Mahira mengabaikan ucapan Edo yang sebenarnya menyenangkan hatinya. Dia hanya bisa beristighfar. Lagi-lagi dia melamun. Bukankah melamun itu hal yang sia-sia dan membuang waktu? Mahira memilih mengajari adik-adik yang sedang belajar di rumah singgah.
"Sudah bisa, Dek?"
"Sudah kak."
"Lanjutkan ya. Nanti kalau ada yang belum dimengerti, kamu bisa tanya."
"Iya kak."
Mahira mengisi waktu uangnya dengan membaca materi sekolah dasar. Lebih baik dia banyak membaca dari pada memikirkan laki-laki yang bukan mahromnya. Meski di membenci laki-laki alim, bukan berarti dia tidak tahu aturan Allah. Salah satunya adalah zina hati dan zina fikiran.
"Nis, aku pulang dulu ya. Aku ga enak badan nih." Mahira terpaksa pulang lebih dulu setelah selesai mengajari adik-adik belajar. Biasanya dia akan berbincang dengan Edo tentang kehidupannya dan anak-anak jalanan yang diajarinya. Melaporkan setiap perkembangan anak-anak itu pada Edo. Ya lelaki itu sudah seperti orangtua bagi anak-anak yang diajari oleh Mahira. Tapi setelah mendengar ungkapan hati Edo, Mahira memilih menjauh dan segera pergi dari sana.
"Tumben kamu ga ngobrol dulu sama bang Edo?"
"Kamu aja yang laporan sama bang Edo ya Nis, aku mau pulang dulu. Assalamualaikum." Mahira langsung pergi begitu saja.
"Waalaikumsalam. Kenapa itu anak? tumben-tumbenan buru-buru pulang. Biasanya seneng banget kalau mau ketemu sama bang Edo."
"Nis..."
"Eh iya bang Edo. Kaget aku."
"Mahira mana?"
"Dia sudah pulang, Bang. Katanya tidak enak badan."
"Oh.." Edo menduga apa mungkin karena ucapannya, Mahira jadi menjauhinya.
"Bang aku mau laporan tentang anak-anak." Anisa melaporkan semua perkembangan anak-anak hari ini pada Edo tapi lelaki itu tampak melamun dan tidak mendengarkan perkataan Anisa. "Bang, kamu ga dengerin aku ya?"
"Eh maaf Nis. Emm.. Nis tolong sampein ke Mahira ya. Gue tadi cuma becanda aja koq. Anggrp aj tadi gue lagi stress. Tolong ya." Edo berdiri lalu meninggalkan Anisa sendiri. Edo ingat dia tidak seharusnya menyatakan perasaan pada Mahira seperti tadi. Bukankah dia sudah berjanji pada Wira kalau dia akan membantu mendekatkan ustadz muda itu dengan Mahira? Tadi dia tidak bisa mengontrol emosinya. Edo pergi menjauh dari Nisa pergi ke basecampnya. Menerima laporan dari anak buahnya tentang pendapatan yang mereka peroleh hari ini.
Anisa heran dengan sikap Edo. Entah apa yang dipikirkan laki-laki itu dan minta maaf untuk apa? dan apanya yang bercanda?Anisa mengambil motornya setelah berpamitan dengan anak-anak di sana. Sepertinya dia harus menemui Mahira segera. Untuk menyampaikan pesan dari Edo.
******
"Mahira, baru pulang Nak?" tanya Wahyu saat melihat Mahira sampai di depan rumah.
"Iya Abi, Mahira ke dalam dulu ya Bi." Mahira mencium punggung tangan Abinya dan menangkupkan tanga. pada seseorang yang ada di samping Abinya.
"Tunggu Mahira, kenalkan ini Ustadz Fajar. Beliau adalah Ayah dari Aydin yang akan Abi kenalkan sama kamu."
"Oh, Senang bertemu dengan Ustadz Fajar." Mahira mengangguk memberi hormat pada Ustadz Fajar.
"Akhirnya saya bisa bertatap muka dengan Mahira. Ternyata lebih cantik dari yang difoto ya ustadz." Fajar tersenyum melihat gadis yang akan dijodohkan dengan anaknya.
"Alhamdulillah.. Sayangnya tadi Ustadz tidak mengajak Aydin ke sini."
"Dia sedang ada meeting katanya. Mungkin lain kali jika mereka memang berjodoh, mereka akan bertemu juga."
"Aamiin... Mahira, kamu akan sangat beruntung jika menjadi istri Aydin. Dia tidak hanya tampan, tapi pintar dan pekerja keras," puji Wahyu, yang hanya ditanggapi senyuman manis gadis itu.
"Ah ustadz ini terlalu memuji putra saya. Tapi dia itu punya kekurangan lho Tadz."
"Apa Tadz?" tanya Wahyu penasaran.
"Suka ngemil. Di meja makan itu harus disediakan cemilan. Uminya itu setiap hari harus memenuhi toples berisi cemilan kesukaannya." Fajar dan Wahyu tertawa mendengar cerita tentang kesukaan Aydin. Mahira sangat malas lama-lama berada di sana. Yang ia dengar hanya tentang laki-laki bernama Aydin, yang sejak awal mendengar namanya saja dia sudah enggan untuk berkenalan.
"Abi, Ustadz Fajar, Mahira permisi masuk dulu ya."
"Oh ya Mahira, maaf gara-gara ngobrol tentang Aydin, kami jadi menahanmu di sini."
"Tidak apa-apa Ustadz. Maaf saya permisi dulu. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." Wahyu dan Fajar menjawab salam Mahira. Dan membiarkan gadis cantik bermata sipit itu masuk ke dalam rumah.
Mahira agak kesal jika di jodoh-jodohkan oleh Ayahnya seperti tadi. Aydin. Nama laki-laki yang beberapa bulan ini selalu ia dengar. Abinya selalu menyinggung nama Aydin setiap mengobrol dengan Mahira. Dan itu membuat Mahira bosan.
"Sudah pulang Nak?"
"Sudah Umi." setelah mencuci kakinya, Mahira perginke dapur untuk mengambil makanan. Entah kenapa di sangat lapar.
"Ga ada cemilan Umi?" tanpa Mahira sadari bahwa kebiasaannya tak jauh beda dengan Aydin.
"Ada nih risol mayo. Kamu mau?"
"Mau donk Umi. Tumben sepi. Umi Aida kemana?" Hanum mengambil sepiring risol mayo kesukaan Mahira.
"Umi Aida sedang ke rumah Mas Furqon. Menemani Kak Alina karena kak Furqon sedang di rumah istri mudanya." Mahira yang baru saja menggigit risolnya mendadak hilang selera makan karena mendengar nama Alina. Entah kenapa dia selalu merasakan perih di hatinya setiap kali mendengar nama perempuan itu. Perempuan yang sangat lembut dan baik hati. Dan tentu saja sholihah. Wanita itu sangat baik pada Mahira. Bahkan lebih baik dari kakak-kakaknya. Tapi sayang harus dipoligami oleh suaminya karena tidak juga punya anak.
"Kenapa melamun, Nak?"
"Hira jadi ingat kak Alina, Umi. Bagaimana kabarnya ya? Hira jadi kangen sama Kak Alina."
"Kabarnya Kak Alina sedang hamil, Nak. Itulah kenapa Umi Aida pergi ke sana untuk menemaninya. Karena Furqon khawatir dengan keadaannya."
"Alhamdulillah akhirnya setelah bertahun-tahun lamanya menunggu Kak Alina bisa hamil juga. Tapi sayang, Mas Furqon tidak sabar dan sudah menikah lagi dengan perempuan lain."
"Sudahlah, Nak. Toh rumah tangga mereka juga baik-baik saja. Jangan berfikiran buruk tentang mereka."
"Wanita yang dipoligami itu memang butuh kesabaran dan keikhlasan yang besar, Umi. Dan Mahira tidak bisa sesabar itu."
"Mahira, kalau kamu memang tidak bisa sesabar kak Alina, Abi pasti akan mencarikan laki-laki yang tidak akan poligami untukmu, Nak." Mahira kaget saat tiba-tiba ada suara Wahyu di belakangnya.
"Abi.." Wahyu mendekat, mengusap kepala Mahira dengan lembut.
"Kalau kamu keberatan, abi juga akan keberatan. Abi tidak mau mencarikan jodoh yang nantinya hanya akan menyakitimu. Dan Aydin adalah laki-laki yang tepat untukmu."
"Darimana Abi tahu?"
"Dia sendiri yang berani berjanji dengan tegas untuk tidak akan berpoligami. Dan itu yang Abi yakini. Dia juga laki-laki yang bertanggung jawab. Jadi Abi yakin dia tidak akan mengingkari janjinya."
"Kalau dia mengingkari?"
"Abi akan suruh dia menceraikanmu." Hati Mahira menghangat entah kenapa dia merasa dilindungi oleh Abinya sekarang. Mungkin lelaki itu sudah bisa mengerti apa yang dia inginkan.
"Abi.." Mahira memeluk Abinya dengan erat. Lalu menangis di pelukannya. "Mahira takut dipoligami, Bi."
"Serahkan semua pada Allah, Nak. Allah yang maha membolak balikkan hati manusia. Jika hatimu pasrah, maka kamu akan tenang. Abi hanya ingin melihatmu bahagia, Nak. Tolong maafkan Abi. Kamu harus bisa menatap masa depan. Jangan melihat segala sesuatu dari sisi buruknya saja."
"Tapi Mahira tidak mau dijodohkan dengan Aydin Bi. Mahira belum mengenalnya."
"Apa kamu sudah punya seseorang yang menarik hatimu?" Mahira mengangguk
"Siapa yang berhasil merebut hati putri abi ini ha?"
"Tapi mungkin Abi tak akan setuju." Wahyu mengernyitkan dahinya. Harap-harap cemas dengan apa yang akan dikatakan Mahira nanti.
******
Mahira mau ngomong apa ya?
plis vote dan komen ya. makasih 😊