Chloe mengedipkan matanya berkali-kali, untuk memastikan bahwa orang yang berdiri di depannya adalah pasangan tua Margono.
"kenapa kalian ada di sini ?" tanya Chloe sadis
"pletakkk....." kakek Margono menyentil kening Chloe.
"kakek....itu penganiayaan terhadap orang sakit ?" protes Chloe sambil mengusap keningnya dengan bibir mengerucut.
"mana ada orang sakit yang kabur dari rumah sakit ?" geram kakek Margono, beliau melangkah masuk ke dalam rumah tanpa ragu.
Chloe mundur dan memasang kuda-kuda untuk kabur, tapi sebelum dia sempat lari tangan kakek Margono sudah mencengkeram kerah bajunya "kakek aku masih sakit dan dokter menyarankanku untuk istirahat" kata Chloe dengan wajah licik.
"sekarang kamu mengaku sakit, kalau begitu minum obatmu" jawab nenek Margono dengan senyum yang tak kalah licik. Beliau langsung berjalan ke dapur, kakek Margono mengikuti di belakangnya sambil menyeret Chloe.
Chloe melihat Marco keluar dari ruang kerjanya, dengan penuh permohonan dia berteriak "Marco selamatkan aku, kedua orang tua ini mau meracuniku"
Marco berjalan menghampiri mereka "selamat pagi kakek, nenek" Marco mengucapkan salam dan mengangguk pada pasangan tua Margono. "jadilah baik dan minum obatmu" kata Marco sambil menepuk kepala istrinya yang telah di dudukkan di kursi makan.
"jadi kamu bersekongkol dengan mereka ?" tanya Chloe, seakan dia telah di khianati oleh suaminya.
"itu untuk kebaikanmu" jawab Marco lembut.
Chloe cemberut, nenek Margono menuang obat rasa kencing kuda ke dalam mangkuk dan menyerahkannya pada Chloe "dengarkan suamimu dan minumlah ini" kata nenek Margono dengan lembut.
"tidak mau !" jawab Chloe keras kepala
"anak nakal.....kamu bukan lagi anak-anak, kenapa masih sulit sekali menyuruhmu minum obat" kata nenek Margono dengan sedih.
"aku benci minum obat" Chloe masih tetap keras kepala.
"kakek membawa lolipop untukmu" kakek Margono mengeluarkan lolipop dari saku celananya dan menyerahkannya pada Chloe.
Chloe makin mengerucutkan bibirnya "kakek aku bukan anak umur lima tahun lagi" protes Chloe, lalu Chloe menatap nenek Margono "oke aku akan meminum itu asal nenek katakan dengan jujur apa kegunaan ramuan menjijikkan itu untukku"
Nenek duduk menarik kursi di depan Chloe dan duduk "kamu telah mengalami keguguran, meski dokter mengatakan bahwa rahimmu baik-baik saja, tapi ramuan ini akan membantu pemulihan rahimmu dengan cepat di banding obat dokter"
"wow....benarkah, seberapa manjur khasiatnya" cibir Chloe
"nenek membuatnya sendiri.....anak nakal...kamu meragukan nenek ?" pelotot nenek Margono.
Chloe membalas pelototan nenek Margono lalu tersenyum licik "berapa lama aku harus meminumnya ?"
Mata nenek Margono langsung bersinar mendengar pertanyaan penuh kompromi cucu kecilnya "setidaknya sebulan"
"baik" Chloe mengangguk penuh kooperatif.
Nenek Margono menyipitkan matanya dengan curiga 'sejak kapan anak berandal ini setuju dengan mudah, pasti ada sesuatu yang dia rencanakan'
kalau obat nenek memang berkhasiat aku akan memberikan beberapa buyut untuk nenek, tapi apa yang akan nenek berikan padaku sebagai gantinya ?" senyum licik kembali menghiasi wajah Chloe.
"plakkk....."
"aauuu....." Chloe mengelus kepalanya saat kakek Margono memukul kepalanya "kenapa kakek memukulku ?"
"anak berandal, kamu mau mengambil keuntungan dari nenekmu sendiri, cih...dari siapa kamu belajar menjadi licik ?" kakek Margono melotot tidak puas pada Chloe.
"dari kakek" jawab Chloe
"hah...kakek tidak selicik kamu" bela kakek Margono, Chloe mencibir
"kakek tua, bukankah seharusnya kamu bangga karna cucumu lebih hebat darimu, kamu yang telah merusaknya" nenek Margono membela cucu kecilnya, Chloe tersenyum bangga
"kapan aku merusaknya ?" kakek Margono tidak terima di salahkan.
"heh...jangan pura-pura lupa, siapa yang mengajari anak umur lima tahun berjudi di kasino ?" cibir nenek Margono, Chloe mengangguk setuju.
"itu bukan sepenuhnya kesalahanku, anak ini yang merengek minta di ajari" kakek Margono masih mencoba membela diri.
"lalu kalau dia merengek minta di ajar mencuri, apa kamu juga akan mengajarinya ?" nenek Margono menatap suaminya dengan pandangan menghina.
"oh...kalau itu sudah lain ceritanya, mencuri itu pada dasarnya adalah sifat bawaan manusia, tanpa harus di ajar asal mereka ada niat pasti bisa menjadi pencuri"
"lihat lidahmu yang lihai, pintar mengubah segala sesuatu seakan itu adalah hal yang masuk akal"
sementara kakek dan nenek Margono berdebat, Chloe pelan-pelan menggeser pantatnya sampai di ujung kursi sambil terus mengompori pasangan tua itu berdebat, dia melakukan itu dengan sangat alami. Dan ketika pantatnya sudah setengah bergeser dari kursi dia mengambil kuda-kuda.
Marco mengamati semua gerakan istri mungilnya dengan sudut bibir terangkat, 'memang gadis yang licik' batinnya.
Chloe membungkuk dan berbalik untuk melarikan diri tapi tangan kakek Margono meraih kerah bajunya dan meletakkannya kembali ke kursi.
"berandal, kamu sengaja mengalihkan perhatian kami untuk kabur...heh....dalam mimpimu" geram kakek Margono.
"aku tidak kabur, aku cuma mau ke kamar mandi" elak Chloe.
Nenek Margono tersenyum sambil mendorong mangkuk berisi obat herbal buatannya ke depan Chloe "anak baik, minum cepat" kata-katanya pelan, manis tapi mengandung ancaman.
"tapi kita belum menyelesaikan kesepakatan" Chloe melirik mangkuk dengan bulu kuduk meremang.
"habiskan dulu itu, ketika kamu sudah melahirkan baru kita lanjutkan kesepakatan" senyum nenek Margono masih bertahan.
Chloe hampir menangis mengingat rasa obat yang mengerikan itu, dia melirik Marco dan tiba-tiba dia berkata "aku mau minum kalau dia memberiku minum dengan mulutnya" Chloe yakin Marco akan menolak, dia manusia berwajah batu tidak mungkin dia akan memberinya minum dengan mulutnya di depan kakek neneknya.
Marco mengangkat sebelah alisnya, lalu tersenyum "tentu" jawabnya.
Chloe melotot "tu.....tung...tunggu...cup...glekk..." belum selesai dia protes bibir Marco sudah menempel di bibirnya dan mengirim obat ke dalam mulutnya yang terbuka ketika memprotes, Chloe tertegun.
Marco melakukan itu beberapa kali sampai obat di dalam mangkuk habis. "gadis pintar, jadi kamu mau aku membantumu minum obat seperti ini setiap hari ?" tanya Marco dengan senyum cabul.
Chloe menatap kosong padanya, masih merasa bingung dengan apa yang di lakukan suami omesnya barusan.
"aku akan memberikan penawar, agar mulutmu tidak pahit lagi" kata Marco sambil menundukkan kepala dan menanam ciuman di bibir istri mungilnya. Lidahnya bahkan menjelajah ke rongga mulutnya.
"uhmmm...." gumam Chloe, tapi tiba-tiba dia tersadar dan mendorong dada suaminya "brengsek Marco, kamu tidak malu di lihat nenek sama kakek" protes Chloe begitu bibir suaminya menjauh dari bibirnya, lalu dia mengamati ruang makan dan jejak keberadaan pasangan tua Margono itu sudah tidak ada "kemana mereka ?" tanya Chloe bingung.
"mereka pergi, masih ada urusan" jawab Marco, dia mencubit dagu istrinya dan berbisik "ayo kita lanjutkan" lalu dia kembali mencium istrinya.
'kalau penawar obatnya seperti ini bukankah minum obat menjadi hal yang menyenangkan ?' batin Chloe.
💞💞💞💞💞
Di penjara memiliki kebijakan, setiap hari sabtu para tahanan akan di beri waktu sedikit lebih lama untuk bertemu dengan keluarganya, dan keluarga juga bisa membawakan makanan dari rumah.
Tante Jesica juga tidak memanfaatkan kesempatan tersebut untuk datang melihat Jocelyn, anak semata wayangnya. "sayang, mama membawakan sup iga kesukaanmu, makanlah !"
Jocelyn mengambil kotak makan yang di berikan padanya dan makan dengan lahap.
"Celyn....mengapa kamu tidak mencoba minta maaf pada Marco, agar dia mencabut tuntutannya terhadapmu ?"
Jocelyn menghentikan makannya dan menatap mamanya "tidak akan" lalu dia melanjutkan makannya "aku justru menyesal mengapa aku tidak langsung membunuh dan memutilasi perempuan sialan itu"
"Celyn....jaga kata-katamu" tante Jesica mengingatkan.
"kenapa ? itu kenyataannya, kenap aku harus menutupi perasaanku" jawab Jocelyn arogan.
"Celyn, kamu akan menghabiskan masa mudamu di penjara kalau kamu tidak menyesali perbuatanmu, Marco mengajukan tuntutan terhadapmu bukan hanya karna kasus penculikan tapi juga pembunuhan terencana"
"buktinya perempuan itu tidak mati"
"tapi bayi di perutnya mati dan Marco tidak akan melepaskanmu tanpa hukuman yang berat"
Mata Jocelyn berbinar senang "perempuan itu hamil ? ha.....ha.....ha....dan bayinya mati ?....ha.....ha....ha..." Jocelyn tertawa dengan gila. "itu adalah berkah dariku, bayinya mati ha....ha...ha...."
"Jocelyn kendalikan dirimu" tegur tante Jesica di sela-sela giginya yang terkatub, sambil melirik pengunjung yang lain. "berhenti mengejar Marco, dia sudah menikah dan dia tidak pernah mencintaimu"
"suatu saat dia akan menyadari perasaanku dan membalasnya" jawab Jocelyn keras kepala.
"hentikan delusimu, mama rasa kamu perlu psikiater"
"ma..." Jocelyn menatap manik mata mamanya "aku tidak akan menjadi pengecut seperti mama, yang tidak berani memperjuangkan orang mama cintai"
"kamu bicara ngelantur"
"ma.....aku tau mama jatuh cinta pada om Surya sejak masih sekolah, tapi mama tidak berani menyatakannya karna om Surya memiliki orang yang dia cintai, ketika om Surya menjadi duda dan mama telah bercerai baru mama mengakui perasaan mama dan menikah dengan om Surya, tidakkah mama merasa itu sedikit terlambat ?"
"Jocelyn......."
"ma...aku tidak akan pernah berhenti mencintai Marco, dan aku juga tidak akan pernah menyerah untuk mendapatkannya, aku akan membunuh siapa pun yang menjadi istrinya" Jocelyn berdiri dan berbalik "ah...ma sup iganya enak, mama bisa membawakannya setiap sabtu" dan Jocelyn pergi meninggalkan mamanya yang masih tertegun dengan kata-katanya.