Meski dalam keadaan sedih, Lu Jingchen mengakui kecantikan Yan Xiruo. Wajah istrinya ini memiliki bentuk wajah oval yang menarik, dahi yang bersih dan pipi halus. Di bawah alis mata yang bagaikan daun yang bengkok, matanya berkilau dengan sinar keemasan.
Hidungnya kecil dan tampak indah saat dipandang. Bibir yang memerah dan lembab juga bagaikan bunga persik yang mekar di bulan Maret. Walau badannya tidak terlalu tinggi, namun memiliki postur tubuh yang indah.
Badan Yan Xiruo merupakan postur tubuh perempuan yang sempurna. Jika ia tidak menyanjung dan mendapat perhatian Tuan Besar Lu, maka ia tidak mungkin membuat Tuan Besar Lu memaksa Lu Jingchen menikah dengannya. Mungkin saja, ia tidak akan merasakan perasaan antipati ini.
Tetapi, sejak berkenalan dengannya dari kecil, Lu Jingchen sudah biasa dengan kepatuhan dan kelembutannya. Ia tidak pernah berbicara dengannya memakai sikap dan nada seperti ini.
Memang kali ini terasa berbeda, mungkin karena kesombongan harga diri seorang pria. Lu Jingchen pun melepaskan tangannya yang masih mencekik di lehernya dan menangkap pergelangan tangannya yang tipis. ia menarik dan mendorongnya ke dinding dengan kasar, badannya yang tinggi besar pun mendekatinya.
Melihat wajahnya yang tampan dan sangat marah, jantung Yan Xiruo berdegup kencang. Ia pun tertegun dan seketika mengalir kesedihan dalam hatinya. Sebelumnya, Yan Xiruo merasa bahwa Lu Jingchen juga mencintainya. Terutama saat Lu Jingchen yang menggelar acara lamaran yang sangat romantis itu. Hal ini membuat Yan Xiruo memendam rasa cinta yang dalam padanya.
Yan Xiruo menahan kesedihannya. Melihat wajah Lu Jingchen melalui matanya yang berlinangan air mata, ia hanya tersenyum. Bahkan, senyumnya kali ini lebih indah daripada biasanya, "Kalau kamu tidak mencintaiku, maka kamu jangan berpikir mau menyentuh ataupun memelukku! Sebelum kamu sukses menjadi direktur di perusahaan keluarga Lu, aku tidak akan berkata apapun tentang masalah kita di hadapan kakek." Kebaikan kakek Lu kepada keluarganya tidak akan bisa dibalasnya selama masa hidupnya. Alhasil, Yan Xiruo tidak mau membuat kakek Lu sedih.
Mendengar kata-kata Yan Xiruo, senyuman jahat menyeringai di sudut bibir Lu Jingchen, "Yan Xiruo, kau jangan berperan bagaikan malaikat di depanku. Apa hanya karena aku yang selama ini tidak menidurimu dan ini menjadi alasanmu tidur dengan pria lain di malam pernikahan kita?" Ketika ia berpikir kalau Yan Xiruo telah memperlakukannya dengan ketidaksetiaan, amarah yang ada di dalam dadanya terasa seakan membakar kulitnya dengan sangat sakit.
Lu Jingcheng berdiri dekat dengannya, berdekatan hingga bisa mencium bau parfum dari badan Yan Xiruo yang melekat pada badannya. Yan Xiruo mendorong badannya dengan sekuat tenaga menggunakan kedua tangannya.
Sambil merendahkan tatapan mata, Lu Jingchen melihat perempuan pendek ini yang menoleh wajahnya ke samping dan menggigit erat bibir bawahnya. Karena marah, kedua pipinya yang halus dihiasi dengan warna agak kemerahan.
Teman-teman sekitarnya selalu memuji Yan Xiruo bahwa ia itu sangat cantik. Sayangnya, ia sendiri tidak pernah memperhatikan penampilannya. Tidak disangka, balita kecil yang dulu selalu malu ketika bertemu dengannya, sekarang ini sudah menjadi seorang perempuan yang cantik. "Lu Jingchen, apa kamu tidak merasa jijik?" Ia membatu ketika Yan Xiruo selesai berbicara.
Pupil matanya yang berwarna coklat tua memancarkan amarah yang tinggi. Lu Jingchen melepaskannya dan berkata dengan nada yang dingin, "Yan Xiruo, di saat saya sukses menjadi direktur keluarga Lu, maka di saat itulah kita akan bercerai!" Setelah Lu Jingchen mengucapkan hal itu, ia keluar dari kamar tidur dan menutup pintu kamar ini dengan emosi.