Saat ini, kami sedang berada di salah satu kelab malam ternama di Jakarta. "Jadi, lo punya rencana apa ke depannya?" tanya Amel. Sahabatku yang mempunyai warna rambut coklat bergelombang.
Aku mengedikkan bahu. Benar-benar tidak tahu bagaimana ke depannya aku akan menjalani hari tanpa lelaki itu.
"Lo butuh liburan deh, Nin," ucap Fia sambil menghembuskan asap rokoknya ke wajah Tika, membuat Tika langsung terbatuk.
Aku, Risa dan Amel hanya terkekeh geli melihat kelakuan mereka.
"Liburan sendiri? Ogah gue!" sahutku.
Mereka serentak geleng-geleng kepala. "Ya enggak sendiri juga, pinteeerrrrr," geram Risa sambil menjambak rambutku. Enggak sakit sih, tapi cukup membuatku cemberut.
"Kita liburan berlima. Gue juga butuh liburan habis putus dari Bayu. Butuh cogan baru," ujar Tika.
"Stok cogan gue banyak. Lo tinggal pilih. Ntar gue kasih akses," kata Risa.
"Anjir, udah kayak mucikarong aja lo, Mbak," cibir Amel sambil melempar Risa dengan puntung rokok bekas Fia. Yang disebut hanya cengengesan cantik.
Aku bahagia memiliki mereka. Benar-benar saling peduli. Meski kadang kelakuan mereka di luar batas orang normal.
Sambil menghela napas panjang lalu mengeluarkannya lagi, aku akhirnya membuat keputusan. Ini demi aku, demi hatiku, dan demi masa depanku. Setidaknya aku harus memiliki kekuatan baru untuk melanjutkan hari-hari ke depannya.
"Oke fine, ayo kita liburan!" seruku bersemangat membuat mereka langsung merapat ke arahku. Memelukku dengan sayang.
"Gitu dong. Nindi-nya kami harus selalu ceria. Luka kita cukup kita berlima aja yang tahu. Orang lain biar tahu bahagianya kita aja," cerocos Fia. Dan kami serempak mengangguk.
***
Aku pulang ke rumah tepat pukul lima sore. Setelah menghabiskan seharian penuh dengan keempat sahabatku, ditambah acara menginap karena bikin tugas yang deadline pagi tadi. Sekarang aku bisa bernapas lega karena ujian sudah usai dan besok liburan semester ganjil akan dimulai.
"Assalamualaikum," ucapku saat memasuki rumah.
Sepertinya adik-adik ayahku sedang berkumpul di sini. Mengingat di halaman depan terparkir rapi empat mobil mewah dengan tipe berbeda.
"Kak, sini bentar," panggil adik bungsu ayahku. Tante Rini.
"Iya, Te. Kenapa?"
"Besok ikut Ante ke Lombok yuk. Indi kan besok udah libur kuliah."
"Temen Indi ngajak liburan juga, Te. Gimana dong?" ujarku cemberut.
Jujur, aku lebih dekat dengan keluarga sebelah ayahku, berbeda dengan orang di luaran sana yang kebanyakan lebih dekat dengan keluarga sebelah ibunya.
"Ajak sekalian. Rame makin seru. Kalian bisa nginep di Villa nya Oom mu," sahut Te Dini, adik kedua ayahku dan di angguki oleh ketiga tanteku yang lain.
"Yaudah, nanti deh Indi tanyain ke mereka dulu. Indi pamit ke atas ya, Te." Setelah mendapat anggukan dari keempat tanteku, aku berlalu menuju kamarku di lantai dua.
"Eh, Bun. Nyari apa?" Aku hampir terlonjak kaget saat masuk ke kamar dan menemukan Bunda sedang mencari sesuatu di dalam lemariku.
"Kak, lihat kerudung merah Bunda gak?"
"Loh? Buat apaan deh kerudung merah? Kerudung Bunda kan banyak yang lain, se-lemari," cibirku. Aku menghempaskan tubuh lelahku ke atas kasur empuk.
"Te Rini mau lihat. Katanya bagus, dia suka pas lihat Kakak pake kerudung itu waktu wirid di rumah Eyang," ujar Bunda.
Aku hanya mengangguk, kemudian berjalan menuju lemari di mana bunda masih sibuk mencari kerudung merah yang ia maksud. Aku memeluk Bunda dari belakang. Aku benar-benar butuh asupan tenaga darinya.