Chloe sudah dua hari di rumah sakit, infusnya juga sudah di lepas, tapi dokter masih belum mengijinkannya pulang, itulah sebabnya sepanjang hari ini dia merengek pada Marco untuk di bawa pulang.
"Marco.....sayang....cinta....suami..... hubby.....honey...boleh ya.....?" rayu Chloe
"tidak, dokter belum mengijinkan" jawab Marco kekeuh
"tapi aku bosan, aku mau pulang.....boleh ya" pinta Chloe sambil mengedipkan mata besarnya, persis anak anjing.
"bukankah kamu selalu menggambar di ipad ?" selidik Marco, istrinya tidak pernah bertingkah sok imut seperti ini, pasti ada sesuatu yang dia sembunyikan.
"tapi aku masih bosan ?" jawab Chloe dengan bibir mengerucut.
"sejak kapan kamu bosan menggambar, kenapa aku baru tau itu ?"
"aishh..." Chloe memelototi suaminya "pokoknya aku mau pulang, kalau tetap di rumah sakit nenek setiap hari akan mencekokiku dengan ramuan anehnya" akhirnya Chloe mengatakannya dengan jujur.
Marco tersenyum dan membelai rambut istrinya "ramuan itu untuk kesehatanmu" hibur Marco
"kamu tidak meminumnya jadi kamu tidak tau rasanya, kamu tau rasanya seperti kencing kuda" omel Chloe, Marco terbahak "kenapa tertawa ? kamu tidak percaya, nanti kamu bisa mencicipinya kalau tidak percaya"
"memang kamu pernah minum kencing kuda ?" tanya Marco geli.
Chloe melengos jengkel mendengar ledekan suaminya. Tanpa membalas lagi dia turun dari ranjang dan pergi ke kamar mandi. Beberapa saat kemudian dia keluar , baju rumah sakit yang semula dia kenakan sudah di ubah baju rumahan, lalu dia mulai memasukkan semua barang-barang ke dalam tas.
Marco mengamati istrinya dengan tersenyum pasrah "oke kamu tunggu di sini aku akan tanya dokter" lalu Marco keluar dari kamar.
Tak lama setelah Marco pergi terdengar ketukan pintu dan seseorang masuk. Chloe yang sibuk membereskan barang tidak memperhatikan.
"sweety bukannya kamu sakit ?" sebuah suara bariton terdengar.
Chloe berbalik dan melihat Willy sedang menatapnya "hoho....kenapa kamu ada di sini ?" tanya Chloe
"menjenguk orang yang katanya sakit" jawab Willy "tapi sepertinya orangnya sudah segar bugar" Willy menyerahkan karangan bunga pada Chloe.
Chloe menatap bunga itu tanpa niat mengambilnya "apa itu ?"
Willy mengangkat kedua alisnya "bunga ?"
"kenapa menjenguk orang sakit bawa bunga, harusnya makanan, bunga tidak bisa di makan" gerutu Chloe sambil duduk di atas ranjang.
Willy terkekeh, dia meletakkan karangan bunga di meja samping ranjang "melihat selera makanmu sudah pulih sepertinya kamu sudah sangat sehat"
"kalau aku keluar dari rumah sakit kamu harus mentraktirku"
"oke" jawab Willy mengiyakan "memang kapan kamu keluar ?"
"hari ini" jawab Chloe yakin.
"lalu mana Marco ?" Willy mengedarkan pandangan mencari keberadaan Marco.
"dia mencari dokter" jawab Chloe sambil mengambil apel di samping meja.
Chloe menggigit apel dan menatap sahabatnya "kamu mau cerita apa ?" tanyanya.
Willy meringis "memang susah menyembunyikan sesuatu darimu"
"itu karna aku tau semua kartumu" jawab Chloe acuh.
Willy sekali lagi meringis "besok aku akan kembali ke italy"
Chloe berhenti menggigit apel dan menatap wajah suram Willy, tapi dia tidak mengatakan apa-apa.
"ayahku sekarat, mungkin hidupnya tidak akan lama lagi, ibu menyuruhku pulang dan berdamai dengannya" tambah Willy.
"aku setuju dengan ibumu, kalau kamu tidak berdamai dengan ayahmu, nanti saat beliau sudah meninggal kamu akan menyesal, aku tidak menyumpahi tapi itu fakta, ketika aku masih amnesia aku sangat menyesal ketika tau bahwa ayah meninggal, tapi ketika ingatanku kembali setidaknya aku tau bahwa ketika ayah meninggal beliau tidak perlu lagi mengkhawatirkan keberadaanku"
Willy menatap sahabatnya lama sebelum dia bergumam "tapi ayahku dan ayahmu beda, ayahmu menyayangimu dan mengkawatirkanmu sepanjang waktu, ayahku justru menjauhkanku dan mengusirku"
"bukankah kedua kakak lelakimu membencimu ?"
Willy mengangguk, kedua kakak tirinya sangat membencinya, mereka menganggap bahwa ibunya sengaja melahirkannya untuk mendapatkan harta dari ayahnya.
πππππ
Lucy, ibu Willy adalah gadis bali. Beliau dulu bekerja di sebuah kafe dan jatuh cinta pada Louis pemilik kafe dan mereka menikah lalu Lucy di boyong ke italy. Ketika mereka menikah status Louis adalah duda beranak dua yang usianya hampir sama dengan Lucy, dan mereka menentang pernikahan karna mereka menganggap Lucy menikah karma mengincar hartanya.
Louis adalah seorang pengusaha yang memiliki sebuah beberapa hotel dan restoran bintang micelin, di beberapa negara. Di bali dia punya sebuah villa dan sebuah kafe.
Jadi tidak heran mereka juga sangat membenci Willy.
Dan untuk menghindari konflik antara anak-anaknya Louis membelikan sebuah apartemen mewah untuk Willy tinggal, namun setiap sekali sebulan mereka akan makan bersama seluruh keluarga.
Willy merasa ayahnya melakukan ini karna dia juga membencinya. Meski ibunya sudah mengatakan berulang kali bahwa ayahnya tidak bermaksud begitu tapi Willy masih ngotot dengan penilaiannya terhadap ayahnya. Dan karena itulah dia selalu melakukan semua hal yang berlawanan dengan keinginan ayahnya. Hal itu tentu saja membuat hubungan ayah dan anak ini tidak harmonis.
"sebenarnya aku tidak ingin melihat lelaki tua itu..." Willy menundukkan kepalanya, ada jejak kesedihan di matanya "tapi kemarin ibu menelponku dan memohon aku pulang ke italy sambil menangis"
"mungkin ibumu ingin kamu tidak akan memiliki penyesalan ketika ayahmu benar-benar meninggal" hibur Chloe "Wil, aku merasa.....tapi ini hanya perasaanku saja dari saat aku bertemu dengan ayahmu....."
Willy mengangkat kepalanya "kapan kamu pernah bertemu ayahku ?" tanyanya heran
"umm....itu pernah sekali, ketika kamu dan Stefan sedang pergi ke pesta kolam, ayahmu datang ke apartemen mencarimu"
"lalu apa yang dia katakan saat melihatmu ?"
"ah.....ayahmu tidak mengatakan apa-apa dia hanya mengamatiku selama beberapa saat lalu pamitan pulang, tapi dia berpesan untuk tidak memberitahumu bahwa dia datang....emmm tapi aku merasa tidak enak setiap mengingat itu, karna dari cara ayahmu melihatku sepertinya dia salah paham terhadapku" jawab Chloe sambil memainkan apel di tangannya
"memang bagaimana dia melihatmu ?" Willy jadi penasaran
"caranya melihatku seakan dia menilai apakah aku akan cocok sebagai menantunya atau tidak"
Willy terbahak..."darimana kamu tau kalau dia sedang menilaimu ?"
"tentu saja aku tau, tatapannya sama dengan ayahku ketika dia menilai Andrew saat aku mengenalkannya padanya"
Willy kembali terbahak "oke kembali ke topik, apa pendapatmu tentang ayahku ?" tanya Willy setelah tawanya reda.
"aku merasa sebenarnya ayahmu sangat mencintaimu, tapi dia juga mencintai kedua kakakmu, itulah sebabnya dia menjauhkanmu dari kedua kakakmu supaya kamu tidak terluka oleh kebencian mereka"
Willy menatap kedua mata sahabatnya "mengapa kamu berasumsi demikian ?"
"Wil coba pikir secara logika berapa usia ayahmu ketika menikah dengan ibumu ? ketika kamu lahir tidakkah kamu merasa bahwa kamu lebih cocok menjadi cucu ayahmu dari pada menjadi anaknya ? seandainya aku ada di posisi kedua kakakmu, aku tentu akan memiliki pemikiran yang sama dengan mereka, dan secara otomatis aku akan mengarahkan ketidak setujuanku dengan memusuhimu, tapi ayahmu mencintai kalian, karena kalian adalah anak-anaknya, jadi agar tidak menjadi pilih kasih dia menjauhkanmu dari kedua saudaramu agar mereka tidak menyakitimu, kamu mengerti maksudku ?"
Willy tersenyum "sepertinya setelag menikah kamu jadi lebih bijaksana dan pandai menilai situasi orang lain"
Chloe cemberut mendengar sahabatnya meledeknya "sejak dulu juga sudah bijaksana"
"oya ? lalu siapa yang mencoba bunuh diri setelah di selingkuhi oleh tunangannya ?" goda Willy
"aish...jangan ungkit itu lagi, itu sudah masa lalu, itu hanya kesalahan kecil yang pernah ku lakukan, lagi pula sekarang hatiku sudah di penuhi oleh orang lain" tepis Chloe dengan wajah memerah.
"ho....ho....ho...apakah kamu sudah jatuh cinta pada Marco ? bukankah dulu kamu bersumpah bahwa kamu menikahi Marco hanya untuk membuat ayahmu berhenti menghawatirkanmu dan seumur hidupmu kamu tidak akan pernah jatuh cinta lagi pada pria mana pun ?"
Wajah Chloe makin memerah "kapan aku pernah bersumpah begitu ? maaf aku sudah lupa"
"heh.....sekarang kamu pura-pura amnesia ? akui saja kamu jatuh cinta pada Marco kan ?" desak Willy dengan senyum licik
"siapa yang bilang...." elak Chloe "lagi pula kalau benar aku jatuh cinta padanya bukankah itu wajar, secara dia suamiku" jawab Chloe dengan wajah makin merah karna malu.
"benarkah ? kamu jatuh cinta padaku ?" tiba-tiba Marco sudah muncul di kamar dengan mata berbinar.
"hei...siapa yang bilang aku jatuh cinta padamu, jangan ge er, rugi aku jatuh cinta sama 'omes', dan kamu tau tidak menguping pembicaraan orang lain itu tidak sopan" Pelotot Chloe
"aku tidak menguping, aku tidak sengaja mendengar pengakuanmu saat aku kesini" senyum Marco makin lebar.
"pengakuan apa ? siapa yang mengaku ? kamu salah dengar" elak Chloe lagi "bagaimana dokter mengijinkanku pulang kan ?" Chloe buru-buru mengalihkan pembicaraan.
"ya, dokter mengijinkan tapi dengan syarat untuk satu minggu ke depan kamu tidak boleh mandi, jahitan di perutmu belum boleh terkena air" jelas Marco
"busyet deh.....seminggu lagi" Chloe membaui kedua lengannya "kalau setelah seminggu aku berubah menjadi bau kambing apa kamu tidak keberatan ?" tanya Chloe pada Marco.
"tidak ! sebusuk apa pun baumu selera makanku tetap tidak akan berubah" jawab Marco dengan senyum licik.
"sial ! Marco apa kamu tidak bisa berpikir dengan lurus ?" protes Chloe, Marco hanya menanggapi dengan seringai.
"oke, aku pergi dulu, obrolan ini terlalu berat untuk hatiku yang jomblo" pamit Willy
"eh...kamu jangan kabur, kamu janji mentraktirku makan begitu aku keluar dari rumah sakit, jadi aku menagih janjimu sekarang sebelum kamu pulang ke negaramu" cegah Chloe.
Willy akhirnya mengangguk pasrah, sepertinya hari ini dia harus menghabiskan beberapa ratus ribu hanya untuk mentraktir mulut rakus sahabatnya.