Hayden duduk termenung di meja kerjanya.
Berkas-berkasnya berserakan di mana-mana.
Sungguh hari ini Hayden tidak bisa lagi menahan kemarahannya.
Bagaimana tidak, hari ini orang kepercayaannya memberikan laporan yang membuat dirinya merasa terkejut dan shock.
Perusahaannya mengalami kemunduran yang yang besar, bisa di katakan perusahaannya sedang dalam keadaan gulung tikar atau bangkrut.
Dalam laporannya ada dua penyebab kebangkrutannya, yang pertama saham yang di belinya biasanya menguntungkan sekarang jatuh hampiri delapan puluh persennya, dan yang kedua lima tender yang di terimanya lepas dari tangannya padahal dana sudah banyak di keluarkan untuk itu semua.
"Aku tidak percaya dengan ini semua Dimas, kamu harus menyelidiki masalah ini, karena tidak mungkin tiba-tiba masalah ini datang secara bersamaan." ucap Hayden dengan menekan pelipisnya karena merasakan kepalanya yang terasa meledak.
"Baik Hayd aku pasti akan menyelidikinya." ucap Dimas kemudian berjalan keluar dari ruangan Hayden.
"Drrrt.. Drrrt... Drrrt"
Dengan malas Hayden mengambil ponselnya dan menerima panggilannya.
"Ya Sheren, ada apa?" tanya Hayden sedikit panik saat mendengar suara tangis Sheren.
"Papa Hayd, papa sekarang di rumah sakit, papa mengalami serangan jantung saat mendengar perusahaan kamu Hayd? memang ada apa Hayden?" tanya Sheren yang juga masih tidak mengerti dengan apa yang terjadi, saat Mama Hayden meneleponnya kalau papanya Hayden terkena serangan jantung saat ada seseorang yang meneleponnya dan memberitahu kalau perusahaan Hayden mengalami bangkrut.
"Tidak ada apa-apa Sher, nanti aku ceritakan semuanya, sekarang papa ada di rumah sakit mana?" tanya Hayden dengan pikiran kalut dan sangat kuatir dengan keadaan Papanya.
"Papa ada di rumah sakit Medical Centre." jawab Sheren merasa kuatir dengan keadaan mental Papa Hayden.
"Ya sudah, tolong jaga papa..aku akan segera kesana." ucap Hayden menutup panggilannya Sheren.
Dengan tergesa-gesa Hayden pun pergi ke rumah sakit Medical Centre dengan hati yang tidak tenang.
Sampai di rumah sakit, Sheren sudah menunggunya di depan pintu ruang gawat darurat.
"Apa yang terjadi pada Papa, Sheren? kenapa Papa sampai terkena serangan jantung? bukannya papa sebelumnya baik-baik saja?" tanya Hayden beruntun sambil menatap panik pada Sheren.
"Duduklah dulu Hayd, dan ini minumlah biar hatimu tenang." ucap Sheren sambil memberikan sebotol air mineral.
"Aku sudah tidak bisa tenang lagi Sheren, masalahku datang bertubi-tubi Sher." ucap Hayden seraya menerima minuman dari Sheren dan meneguknya sampai habis.
"Sabar Hayden, kita akan mencari jalan keluarnya bersama-sama." ucap Sheren mengusap bahu Hayden yang terlihat sedih.
"Ceritakan sekarang Sher, bagaimana papa bisa terkena serangan jantung?" tanya Hayden dengan tatapan sedih.
"Kata Mama, ada seseorang yang menelepon papa, dan bilang ke papa kalau perusahaan kamu mengalami gulung tikar, apa itu benar Hayd?" tanya Sheren dengan sangat hati-hati.
"Siapa yang menelepon papa Sher? kurang ajar aku sangat yakin ada seseorang yang ingin membuatku hancur." ucap Hayden dengan hati yang terbakar emosi.
"Berarti kabar itu benar Hayden?" tanya Sheren dengan sedih ikut prihatin dengan apa yang menimpa pada keluarga suaminya.
"Sayangnya itu benar Sher, perusahaanku bangkrut total dengan meninggalkan hutang yang sangat banyak." ucap Hayden dengan lesu.
"Sabar ya Hayd, kita fokus dulu pada kesehatan Papa." ucap Sheren dengan sabar.
"Dengan keluarga Pasien Tuan Revan?" panggil Dokter yang berdiri di pintu ruang gawat darurat.
"Ya Dokter saya putra Tuan Revan." jawab Hayden dengan hati yang berdebar-debar.
"Begini Tuan Revan mengalami serangan jantung yang cukup parah, yang menyebabkanTuan Revan sekarang koma, dan kami tidak memastikan sampai kapannya, bisa cepat bisa lama, tergantung dari otak syaraf pasien." jelas dokter dengan serius.
Tubuh Hayden merosot ke bawah namun dengan cepat Sheren memapahnya.
"Trimakasih atas penjelasannya dokter." ucap Sheren kemudian menuntun Hayden ke tempat duduk yang tidak jauh dari ruang gawat darurat.
"Ujian apa ini Sher? kenapa ujian ini datang secara tiba-tiba dan bersamaan, aku tidak tahu aku harus bagaimana Sher?" gumam Hayden yang sudah bingung mencari uang untuk menutup hutang-hutangnya dan sekarang dia di hadapkan pada Papanya yang koma yang pasti membutuhkan uang yang tidak sedikit, belum lagi dua adik perempuannya yang masih kuliah, sungguh Hayden sepertinya mau gila.
"Sabar Hayden, mungkin ini ujian buat kita dan kita harus melewatinya. Kamu harus kuat untuk bisa menyelesaikan masalah ini. Demi keluarga kamu." ucap Sheren seraya menggenggam tangan Hayden berusaha menenangkan hati Hayden.
"Tapi bagaimana aku bisa melewatinya Sher, semua jalan yang aku tempuh menemui jalan buntu. Aku tidak tahu harus berbuat apalagi." ucap Hayden sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
"Tenangkan dirimu Hayden, aku akan bicara dengan paman Darmawan untuk mencari jalan keluarnya." ucap Sheren yang juga tidak tahu harus berbuat apa selain minta saran Pamannya yang bernama Darmawan yang menangani harta warisannya sepeninggal orang tuannya sepuluh tahun yang lalu karena kecelakaan.
"Peluk aku Sher, aku tidak tahu..apa aku kuat menghadapi ini semua sendiri." ucap Hayden memeluk pinggang Sheren dengan perasaan sedih.
"Kamu tidak sendiri Hayd, ada aku yang akan menemanimu dalam suka dan duka." ucap Sheren ikut sedih juga melihat suaminya yang terlihat sangat terpuruk.
"Trimakasih Sher, aku harap kamu tidak akan meninggalkan aku di saat aku terpuruk Sher." ucap Hayden dengan hati yang sangat sedih.
"Aku tidak akan pernah meninggalkanmu Hayden, baik suka maupun duka aku akan selalu bersamamu." ucap Sheren yang selalu memegang kata-katanya.
"Berjanjilah padaku Sher, kalau selama hidup kamu, kamu tidak akan pernah meninggalkan aku apapun yang terjadi." ucap Hayden penuh harap.
"Aku berjanji padamu Hayd, sekarang kita lihat dulu keadaan Papa, setelah itu kita ke Paman Darmawan untuk minta jalan keluar tentang masalah kita." ucap Sheren penuh kasih sayang.
"Baiklah Sheren." ucap Hayden menuruti apa kata Istrinya.
Setelah melihat keadaan Papanya, dan ada Maminya yang datang dengan kedua adik perempuannya, Hayden dan Sheren pergi ke rumah paman Darmawan.
Tiba di rumah Paman Darmawan, Sheren menceritakan semuanya pada Paman Darmawan dan meminta saran apa yang harus dilakukannya.
Darmawan mendengarkan dengan perhatian penuh dan berkali-kali menghela nafas panjang.
"Menurut Paman, suamiku harus melakukan apa? agar perusahaannya terselamatkan?" tanya Sheren dengan tenang.
"Hayden harus menutup hutang-hutangnya lebih dulu, baru setelahnya memulai dari bawah lagi untuk merekrut kembali beberapa perusahaan agar mau bekerjasama." ucap Darmawan menatap wajah Hayden yang pucat pasi.
"Paman, apa bisa warisanku yang aku dapatkan aku minta sekarang untuk membantu menutup hutang suamiku?" tanya Sheren dengan sangat hati-hati.
"Sayang sekali tidak bisa Sheren, karena delapan puluh persen dari warisan kamu itu buat anak kamu di saat kamu nanti kamu punya anak, dan kamu sendiri hanya mendapat dua puluh persen dan itu bisa kamu minta kapanpun." ucap Darmawan sesuai dengan surat wasiat adiknya Papinya Sheren.