Tapi jika karena masalah ini, keluarganya mendapat kesulitan dari sejumlah petinggi dan juga para rakyat karena sikap Yang Mulia Putra Mahkota yang tidak konsisten, Cattarina agaknya merasa cukup keberatan dan was-was.
"Apa Anda akan selamanya terus seperti ini?" tanya Cattarina pada Belhart untuk ke sekian kalinya dengan perasaan jengah.
"Ya, tentu saja. Sampai kau merubah keputusanmu itu," Belhart mungkin menjawabnya itu dengan santai. Tapi perkataannya itu bagai sebuah tamparan untuk Monna. Ia jelas tidak bisa melakukan itu.
"Yang Mulia, apapun yang Anda lakukan dan katakan, Saya tidak akan pernah merubah keputusan saya untuk membatalkan pertunangan ini. Saya tidak sedang bermain-main saat mengatakannya!" seru Monna dengan wajah memerah. Ia sudah mengatakan ini untuk ke sekian kalinya dan ia mulai merasa lelah.
"Kenapa?" tanya Belhart
"Apa?" Monna menatapnya bingung.
"Kenapa kau bilang kau tidak akan membatalkan keputusanmu itu? Bukankah dulu kau sangat menyukaiku?" ungkapnya lagi.
"Ya, ampun... Bukankah sudah saya katakan juga, kalau saya sudah tidak menyukai Anda?" seru Monna balik.
"Tapi kenapa..?"
"Apa?"
Monna mulai merasa kesal. Entah mengapa, hari ini banyak sekali kata 'Kenapa' yang muncul dari mulut Belhart?
"Kenapa kau tidak menyukaiku? Bukankah selama tujuh tahun ini kau selalu menyimpan perasaanmu itu untukku? Tapi kenapa setelah kepulanganku, kau mendadak mengatakan bahwa kau sudah tidak menyukaiku lagi?" tanya Belhart.
Monna menyentuh keningnya yang terasa berat.
"Apakah tidak menyukai seseorang perlu ada alasannya? Sama seperti saya yang menyukai Anda tanpa alasan dulunya, sekarang saya juga tidak menyukai Anda tanpa adanya alasan. Saya hanya sudah tidak menyukai Anda. Itu saja. Apa itu begitu sulit untuk bisa Anda pahami?"
Demi apapun Monna ingin sekali kabur dari situasi yang membuat kepalanya sakit ini! Tapi bagaimana? Jika ia tidak meluruskannya segera, Putra Mahkota akan semakin menjadi-jadi!!
"Apa selama tiga tahun aku meninggalkanmu, kau sudah menemukan tambatan hati yang lain?" tanya Belhart yang lebih seperti sedang menerawang.
Monna secara langsung membantahnya.
"Tentu saja tidak! Bagaimana mungkin saya bisa memikirkan pria lain, jika yang ada di benak saya hanya ada Putra Mahkota seorang selama ini. Itu jelas tidak mungkin," sanggah Monna.
Selesai mengatakan itu, Monna langsung tersadar.
Oh, ya ampun. Kenapa ia tidak menggunakan cara ini saja sebelumnya? Bukankah ia bisa saja mengatakan bahwa ia sudah memiliki seorang kekasih? Sehingga dengan begitu ia bisa saja memutuskan tali pernikahannya dengan Putra Mahkota karena alasan itu.
Ia bisa saja menyewa seseorang untuk melakukan itu. Seperti yang pernah ada dalam cerita novel lain yang pernah dibacanya. Itu jelas bukanlah ide yang buruk.
Tapi, karena baru saja Monna sudah mengatakan bahwa ia tidak memiliki seorang kekasih mana pun selain Putra Mahkota sendiri, Monna tidak bisa menggunakan cara ini untuk mengelabui Belhart..
Sial! Monna, kau seharusnya lebih tanggap!
"Jika bukan karena itu, mengapa kau masih bisa mengatakan hal itu?"
Mendengar pertanyaan ini, Monna spontan lemas.
"Yang Mulia, itu semua karena memang saya sudah tidak menyukai Anda lagi! Apa itu masih kurang jelas?!" Kekesalan Monna sudah sampai di ubun-ubun. Entah apakah ini karena Putra Mahkota sengaja atau tidak membuatnya kesal, Monna benar-benar merasa amat kesal karenanya.
"Sudah saya katakan! Menyukai seseorang dan tidak menyukai seseorang, itu bisa saja terjadi karena-tanpa-adanya-alasan! Sama seperti ketika saya masih tetap mencintai Anda selama kurang lebih tujuh tahun, padahal Anda sudah sangat breng- maksud saya, memperlakukan saya dengan sangat tidak baik! Saya pun bisa juga tidak menyukai Anda, karena alasan itu. Ah tidak, maksud saya, karena tanpa adanya alasan," Monna menjabarkan semua pemikirannya yang panjang dan lebar. Sampai-sampai mulutnya terasa mengerut karena berbicara berulang-ulang.
Belhart terdiam sejenak. Memikirkan ulang perkataan Cattarina yang ia benarkan. Selama ini ia memang tidak pernah memperlakukan Cattarina dengan baik. Ia baru menyadari itu sekarang, setelah semua yang dilakukan Cattarina kini menjadi tidak terasa mengganggunya lagi.
Justru sebaliknya, ia malah merasakan semacam perasaan rindu dengan sosok Cattarina yang dulu yang senang mengusiknya.
"Aku akan merubah sikapku," seru Belhart pelan dan kaku.
Monna spontan terkejut, "Apa?"
"Jika dengan aku merubah sikapku... bisa membuatmu kembali menyukaiku, aku akan melakukannya. Mulai saat ini, aku akan memperlakukanmu dengan baik," ujar Belhart yang sangat tenang, setenang air yang menggenang.
Tapi Monna merasa, apa yang dikatakan Belhart tidak sejalan dengan apa yang ia maksudkan. Monna tidak pernah menyuruh Belhart untuk berubah. Ia hanya meminta pria itu untuk mengerti.
"Demi, Tuhan! Belhart yang aku kenal tidak seperti ini! Apa yang sebenarnya terjadi padamu?" teriak Monna saking lelahnya.
Jika itu adalah karakter yang ada pada novel, Belhart tidak akan pernah berpikiran untuk memperlakukan Cattarina dengan baik. Tapi apa ini??
Belum selesai dengan keterkejutan Monna atas perubahan sikap Putra Mahkota yang tidak masuk akal, Belhart secara mendadak merangkulnya. Menarik pinggang Cattarina agar mendekat ke arahnya dengan satu tangan.
Monna yang terkejut, spontan berteriak.
"Apa yang Anda lakukan?!" teriaknya marah. Ia berusaha melepaskan diri dari Putra Mahkota dan berteriak minta dilepaskan. Tapi bukannya melepaskan, Putra Mahkota justru semakin mempererat pelukannya.
"Katakan sekali lagi," ujar Putra Mahkota.
"Apa?" Monna mengerutkan keningnya.
"Katakan sekali lagi nama itu," pinta Belhart.
***