
"Yaudah, masuk dulu, bersihkan badan kamu setelah itu turun untuk siap-siap buka puasa, " kata bunda padaku. Aku mengangguk sebagai jawaban.
"Malik, " tegur ayah padaku namanya Khaidar al-Abram setiap anak laki-laki yang lahir di keluarga ku akan diberi gelar Abram dibelakang namanya.
"Iya ayah? " jawab ku sembari melihat ke arahnya.
"Umur kamu sudah 17 tahun. " tanya ayah lagi padaku.
"Iya ayah, umur Malik sudah 17 tahun, " jawabku.
"Apa kamu sudah menemukan calon mu? " tanya ayah padaku. Aku terdiam jujur saja, aku sangat ingin berkata 'iya' tapi rasanya tidak bisa.
"Ayah anggap jawaban kamu tidak, " ujar ayah yang membuatku menghela nafas panjang.
Jika seorang Khaidar al-Abram sudah membuat keputusan aku tidak bisa berbuat apapun, walaupun aku anak laki-laki.
Aku memutuskan untuk naik saja, membersihkan badan dan menenangkan pikiran sejenak.
***
"Bang Malik, turun buka puasa, " suara Lisha memanggilku.
"Iya Sha, " balas ku dan menutup Qur'an ku. Aku turun menghampiri ayah dan bunda yang sudah duduk menunggu adzan maghrib.
Disisi lain seorang gadis sedang berperang dengan pikiran nya sendiri.
"Rasanya tidak mungkin, masa iya aku akan menikah secepat itu?, " frustasi ku.
"Dek, " panggil bang Khalid.
"Iya bang? " tanya ku pada bang Khalid.
"Icha udah tau? " tanya nya padaku. Aku mengangguk sebagai jawaban.
"Abang ga bisa bantu Icha, soalnya ayah berpegang teguh dengan aturan keluarga, " kata bang Khalid menjelaskan aku, aku hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Terus kalau Icha di nikahkan, gimana nasib sekolah Icha bang?, " tanya ku pada Bang Khalid.
"Icha gak akan di nikahkan, tapi di jodohkan. Icha masih bisa sekolah, Icha masih bisa main tapi hanya saja keluarga tempat Icha yang berbeda, dijodohkan dan tunangan. Mereka akan nunggu usia Icha 17 tahun baru Icha di nikahkan dengan pemuda pilihan Ayah, " jelas bang Khalid padaku.
"Tidak lama lagi dong bang? Sekarang aja usia Icha udah 16 tahun dan kalau gak salah seminggu lagi usia Icha 17 tahun, Icha lebaran sama keluarga yang baru? Icha ga mau, " ujar ku sambil memikirkan kehidupan bersama keluarga baruku.
"Abang tau, kalau Icha itu sulit beradaptasi, Icha bilang sama abang, kalau Icha mau hijrah kan? " tanya Bang Khalid, aku meng iyakan pertanyaan bang Khalid.
"Suami Icha yang akan bantu buat hijrah, " lanjut bang Khalid.
"Tapi, Icha gak mau bang, " ujarku yang terus merengek agar bang Khalid membantuku.
"Abang gak bisa bantu, kamu itu anak gadis satu-satunya di keluarga kita, makanya ayah sangat menjaga kamu, " kata bang Khalid sambil mengelus kepala ku.
***
"Malik, persiapkan diri kamu, kamu sudah dewasa dan harus bisa menjadi pemimpin keluarga nantinya, " ujar ayah padaku. Jujur saja aku sangat bosan, aku selalu mendengar ucapan ini dan itu hampir setiap hari, setiap kali aku melakukan kesalahan dan kali ini aku tidak tau letak salah ku di mana.
"Iya Ayah, Malik paham, tapi kenapa harus sih Malik dijodohin segala? " tanya ku yang sudah tidak mampu menahan pertanyaan ini.
"Kamu akan menikah disaat usia gadis yang ayah jodohkan dengan mu berusia 17 tahun dan kamu bisa melanjutkan sekolah mu, " ujar ayah menjelaskan.
"Intinya, kamu persiapkan diri kamu saja, agar kamu bisa menuntun istri ku menjadi lebih baik," kata ayah kemudian pergi naik ke atas.
'Andai ayah tau, kalau aku benci situasi seperti ini. I hate situation, ' batin Malik.