Hari ini cuacanya cukup mendukung. Tidak terlalu panas dan tidak hujan juga. Sejuk. Yewon merasakan kulitnya yang dingin karena hembusan angin. Dia nyaman dengan cuaca ini. Tapi tidak seperti hatinya. Tekatnya sudah bulat untuk menjauhi pria itu. Walaupun berat, namun kali ini Yewon mendengarkan apa yang dikatakan teman-temannya. Mencoba. Entah berhasil atau tidak.
Ini hari libur. Tapi Yewon sudah bangun dari awal. Disuruh ibunya berjooging. Sebenarnya kalau libur, dia malas bangun pagi. Bangun tengah hari atau di senin pagi. Ya, tidur 48 jam. Bisa dibayangkan? Owh, itu biasa baginya. Tidak makan, tidak mandi. Hanya mendekam diri di kamar. Tidak keluar ataupun sekiranya menonton televisi untuk menghibur diri. Tapi Yewon lebih memilih bergulingan di kasur empuknya. Nyaman saja.
_____***_____
"Yewon-ah, ibu pergi dulu. Jaga rumah baik-baik ne?" ujar ibunya. Sudah rapih dengan parfum aroma khasnya. Yewon bisa mencium harum itu.
Gadis itu menarik lebar-lebar bibirnya ke atas, "Ibu mau kemana?"
"Ke toko butik biasa."
Tiba-tiba kedua pupil matanya membulat sempurna. Wajah itu mendadak tersenyum sumringah. "Aku ikut ya?"
Ibunya mendengus, "Ingin bertemu Yoongi lagi?" pekiknya.
.
.
.
.
.
.
.
Astaga, ibunya terlalu peka untuk mencerna semua ini. Dan-----apa katanya? Bertemu Yoongi? Apa benar yang dikatakan ibunya kalau dia sebenarnya rindu dengan pria Min itu? Oh, ayolah-----Yewon sudah lelah mengingatnya. Tapi, dia ingin melihat wajah pria itu sekali saja. Boleh, tidak?
"Tidak bu, aku ingin ikut saja. Apa ibu mau mengurungku terus disini? Aku bosan." ujar Yewon. Gadis itu memanyunkan bibirnya.
Wanita paruh baya itu lagi-lagi mendengus kesal, "Baiklah, ayo."
Langkahnya tiba-tiba terhenti. Lalu, membalikkan badannya menghadap Yewon.
"Dengan syarat."
"Apa?" Yewon melongo. Heran, sungguh.
"Jangan menghampiri Yoongi itu."
Gadis itu kembali terdiam. Tidak yakin dengan syarat yang diberikan ibunya. Apakah bisa? Mengapa rasanya ingin sekali melihat wajah tampan itu? Ah, Yewon pasti sudah gila. Dirinya hanya bisa tertunduk tak berkutik. Memainkan jari-jari tangan, sesekali menatap ujung sandal jepitnya, berwarna coklat muda. Di tengahnya bermotif biskuit. Shooky. Imut, sungguh. Wajahnya ditekuk cemberut. Sedikit kesal.
"Bagaimana? Tidak bisa, eoh?"
Ibunya menghela nafasnya kasar, "Hah-----sudah ibu bilang, kau itu inginnya bertemu Yoongi. Kau tidak bisa menipu ibu, Yewon-ah! Ibu mudah menebak kata hatimu."
Ibunya tersenyum miring. Tapi Yewon sebaliknya. Terlihat jelas ketakutan di raut wajahnya. Yewon itu mudah ditebak. Tidak juaranya berbohong. Ibunya sudah tau hal itu.
"Tidak bu, aku tidak ingin bertemu Yoongi. Aku hanya ingin jalan-jalan keluar. Tidak boleh?" ujarnya berbohong. Kembali berusaha menutupi kebohongan dan wajah polosnya disana.
"Janji?" menyodorkan jari kelingkingnya ke hadapan Yewon.
Gadis itu tersenyum sumringah. Senang, akhirnya kemauannya dituruti sang ibu. Disambar lah jari kelingking ibunya, "Janji."
Mengusak pucuk kepala anak gadisnya, "Ayo, nanti kita terlambat."
.
.
.
.
.
.
.
Sampai.
Akhirnya mereka sampai di sebuah toko butik sederhana itu. Yewon melihat disekitarnya, banyak karyawan-karyawan yang mondar-mandir menganggut barang kesana kesini. Semuanya sibuk dan terlihat profesional saat bekerja. Tapi rasanya mengapa ada yang kurang?
Yewon masih celingak celinguk mencari seseorang. Kurang puas hanya melihat beberapa karyawan yang tidak ia kenal.
Mungkinkah sebenarnya gadis itu ingin menemui Yoongi lagi? Oh, Yewon sendiri masih tidak tahu. Ah, tapi-----dia sudah berjanji dengan ibunya. Tidak untuk menemui Min Yoongi itu. Namun, apa dia bisa menepati janjinya? Jawabannya, tidak.
Pupil matanya membesar ketika melihat pria itu tengah sibuk mengangkat kardus-kardus di sudut toko. Yewon bertemu Yoongi. Apa yang harus ia lakukan? Mengapa rasanya langkah kaki sialan ini ingin menghampiri Min Yoongi itu? Susul, tidak? Hanya itu yang dipikirannya sekarang. Yewon masih terdiam, terus memandanginya dari kejauhan. Dia memperhatikan Yoongi yang tengah sibuk bekerja. Melihat wajahnya yang mengeluarkan banyak peluh dan mengusapnya secara bersamaan. Seksi, sungguh.
"Ah, apa yang kau pikirkan Yewon-ah?" Yewon memekik dirinya sendiri dalam hati.
Otak kotor sialan nya itu terus saja membayangkan dirinya mengusap----atau inginnya mengelap wajah yang berkeringat itu. Yoongi terlihat makin tampan. Postur tubuhnya terlihat lebih ideal ketika energic bergerak kesana kemari seraya mengangkat kardus-kardus itu. Oke, Yewon berkhayal lagi.
"Astaga, aku sudah tidak polos lagi----hanya karena Min Yoongi itu." Jeda, "Yoon, jangan tampan-tampan ya? Sekali saja."
Entah apa yang Yewon katakan di dalam hatinya. Konyol, memang. Dia sering gila hanya karena memikirkan pria itu. Jika tidak, bukan Kim Yewon mungkin.
.
.
.
.
.
.
.
Yewon tidak tahan. Langkahnya ingin segera menghampiri pria itu. Tidak bisa berdiam dan membiarkan Yoongi disana. Tidak tega saja. Atau----mungkin karena alasan rindu? Oh, entahlah. Akhirnya gadis itu berlari juga menghampiri Yoongi. Tapi, tiba-tiba tangan mungil itu seperti ada yang menahannya. Yewon berbalik badan. Ingin mengetahui siapa yang mencegahnya berlari.
"Kim Yewon, mau kemana?"
Sial, itu tangan ibunya.
Ya, wanita paruh baya itu langsung bergerak cepat menarik tangan sang anak yang berusaha kabur dari sisinya. "Tidak untuk menyusul Yoongi. Kau tidak ingat janji?"
Oh, ibunya lagi-lagi terlalu peka dengan apa yang Yewon pikirkan. Hebat, ya? Paham bagaimana situasi hati anak gadisnya yang tengah bimbang seperti ini. Seorang ibu itu memang benar-benar hebat. Yewon sampai heran melihatnya. Paling mengerti perasaan anaknya. Mungkin adanya koneksi atau----bisa dibilang ikatan batin?
"Bu, ku mohon----untuk sekali saja. Ya?" Yewon memohon pada ibunya. Untuk menemui pria itu.
Menggeleng cepat, seraya memejamkan matanya sebentar. "Tidak. Itu sudah perjanjian kan?" ujar sang ibu.
Pupil matanya mengecil. Bibirnya dipoutkan ke depan seraya memperlihatkan puppy eye disana. Yewon memohon ke ibunya. Sangat. Bahkan terlihat jelas banyak beraegyo di wajahnya yang polos.
Ibunya mendengus kesal. Akhirnya menyerah dengan sang anak. Tidak tega jika Yewon sudah begini. "Hah----Ya sudah, terserah. Ibu juga tidak akan membelamu jika nanti Yoongi itu masih bersikap sama ke kamu."
Yewon tersenyum sumringah. Senang karena berhasil memohon kepada sang ibu. Memang aegyo itu yang paling terbaik jika sewaktu-waktu dibutuhkan. Begitu kata batinnya. Tanpa berlama-lama lagi, akhirnya langkah kaki itu bergerak cepat berlari ke sudut toko. Tempat Yoongi berada. Dirinya masih sibuk disana. Sendirian. Tadi temannya sudah pergi entah kemana. Justru itu Yewon berani menghampiri Yoongi.
"Yoon?"
Yewon masih sama seperti biasanya. Ragu-ragu setiap kali memanggil nama itu.
Yoongi sedikit terkejut. Kemudian, menaruh kardus yang diangkat dan ditaruh ke lantai. Lalu, berbalik badan. "Buat apa kesini?" ketus pria itu.
"Aku ada perlu, Yoon. Tidak untuk menemui mu, kok."
Oh, entah keberanian dari mana gadis itu mulai berani berbicara sedikit lebih kasar dari biasanya. Padahal, selama ini dia selalu menggunakan alasan 'Aku ingin bertemu denganmu, Yoon. Apa tidak boleh?' Dan sekarang----bahkan Yewon dengan savage nya mengucap kata itu langsung di hadapan Yoongi.
Tidak ada lagi ucapan manis untuk pria Min itu. Yewon hanya memperlihatkan sisi kuatnya saja padanya. Tidak harus mengejar dia terus kan? Yewon tahu jika Yoongi sudah muak sekali dengan semua sikap perhatiannya selama ini. Dan kali ini, dia harus bersikap layaknya gadis biasa saja terahadap pria itu.
"Oh, baguslah kalau begitu." ucap Yoongi datar. Kelewat datar, sampai tidak ada ekspresi sama sekali disana.
Sakit. Entah mengapa dada Yoongi terasa sakit disana. Ini bukan seperti Yewon biasanya. Padahal, dia berharap supaya gadis itu segera menjauhinya. Bosan. Tidak suka dengan setiap kehadirannya. Nyatanya sekarang? Bahkan Yewon telah memperlihatkan sisi cueknya pada pria itu. Seketika membuat Yoongi berfikir, Apakah tidak ada lagi cinta disana? Kemana semua perhatian itu?
Yoongi sedikit menyesal. Namun, di satu sisi dia juga takut dengan apa yang dibilang sahabatnya Hoseok saat itu. Mungkin sekarang sudah jelas tanda-tandanya. Yewon sudah menyerah dengan perasaannya. Kapok mencintainya. Tidak pernah dihargai oleh pria itu. "Tuhan, mengapa disini rasanya sakit? Ucapan Yewon barusan sangat membuatku sedikit lebih tenang. Dia tidak mengejarku lagi." Jeda, "Tapi----mengapa sesak mendengar ucapan itu?" batin Yoongi.
Jujur, Yoongi seperti orang bodoh sekarang. Kemenangan itu akan berpihak padanya. Sebab, apa yang dia harapkan tidak lama lagi akan terjadi. Yewon sudah tidak lagi perhatian padanya. Namun, dia juga takut kehilangan gadis itu. Ah----Yoongi frustasi. Tidak bisakah ada orang yang ingin menolongnya di saat seperti ini? Jika ada Jungkook, mungkin Yoongi akan langsung bercerita padanya. Bercerita soal gadis itu.
Pikirannya benar-benar kacau sekarang. Tapi, bukan Yoongi namanya kalau memperlihatkan wajah paniknya di hadapan Yewon. Dia yang jadi pemenangnya kalau urusan menutupi ribuan ekspresi disana. Dan Yoongi, tetap menanggapinya santai. Berada di satu ekspresi. Datar. Tidak jauh dari bentuk itu. Memang wajahnya saja yang tidak punya ekspresi, mungkin?
Ah, bukan----maksudnya dia tipe orang yang tidak suka merespon berlebihan. Ekspresi yang dia punya, banyak. Hanya saja, jarang sekali dia perlihatkan.
"Yoon, melamun?"
Yewon menyentuh lengan pria itu. Membuat Yoongi sontak tersadar dan kembali fokus dengan pekerjaannya.
"Tidak. Hanya ingin berhenti istirahat sebentar."
Oke, Yoongi berbohong lagi.
.
.
.
.
.
.
.
"Ambil lembur lagi, Yoon?"
Yoongi mengangguk tanpa ekspresi. Tidak ada gairah menjawab pertanyaaan gadis itu.
"Oh, ya sudah." ucap Yewon singkat. Kelewat singkat. Sampai Yoongi sendiri pun tidak percaya jika yang berbicara ini Yewon.
Astaga,-----mendengar ucapan kelewat singkat itu justru membuat Yoongi semakin khawatir. Entah khawatir apanya? Dia sendiri pun masih bingung. Tidak mengerti apa mau hatinya.Yang jelas, Yoongi merasakan sakit hati sekaligus khawatir secara bersamaan dengan sikap Yewon kali ini. Biasanya, Yewon akan bilang, 'Yoon, jangan terlalu sering ambil lembur. Tubuhmu juga butuh istirahat. Dan jagalah kesehatan. Jujur----aku sangat khawatir padamu, Yoon.'
Begitu ucapan yang sering Yoongi dengar dari mulut gadis itu biasanya. Tapi sekarang? "Ah, mengapa jadi aku yang berharap jika dia mengatakan itu?" pekik Yoongi dalam hati. Yoongi lagi-lagi kepikiran dengan ucapan Hoseok waktu itu. Tapi, apa benar Yoongi takut kehilangannya? Entah----, dia sendiri pun masih belum tahu ada apa dengan perasaannya saat ini.
"Tidak khawatir padaku?"
_____***_____
Sial. Kenapa malah mulutnya mengucap begitu? Ah, Yoongi semakin frustasi. Yewon sudah bisa menebak itu. Sikapnya akan lebih mudah ditebak ternyata. Jika dia sudah benar-benar bingung, dia akan mengucap apa adanya. Apa yang ada di dalam pikirannya. Sikapnya seperti Eunbi ternyata. Bukankah kebanyakan pria tsundere memang begitu? Dia akan mengucap frontal apa yang keluar di dalam hatinya. Sama seperti Min Yoongi ini. Tapi, Yewon sangat suka dengan sifat yang malu-malu begitu. Imut, sungguh. Yewon gemas.
"Apa? M- Maksudnya, aku harus selalu khawatir padamu, begitu? Kalau tidak, memangnya kenapa?"
Yoongi terdiam. Sungguh, tidak ada lagi yang dia harus katakan. Sial, Yoongi malu. Benar-benar malu. Ucapannya membuat Yoongi bungkam. Sekarang, sifat savage itu menular ke Yewon, mungkin. Dan kedua pipinya mulai memerah. Yang bisa Yoongi lakukan, hanya menunduk. Menyembunyikan wajah malunya dari gadis itu. Sekarang, mau taruh dimana harga dirinya? "Ah, shit!" makinya dalam hati.
"Yoon, jawab. Memangnya aku harus selalu mengkhawatirkanmu? Jika tidak, kenapa? Ada masalah?"
Yoongi buru-buru menjawab pertanyaaan bertubi-tubi yang telah membuat dirinya malu itu, "Sudah, tidak! Tidak apa-apa.
A- Aku hanya salah bica-----"
"Kim Yewon?" terdengar teriakan seseorang dari ujung sana. Itu ibunya Yewon. Dia sudah selesai berbelanja. Padahal tanpa mereka sadari, sedari tadi wanita itu terus memperhatikan mereka dari kejauhan.
Ibunya hanya khawatir jika anak gadisnya diperlakukan masih sama dengan pria itu. Dicueki dan bahkan tidak pernah dihargai. Oh, ibunya sudah sangat tahu sikap Yoongi dari dulu. Yewon sering bercerita padanya. Dan jujur, sang ibu tidak suka dengan pria Min itu. Dengan segera, Yewon meninggalkan Yoongi yang masih berdiam kaku disana.
"Yoon, aku dipanggil ibu. Aku pamit, ne?" ujar Yewon.
Tidak menjawab. Yoongi lebih memilih diam. Terus menatap langkah gadis itu yang lambat laun menjauh dari hadapannya.
.
.
.
.
.
.
.
"Sudah puas melepas rindu dengan Yoongi itu?"
.
.
.
.
.
~ to be continued ~