"Apa yang sebenarnya sedang kau rencanakan?" tanya sebuah suara dari belakang yang mendadak muncul dan mengejutkan Cattarina, yang kala itu tengah sedang menunggu kedua orangtuanya selesai berbicara dengan Yang Mulia Kaisar, di taman belakang istana.
Mata Monna spontan berkedut, ketika melihat siapa yang datang menghampirinya
"Yang.. Yang Mulia Putra Mahkota?" ujarnya secara refleks.
Dengan cepat, Monna bersikap sopan.
"Cattarina menghadap putra matahari negara, Yang Mulia Putra Mahkota Dominic, dengan hormat. Salam sejahtera selalu untuk Baginda," seru Monna sopan sambil menundukkan kepala.
Ia mengatur sedikit napasnya yang mulai tidak beraturan karena kehadiran Putra Mahkota yang mendadak. Dengan menjaga jarak sedikit, Monna menahan segala kegelisahannya.
Belhart mengulang pertanyaannya kembali, "Jawab pertanyaanku. Apa yang sebenarnya sedang kau rencanakan?"
Ditanyai seperti itu, Monna menjadi gugup.
"Apa maksud, Yang Mulia? Saya tidak merencanakan apapun," jawab Monna.
Belhart tidak terlihat senang dengan jawaban itu. Ia mendekatkan dirinya pada Monna. Dan Monna secara spontan menghindarinya dengan mundur teratur.
Belhart yang menyadari itu, mengerutkan kening.
"Aku tidak tahu apa yang kau rencanakan. Tapi jika itu adalah sesuatu yang tidak berguna, hentikan itu sekarang juga," seru Belhart dengan mata menyidik.
Monna berkedip sekali.
"Su-sudah saya katakan, saya tidak sedang merencanakan apapun. Semua yang saya katakan tadi di perjamuan adalah benar adanya. Saya serius saat mengatakan saya ingin membatalkan pernikahan. Bukankah Anda, seharusnya merasa senang mendengarnya?" ucap Monna dengan takut-takut.
Ia merasa kesal sendiri. Bukankah seharusnya ini yang diinginkan oleh Putra Mahkota? Lantas mengapa ia justru terlihat tidak senang? Bukankah seharusnya Putra Mahkota berterima kasih padanya, dan memberikan dukungan?
Belhart tersenyum mengejek.
"Apa saat ini kau sedang mencoba mempermainkanku?" Hawa dingin terasa menyelimuti Belhart.
Monna seketika ketakutan. Entah kenapa ia merasakan perasaan yang tidak enak.
"Saya tidak mengerti apa yang Anda katakan, Yang Mulia. Saya tidak mungkin berani mempermainkan Anda," balas Monna jujur.
Demi Tuhan! Siapa yang berani mencoba mempermainkan pria yang paling ditakuti di seluruh negeri Gelardy, jika ia tidak ingin mencari mati?
"Jika tidak begitu, apa yang baru saja kau lakukan? Setelah sebelum ini kau terus mendesak semua orang untuk menikahkan kita, kini kau dengan seenaknya saja ingin membatalkan pernikahan?" suara Putra Mahkota yang dalam semakin terdengar suram. Monna menjadi semakin gelisah.
Bahkan setiap kali Putra Mahkota melangkahkan kakinya maju ke depan mendekati Monna, Monna berulang kali mundur ke belakang untuk menjauhi darinya.
"Aku.." Monna kesulitan dalam berbicara. Ia tidak tahu bahwa keberadaan Belhart akan sangat berpengaruh padanya.
Satu per satu, kenangan buruk tentang Putra Mahkota, muncul di benaknya. Ia spontan memejamkan mata tanpa ia ingin.
"Tolong.. Tolong menjauh dariku," ujar Mona sangat pelan. Belhart menghentikan langkahnya. Ia menatap Cattarina dengan bingung.
Saat Belhart sudah menghentikan pergerakannya dan memberikan ruang untuk Monna bisa bernapas dengan baik. Monna segera menenangkan diri. Tapi baru saja ia merasa sedikit lebih tenang, Belhart secara mendadak meraih tangannya.
Monna spontan terkejut dan menarik tangannya kembali dengan kasar. Belhart menyoroti itu.
"Ada apa denganmu?" tanyanya bingung. Monna tidak menjawab. Ia hanya terdiam dan terpaku di tempat. Sehingga Belhart berniat kembali mendekatinya.
"Yang Mulia!!" teriak Monna menghentikan langkah Belhart.
"Maaf keadaan saya sedang tidak baik saat ini. Saya permisi, undur diri." Dengan terburu-buru Monna memohon pamit dan berjalan pergi.
Sementara Belhart, menatap kepergian Cattarina dengan pandangan bingung dan tidak mengerti.
***
"Catty, kau darimana saja? Bukankah ayah sudah memintamu untuk menunggu di taman? Kenapa kau malah menunggu di luar seperti ini?" tanya ayah Cattarina dengan cemas ketika melihat Cattarina putrinya berdiri di samping kereta kuda, menyambutnya.
Monna tersenyum, "Tidak apa-apa, Ayah. Aku hanya ingin segera pulang. Apa urusan ayah dengan Yang Mulia Kaisar sudah selesai? Jika sudah, ayo kita pulang, Ayah, Ibu. Aku sudah sangat lelah," seru Monna mengajak kedua orangtuanya untuk pulang.
Monna tahu, apa saja yang kiranya dibicarakan oleh kedua orangtuanya dan Kaisar. Mereka pasti membahas soal pernikahan antara dirinya dengan Yang Mulia Putra Mahkota yang berjalan dengan tidak semestinya.
Tapi apa yang lebih tepatnya hasil pembicaraan mereka, Monna sama sekali tidak ingin menebak atau bahkan memikirkannya saat ini.
Setelah pertemuannya tadi dengan Putra Mahkota di taman istana, Monna dengan sangat yakin memutuskan untuk tidak mundur dari keputusannya soal pembatalan pernikahannya dengan Putra Mahkota, apapun yang terjadi.
Jika itu harus menghalalkan segala cara, Monna akan bersedia melakukannya. Dan itu harus!!
Monna yang awalnya tidak menyangka ia akan bereaksi dengan sangat berlebihan terhadap Putra Mahkota akibat dari mimpi buruknya itu, tidak menduga ternyata reaksinya itu malah mengundang banyak sekali rasa penasaran dari Putra Mahkota terhadap dirinya dengan begitu cepat dan tidak terduga.
***