Fatma turun dengan masih memakai mukena, dia sengaja menemui Isma dan Wardi.
" Pagi, mbak Isma!" sapa Fatma.
" Selamat Pagi, Nyonya!" jawab Fatma.
" Mbak Isma Islam?" tanya Fatma tanpa bermaksud menyinggung perasaan Isma.
" Iya, Nyonya!" jawab Fatma.
" Kita shalat subuh, yuk!" ajak Fatma.
" Hah?" sahut Isma kaget, baru kali ini ada yang mengajaknya untuk shalat.
" Kita tunggu Brian, setelah itu kita shalat jama'ah!" kata Fatma menatap Isma dengan tersenyum.
" Nggak usah, Nyonya! Saya shalat sendiri saja!" kata Isma takut, karena dia hanya seorang pembantu rumah tangga.
Pak Wardi mana?" tanya Fatma.
" Ada di ruang belakang lagi bersih-bersih!" jawab Isma.
" Ikut saya, mbak!" kata Fatma, Isma berjalan mengekori Fatma yang berjalan menuju ke belakang dimana ada taman kecil disana. Dilihatnya Wardi sedang membersihkan daun yang gugur.
" Pak Wardi!" panggil Fatma. Wardi yang merasa ada yang memanggil menoleh ke arah asal suara, dilihatnya istri Tuannya yang sedang menundukkan kepalanya.
" Ya, Nyonya!" jawab Wardi.
" Pak Wardi muslim?" tanya Fatma.
" Iya, Nyonya!" jawab Wardi dengan menunduk.
" Sudah shalat subuh?" tanya Fatma.
" Hah?" sahut Wardi.
" Shalat subuh, Pak!" kata Fatma lagi.
" Eh, belum, Nyonya!" jawab Wardi.
" Mulai saat ini dan seterusnya jika tiba waktu shalat Pak Wardi dan mbak Isma atau siapapun yang bekerja di rumah ini bisa menghentikan pekerjaan sebentar untuk shalat!" kata Fatma tegas.
" Tapi, Nyonya! Bagaimana jika Tuan marah?" tanya Wardi, karena dia pernah kena marah oleh Brian saat dia berhenti sejenak karena kepalanya sedikit pusing.
" Saya yang akan bertanggung jawab! Shalat adalah kewajiban kita sebagai umat muslim! Jadi Pak Wardi tidak usah takut, suami saya pasti tidak akan keberatan!" tutur Fatma.
" Baik, Nyonya!" jawab Wardi.
" Jika ingin shalat, ada mushalla di atas!" kata Fatma.
" Tidak usah, Nyonya! Biar kita shalat di lantai satu saja!" kata Wardi takut.
" Baiklah! Pergilah, sebelum datang fajar!" kata Fatma diikuti anggukan Wardi dan Isma.
" Permisi, Nyonya!" kata Wardi. Isma menitikkan airmata, baru kali ini ada seseorang yang mengingatkannya akan beribadah. Isma berjalan keluar apartement Brian bersama dengan Wardi, mereka pergi menuju ke mushalla di lantai satu dekat dengan kamarnya.
" Pak! Mau kemana? Tempat pria kan disana!" kata Isma yang melihat Wardi berjalan ke tempat duduk yang ada di dekat mushalla.
" Lo pikir gue anak kecil, apa? Main perintah-perintah seenaknya! Baru jadi istri aja! Nanti kalo udah diceraiin sama Tuan baru tahu rasa!" kata Wardi sambil mengeluarkan rokoknya dan menyulutnya.
" Mana mungkin Tuan menceraikan istrinya, Pak?" jawab Isma.
" Kamu pikir playboy macam Tuan kita bisa hidup dengan satu wanita? Mustahil, Is! Mereka itu lebih menyukai wanita seksi dengan tubuh montok, bukan yang menutup semua tubuhnya gitu!" kata Wardi.
" Terus kenapa Tuan menikahi Nyonya?" tanya Isma.
" Mungkin untuk pencitraan saja? Mana gue tahu!" jawab Wardi.
" Sepertinya nggak, deh, Pak! Tuan benar-benar mencintai Nyonya!" jawab Isma.
" Darimana lo tahu?" kata Wardi sinis.
" Pokoknya saya tahu!" jawab Isma.
" Gue aja yang cuma pegawai ogah sama wanita gitu, apalagi Tuan yang kaya gitu!" kata Wardi.
" Kenapa, Pak?" tanya Isma penasaran.
" Lo kira kenapa sampe sekarang gue nggak nikah? Padahal gue punya rumah dari hasil kerja gue sama Tuan!" kata Wardi, Isma menggelengkan kepalanya.
" Karena tubuh wanita itu nikmat, Is! Rugi kalo gue cuma nikmati satu wanita saja!" kata Wardi menyeringai. Isma yang melihat Wardi menjadi takut, ternyata orang yang selama ini dikiranya pendiam adalah seorang penggila wanita.
" Saya shalat dulu, Pak!" kata Isma yang dijawab dengan diam oleh Wardi.
Sementara Brian yang telah selesai shalat di masjid pulang ke apatement untuk mengimami Fatma shalat subuh. Kemudian mereka melanjutkan mengaji secara bergantian setelah Fatma mencium punggung tangan kanan suaminya. Lantunan ayat suci yang dilakukan Brian ternyata cukup bagus, hingga Fatma berkali-kali mengucap syukur kepada Allah SWT. Meskipun Brian baru saja mendalami Islam, tapi dia telah benar-benar mempraktekkannya. Mereka kembali ke dalam kamar setelah selesai membaca Al qur'an. Fatma turun ke lantai bawah untuk membantu Isma setelah menyiapkan pakaian kerja Brian. Sedangkan Brian telah asyik dengan laptop dan Tabnya. Setelah selesai memasak, Fatma naik ke atas untuk memanggil suaminya. Bibirnya tersenyum melihat sang suami yang tertidur di sofa dengan Tab di atas dadanya. Fatma mengambil tab tersebut dan meletakkannya di atas meja, lalu di goyangkannya pundak Brian dengan perlahan.
" Brian!" panggil Fatma. Brian membuka matanya, dia tersenyum tipis melihat istri kecilnya yang sedang tertunduk membangunkannya.
" Mandilah! Sarapan sudah siap!" kata Fatma.
" Mandiin, donk!" pinta Brian manja.
" Gak usah aneh-aneh!" ucap Fatma sebel.
" Bercanda, Za!" kata Brian dongkol, istrinya itu apa nggak bisa diajak bercanda? batin Brian, lalu dia masuk ke dalam kamar mandi. Padahal jarang-jarang Brian bercanda sama seseorang, bahkan belum pernah. Fatma melihat suaminya turun dari tangga dan menuju meja makan, Brian mendekati Fatma.
" Bisa pakaikan dasiku?" pinta Brian. Fatma bingung harus bagaimana, jika dia memakaikan dasi suaminya, dia harus berdekatan dengan dia, jika dia tidak mau, dia akan berdosa.
" Za?" panggil Brian.
" Eh, iya!" jawab Fatma diikuti senyum tipis Brian. Fatma memutar tubuhnya menghadap Brian dan menerima dasi yang diberikan Brian. Fatma mengalungkan dasi ke leher Brian dengan menjinjitkan kakinya karena tubuh Brian yang menjulang, sementara Brian membungkukkan tbuhnya agar Fatma bisa mencapai lehernya. Wajah mereka hampir saja bersentuhan jika saja Fatma tidak segera menjauh dari wajah Brian. Lalu tangan Fatma dengan lincah menyimpulkan dasi Brian dengan gugup karena mata Brian tidak terlepas dari wajahnya.
" Kamu cantik sekali!" ucap Brian tiba-tiba. Fatma bertambah gugup, wajahnya merona, untung dia telah selesai memasang dasi hingga Brian tidak dapat melihat wajah malunya karena Fatma segera menundukkan kepalanya.
" Trima kasih!" jawab Fatma pelan.
" Apa kita akan sarapan?" tanya Fatma yang melihat suaminya masih memandanginya.
" Iya!" jawab Brian yang tersadar akan lamunannya. Mereka kemudian duduk di kursi makan dan berdo'a sebelum sarapan bersama. Lalu memakan sarapan yang telah dihidangkan oleh Isma dengan Brian yang tidak lepas memandang istrinya.
" Apa kamu akan pergi mengajar?" tanya Brian. Fatma meletakkan telunjuk tangan kanannya ke depan bibir. Brian mengerti jika tidak diperbolehkan seorang muslim apabila sedang makan sambil berbicara. Setelah mereka selesai makan dan berdo'a, Fatma membereskan peralatan makan dibantu Isma.
" Apakah kamu mengizinkan aku untuk bekerja?" tanya Fatma.
" Jika aku bilang tidak, apakah kamu akan kecewa?" tanya Brian.
" Tidak! Jika kamu tidak merestuiku bekerja, aku akan tinggal saja dirumah!" jawab Fatma, sebenarnya dia sangat berat hati karena sudah sangat mencintai pekerjaannya itu.
" Aku beri kamu izin sampai kenaikan kelas! Setelah itu aku mau kamu di rumah saja!" kata Brian.
" Baiklah! Trima kasih masih memberikan aku waktu!" kata Fatma.
" Wardi akan mengantar dan menjemputmu!" kata Brian.
" Iya!" jawab Fatma. Wardi yang mendengar kata-kata Tuannya hanya menganggukkan kepalanya, dia sebenarnya malas mengantar Fatma karena menganggap Fatma hanya wanita simpanan saja dari Tuannya, kalau sudah bosan pasti dibuang.