Suasana pernikahan Kinasih dan Barata bisa di katakan tidak terlalu mewah.
Setelah proses acara ijab qobul yang berjalan dengan lancar, Kinasih dan Barata menyambut teman-temannya yang bekerja di bawah naungan perusahaannya.
Arimbi ibu Kinasih hadir hanya pada saat proses ijab qobul saja, karena dia harus ke luar kota dengan alasan ada pekerjaan yang lebih penting yang tidak bisa dia tinggalkan.
Kinasih dan Barata berdiri di antara para undangan dengan sebuah senyuman yang tak lepas dari bibir mereka.
"Aku sangat bahagia dek, akhirnya aku bisa menikah denganmu, apalagi dengan waktu yang sangat singkat. Sepertinya ini sebuah mimpi yang terindah dalam hidupku." ucap Barata setengah berbisik di telinga Kinasih.
Kinasih tersenyum sambil menatap ke arah para undangan.
"Aku juga sangat bahagia bisa menikah denganmu mas." sahut Kinasih yang tiba-tiba baru menyadari ada seseorang yang tidak terlihat di antara para undangan.
"Ada apa dek? kamu mencari seseorang?" tanya Barata sedikit curiga melihat wajah Kinasih yang tiba-tiba terlihat sedih.
"Tidak ada apa-apa mas, aku sedang mencari pelayan aku haus sekali mas." jawab Kinasih sedikit berbohong tidak ingin membuat Barata cemburu.
"Duduklah tunggu di sini, akan aku ambilkan minuman." ucap Barata kemudian berlalu ke tempat makanan dan minuman berada.
Saat Barata telah hilang dari pandangannya, dengan cepat Kinasih mengambil ponselnya dan segera menelepon seseorang yang di carinya.
"Hallo, Arya! kenapa kamu tidak datang? di mana kamu sekarang, cepatlah datang! bukannya kamu sudah berjanji padaku untuk datang tepat waktu?" tanya Kinasih dengan cepat tanpa memberi kesempatan pada Arya untuk bicara.
"Hallo maaf, ini dengan siapa? saat ini saudara Arya berada di rumah sakit Citra Medika, masih dalam keadaan pingsan di karenakan kecelakaan lalu lintas." jelas seseorang pria di sana.
"Saya saudara Arya, ini dengan siapa?" tanya Kinasih dengan suara bergetar. Jantungnya terasa berhenti berdetak saat mendengar Arya kecelakaan.
"Dengan dokter Candra di sini, saat ini saudara Arya masih dalam keadaan belum sadar dan mungkin anda bisa ke sini untuk mengambil beberapa barang penting milik saudara Arya." ucap Dokter Candra dengan tenang.
"Baiklah dokter, nanti segera saya ke sana." ucap Kinasih dengan tubuhnya yang masih gemetar dengan berita yang baru di dengarnya.
"Dek Asih! kamu sedang bicara dengan siapa?" tanya Barata dengan tatapan mata penuh selidik.
"Dari Siska mas, sahabatku waktu kuliah. Dia meneleponku tidak bisa datang karena lagi sakit demam berdarah. Sudah beberapa hari dia di rawat di rumah sakit." jelas Kinasih dengan perasaan bersalah pada Barata.
"Maafkan aku mas, karena aku tidak bisa berterus-terang padamu, karena aku tahu kamu pasti tidak akan mengizinkan aku untuk melihat keadaan Arya." ucap Kinasih dalam hati.
"Ya sudah.. ayo kita kembali ke sana." ucap Barata dengan hati sedikit curiga melihat sikap Kinasih yang tiba-tiba murung dan bersedih.
Dengan hati gelisah, Kinasih menemani Barata untuk menemui teman-teman Barata sesama personalia.
Setelah beberapa jam kemudian acara pernikahan Kinasih dan Barata telah selesai.
Tinggal keluarga Barata dan Vivi teman kuliah Kinasih yang tinggal.
"Dek, aku harus mengantar keluargaku pulang, kamu mau ikut atau aku antar dulu pulang ke rumah?" tanya Barata sambil melepas jasnya yang sedikit membuatnya gerah.
"Aku di sini dulu mas, masih ingin mengobrol sama Vivi." ucap Kinasih yang berniat ke rumah sakit untuk melihat Arya.
"Ya sudah, aku pergi dulu ya dek." ucap Barata seraya mengecup kening Kinasih.
"Hati-hati di jalan mas." ucap Kinasih sedikit gugup karena Barata menciumnya di hadapan Vivi sahabatnya.
"Asih! kamu jadi tidak ke rumah sakit? kalau jadi ayo kita antar." ucap Vivi yang sudah lama tidak bertemu dengannya.
"Ayo kita berangkat sekarang." ucap Kinasih yang masih berpakaian kebaya modern.
"Kamu tetap berpakaian seperti itu Sih?" tanya Vivi dengan tatapan tak percaya.
"Sudah jangan perdulikan penampilanku, aku harus cepat sampai di sana, waktuku tinggal beberapa jam saja." ucap Kinasih seraya mengambil tasnya.
"Kalau begitu ayo cepat berangkat." ucap Vivi berjalan sedikit cepat di ikuti Kinasih yang berjalan di belakangnya.
"Asih! kenapa kamu tidak menghubungi keluarga Arya saja, biar ada yang mengurus Arya di rumah sakit?" tanya Vivi setelah berada di dalam mobil.
"Arya anak tunggal dan orangtuanya juga sudah tidak ada, dia merantau di sini dan hanya aku yang Arya punya, kita berdua tidak punya keluarga dan merasa kesepian. Karena itulah hubungan kita sudah seperti saudara." jawab Kinasih fokus dengan jalan yang ada di depannya.
"Kenapa Kalian berdua tidak menikah saja? kalian berdua kan sudah saling terikat batin, aku jadi heran dengan hati kalian berdua." ucap Vivi yang kurang setuju saat Kinasih akan menikah dengan Barata.
"Arya tidak mencintaiku Vi, bagaimana aku bisa menikah dengannya?" jawab Kinasih memasukkan mobilnya ke tempat parkir saat sampai di rumah sakit Citra Medika.
"Memang Arya sudah pernah bilang kalau tidak mencintaimu? dan kamu sendiri bagaimana? kamu mencintainya atau tidak?" tanya Vivi dengan tatapan gemas.
"Belum pernah, aku sendiri sangat sayang sama Arya itu saja yang aku rasakan." jawab Kinasih keluar dari mobil sedikit kesulitan karena pakaiannya.
"Kalau aku melihatmu, kamu sebenarnya mencintai Arya. Buktinya kamu tidak berhenti memikirkan Arya saat kamu tahu Arya kecelakaan. Dan dengan penampilanmu masih seperti ini demi siapa kamu lakukan? hanya demi Arya!" ucap Vivi dengan suara keras saat Kinasih berjalan cepat masuk ke dalam rumah sakit.
"Vivi aku tidak ingin mengotori persahabatan kami. Aku tidak ingin Arya menjauh karena perasaanku padanya." ucap Kinasih yang akhirnya bicara tentang perasaannya pada Vivi.
"Lalu, kenapa kamu mau menikah dengan Bara?" tanya Vivi dengan tatapan tak percaya jika Kinasih melakukan hal yang bodoh.
"Aku lihat mas Barata sangat baik, dan sangat sopan juga ilmunya tentang agama membuatku percaya mas Bara akan bisa menjadi imam yang baik." ucap Kinasih sambil mencari kamar di mana Arya di rawat.
"Kamu menikah karena ilmu agamanya Barata sangat baik? semoga impianmu menjadi nyata Asih!" ucap Vivi semakin tidak mengerti dengan jalan pemikiran Kinasih.
Karena belum tentu orang yang mengerti ilmu agama itu benar-benar orang yang baik.
"Sudah Vivi, kita sudah sampai di kamar Arya, aku harap kamu tidak membahas hal ini lagi." ucap Kinasih berusaha menenangkan hatinya yang tiba-tiba berdebar-debar.
"Aku ke kantin dulu, satu jam lagi aku ke sini." ucap Vivi berlalu dari hadapan Kinasih, karena Vivi tidak ingin mengganggu waktu Kinasih dengan Arya.
Sambil menghela nafas panjang, Kinasih membuka pintu kamar Arya tanpa menimbulkan suara karena tidak ingin mengganggu tidurnya Arya.
Kinasih sangat bersyukur saat mendengar dari keterangan dokter kalau Arya sudah sadar dan sekarang dalam keadaan tidur karena pengaruh suntikan yang di berikan oleh dokter.