Ziah mengetuk pintu rumah orang tuanya yg sederhana masih seperti yg dulu, lelah bercampur kesal, wajah itu mengguratkan kekecewaan sekaligus amarah yg tak sanggup di luapkan.
"Assalamualaikum"suara Ziah pelan sekali, dan cenderung lemas.
"Waalaikumsalam"jawaban dari dalam rumah, syukur yg punya rumah masih mendengar suaranya hingga membuka pintu rumah tsb.
"Kamu?"Ariska membulatkan mata, melebar seperti biji salak di antara bulu bulu lentik yg menambah ketajaman di mata gadis pertengahan 30 tahun itu yg juga belum menikah di usia matangnya tsb.
"Kakak"ucap Ziah pelan, dg langkah lemas seperti Zombie sang calon Alvino muda itu menghampiri kamarnya, Ariska melotot tajam dan mengikuti langkah gadis itu.
"Hei, dari mana kamu ha?"Bentak Ariska, wanita itu di penuhi amarah ulah Ziah yg tiba2 datang tanpa berkabar terlebih dahulu itu.
Ziah yg hendak berbaring di ranjang butut yg sekian lama di tinggalnya merantau mengurungkan niat dan duduk di tepian ranjang tsb.
"Kejam, aku baru datang bukannya di peluk, kangen gitu kek sama adek mu ini, tapi gak aku malah di bentak"upat Ziah, bersungut sungut.
"Ya maaf, ceritakan gimana bisa kamu tiba2 pulang tanpa berkabar begini? Apa kamu menyadari kesalahan yg telah kamu lakukan?"Ariska menatap Ziah lekat
"Sebenarnya Ziah udah nyampe dari semalam kak "jawab Ziah kepalanya tertunduk ragu.
"Lalu kemana kamu semalam dan tidur dimana?"
"Aku semalam di rumah tuan tanah"Ziah menatap mata Ariska, sang kakak semakin melebarkan matanya akibat kaget mendengar jawaban sang adik.
"Apa? Tapi kenapa? Apa gak bisa pulang dulu"bentak Ariska.
"Maaf kak, Ziah merasa bersalah terhadap Al, Ziah merasa harus bertanggung jawab atas semua ke kacauan ini, Ziah ingin membuat Al menyadari kenyataan yg ada dan kembali seperti dulu"
"Jangan bilang kamu bermimpi lagi dg nya?"Ariska menyipitkan mata.
"Sayangnya itu benar kak, Ziah melihat Al mati dalam mimpi Ziah, karna itulah Ziah buru2 pulang takut semuanya terlambat"
"Bagus lah kalau kamu berfikir seperti itu, tapi jangan bilang kamu tidur di ranjang nya Al Wijaya itu?"Ariska kembali menatap tajam sang adik, Ziah bergidik ngeri melihat ekspresi kakak nya tsb.
"Iya kak, Ziah tidur di ranjang yg sama dg Al, seperti saat itu"jawab Ziah nadanya cukup lantang berucap demikian.
Ariska melebarkan mata, dan berniat akan memarahi gadis itu, tapi belum sempat Ariska berbicara tiba2 "Plaaak..."
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi mulus Fauziah menyisakan Rona Merah disana pastilah itu sangat perih Ziah meringis dan memegangi sebelah pipinya itu.
"Dasar anak tidak tau diri, murahan, wanita jalang kamu ya?"Sarkas Sarah, matanya sampai memerah menyiratkan kekecewaan dan amarah yg melimpah ruah.
"Bibi...?"Pekik Ariska, gadis itu begitu terkejut melihat Sarah yg tega menampar putri kebanggannya itu dan berucap sangat kasar, sungguh di luar sifat yg biasa ada pada diri Sarah.
"Maaf ibu..Zi..Zi...Aku bisa jelaskan semuanya, ini tidak seperti yg ibu kira"Ziah sampai terbata bata, rasa sakit di pipinya tidak lah sebanding dg rasa sakit karna sang ibu yg tidak mempercayainya dan memilih bersikap kasar kepadanya.
"Apa yg mau di jelaskan ha? Lihat diri kamu? Wah Ziah, kami merantau, atau bekerja sebagai pelacur disana ha?"Sarkas Sarah lagi.
Itu bahkan lebih kejam dari hinaan yg Miranti pernah lontar kan waktu itu, Sarah benar benar di luar kendali, sang ibu sepertinya di kuasai oleh amarahnya sendiri.
Ziah menumpahkan butiran2 bening dari sudut sudut mata indah nya, dia tidak pernah membayangkan akan sesakit ini seorang ibu yg sangat di cintai nya tega berkata demikian.
Gadis ini tidak menaruh kekesalan terhadap sikap sang ibu tapi, hatinya hanya hancur sebelum bisa menjelaskan kronologi kejadian sebenarnya.
Sarah langsung mendakwah sang anak tampa memberikan sang anak kesempatan untuk membela diri.
"Ibu...Maafin Ziah Bu....Maaf"Ziah tersungkur di hadapan sang ibu, memegang dan menciumi kaki wanita itu sehingga punggung kaki Sarah basah oleh bulir2 bening yg tumpah dari mata sang anak.
Sarah tetap berkeras tidak merasa kasihan terhadap putri nya itu, hingga akhirnya pak Kadir pun datang sebagai hakim nya.
"Ada apa ini?"Pak Kadir melebarkan mata ke arah istrinya dan Fauziah pun berhamburan memeluk sang ayah.
Ariska diam terpaku menyaksikan drama menguras emosi dan hati ini.
"Ayah.....Ziah gak salah..Ayah tolong jelaskan pada ibu.."Rintih Ziah di pelukan sang ayah, pak Kadir menyayangi putrinya tanpa batas dia tetap bersikap lembut dan membelai sang anak di pelukannya.
"Ibu apa kan dia ha..?"Bentak pak Kadir ke pada istrinya, Sarah tidak menggubris perkataan suaminya itu dia hanya diam dan menitikkan air mata.
"Dia baru pulang bu, sekian lamanya dia pergi dari kita menafkahi keluarga ini, entah bagaimana sakit nya hidup yg dia alami tanpa kita, tapi ibu tega berbuat seperti ini, ayah kecewa sama ibu"ucap pak Kadir dg nada yg cukup tinggi.
"Ayah jangan marahi ibu, jangan ayah..."lirih Ziah kemudian dia kembali memeluk sang ayah, dan terisak Isak disana, pak Kadir menghempaskan nafasnya dg kasar dan mengusap rambut putri kesayangan nya itu.
"Seharusnya ayah bunuh saja putri mu ini, dia bahkan tidak pantas hidup"Sarah kembali melemparkan peluru peluru tajamnya itu.
Mata pak Kadir seketika memerah karna amarah, sang istri benar2 menguji kesabarannya, hingga akhirnya pak Kadir mengangkat tangannya ke pada sang istri.
Sarah pun terkaget dan memiringkan kepalanya seraya menutup sebelah pipi itu.
"Ayah jangan.."Teriak Fauziah yg langsung memegang tangan pak Kadir, hingga kejadian itu berhasil di cegah sang putri, Sarah berlega hati tamparan keras sang suami tidak jadi mendarat di pipinya.