Chereads / DEWA / Chapter 10 - 10. Mendadak

Chapter 10 - 10. Mendadak

Malam telah tiba. Rasanya aku ingin segera tidur kemudian mimpi indah tentang pangeran bermobil sport datang melamarku.

Baru saja aku ingin berbaring di kasur kesayanganku, pintu kamar diketuk dari luar. Pasti adikku yang mulai minta bantuan untuk membuat tugas sekolah atau apalah yang akan mengganggu niat tidurku.

"Eh, Bunda...," Saat membuka pintu, bukan si Alan yang berdiri di depan kamarku, melainkan Bunda.

"Mau tidur, Kak?"

Aku mengangguk.

"Makan dulu ya. Ayah udah nunggu di bawah,"

"Kakak masih kenyang, Bun. Kan baru sore makan banyak sama Risa."

"Yaudah, ke bawah aja dulu. Ada yang mau Ayah omongin sama Kakak."

"Besok gak bisa, Bun? Ngantuuukkk," rengekku sambil memeluk lengan Bunda dengan manja.

"Masih jam delapan ini, Kak. Udah ngantuk aja. Biasanya jam sebelas Kakak masih melek nonton drama korea "

Aku cemberut. "Yaudah, ayok."

Bunda terkekeh geli melihat kelakuanku. "Ganti baju yang agak sopanan dikit, Kak. Di bawah ada temannya Ayah sama Bunda. Masa pake baju tidur begini."

Aku semakin cemberut. Astaga. Kenapa ingin tidurpun harus seribet ini buatku?

Dengan langkah gontai aku mendekati lemari pakaian. Memilih dres mana yang cocok untuk ku pakai menemui teman Ayah dan Bunda.

Pilihanku jatuh pada dres peach polos selutut tanpa lengan. Dengan hiasan payet-payet kecil di area lehernya.

"Ini gimana, Bun?"

Bunda mengangguk sambil tersenyum. Hanya sebentar waktu yang aku butuhkan untuk bersiap-siap. Setelah selesai, Bunda mengajakku menuju ruang tamu. Terdengar suara canda dan tawa yang berderai. Bunda langsung menyuruhku duduk di antara ia dan Ayah.

Aku belum sempat melihat siapa tamu kedua orangtuaku, karena dari tadi aku hanya menunduk. Saat aku mengangkat wajah, mataku rasanya ingin keluar dari sarangnya.

Dewa?

***

"Jadi gimana, Kak?" tanya Ayah kepadaku.

Jujur, aku masih belum percaya dengan pemikiran kedua keluarga ini. Apa karena insiden 'ciuman' itu kami harus dinikahkan? Yang benar saja.

"Yah, ini kenapa mendadak sekali? Bahkan Mas Dewa baru beberapa hari di sini," ujarku.

"Ini bukan mendadak, Nin. Kami, para orangtua ingin kalian segera terikat dalam hubungan sah. Sebelum kalian berhubungan semakin jauh," jelas Mama Eka yang membuatku terpengarah.

"Ma!" teguran Dewa membuat Mama Eka memandangnya dengan delikan tajam.

"Yah, Bun, Kakak masih kuliah. Gak bisa nunggu sampai wisuda dulu gitu?"

Aku masih mencoba bernegosiasi dengan kedua orangtuaku. Aku tidak menghiraukan keberadaan ketiga orang di depanku. Aku benar-benar malas berurusan dengan Dewa.

"Kakak, kuliah bukan alasan. Setelah nikah, kamu juga bisa lanjut kuliah. Dan Dewa tidak mempermasalahkan itu. Bahkan Dewa mau membiayai kamu untuk lanjut ke Strata 2. Apalagi masalahnya?"

"Yah, bukan gitu..."

"Jadi...?"

Aish, Ayah benar-benar menyudutkanku. Aku meraup oksigen sebanyak mungkin lalu menghembuskannya dengan kasar.

"Fine! Indi mau," ucapku lirih.

Terdengar helaan napas lega dari semua orang. Sebegitu inginkah mereka menikahkan aku dengan Dewa? Apa istimewanya laki-laki ini, Tuhan? Haduh.

"Mau apa, Kak?" tanya Bunda. Mama Eka terkekeh kecil. Sedangkan Ayahku dan Papa Jhon geleng-geleng kepala sambil tersenyum.

"Bun, plis, jangan godain Indi lagi. Kalau tiba-tiba dia berubah pikiran gimana?" ucap Dewa sambil menatapku dengan sedikit senyuman. Cih.

Semua orang di sini tertawa, kecuali aku. Oh, aku melupakan keberadaan adik bontotku -Alan- di sini. Dia yang paling semangat tertawa.