"Apa kita tidak perlu meluruskan kesalahpahaman ini?"Ucap Al, menatap dg tajam ke arah Fauziah.
"Apa yg salah paham, semua tampak jelas"Ziah mengedikan bahunya.
"Itu kan yg tampak oleh mata kamu, tapi ada hal yg tidak kamu ketahui "Al meyakinkan Ziah dan memegang kedua bahu Ziah, Ziah mengalihkan pandangannya, ke arah hamparan sungai yg mengalir tanpa pamrih, sumber kehidupan warga desa, Ziah menyipitkan mata lalu menghembuskan nafas dg kasar.
"Semua sudah berakhir Al "jawab Ziah dg lirih.
"Tidak Ziah, jika pun kamu lebih memilih orang lain, aku ikhlas asal kamu bahagia"
"Oh ya"
"Ya tentu "
"Kalau gitu lepaskan aku, biarkan aku bahagia, aku sudah tidak ada rasa sama kamu"ketus Ziah
"Ya tapi dengar dulu penjelasan aku"desak Al.
"Penjelasan apa Al?"
"Aku bukannya ingin mempermainkan kamu, aku belum menyatakan cinta ke kamu bukan karna gadis lain ataupun hanya sekedar candaan seluruh warga desa, tapi aku menunggu waktu yg tepat dimana kita sama2 dewasa, dan aku tidak pernah menginginkan kamu sebagai pacar ku, aku ingin kita langsung menikah, sedikitpun tidak ada niatan untuk mempermainkan hati kamu, asal kamu tau kejadian yg pernah menimpa kita malam itu, sampai saat ini masih menyakitkan aku merasa bersalah dan bertanggung jawab atas diri kamu, hal itu yg hingga kini membuat aku enggan menjalani kehidupan dg orang lain, aku terikat ziah, seperti kamu yg menderita karna menahan perasaan itu, aku bahkan lebih menderita ziah, aku lebih hancur di bandingkan kamu"jelas Al, panjang dan lebar.
Dia berkali kali mencoba meyakinkan Ziah dg menatap matanya lekat.
Malam itu seolah merusak mental dan perasaan seorang Al meski dia laki2 bisa saja lari tapi tidak dia tetap ingin mempertanggung jawabkan semuanya.
Meskipun dia sendiri kurang yakin kejadian itu benar atau tidak.
"Maafin aku Al, tapi semua sudah terlanjur, andai kamu menjelaskan nya dari dulu"Ziah menitikkan air mata.
"Ya Ziah aku sangat mengerti, jika kamu mau bersama dia pergilah aku tidak akan menghalangi kamu lagi, mungkin memang jodoh kita yg tidak ada"Al memegang jemari Ziah.
"Aku menyakiti kamu Al?"lirih Ziah, matanya menatap Al dg sendu.
"Tidak, sama sekali, aku sakit karna diriku sendiri bukan karna kamu ok!"
"Gak Al, tolong beri aku kesempatan menebus kesalahan ku"
"Dg menikahi ku?"
"Ya tidak, aku minta maaf andai ada sedikit rasa aku pasti akan memilih kamu"
"Lalu?"Al mengedikan bahunya, Ziah menatap tajam.
"Biarkan aku tetap menjadi sahabat mu"
"Tidak Ziah, itu sama aja kamu membunuhku secara perlahan, dg menjadi sahabat ku lagi tidak menutup kemungkinan perasaan ku akan semakin bertambah"
"Apa dg menjauhi ku kamu merasa lebih baik?"
"Aku tidak tau, yg jelas aku akan berusaha"Al tersenyum pahit, Ziah merasa hancur dan tak kuasa memandang laki2 itu, Ziah terdiam, suasana menjadi hening, sungai seakan berhenti mengalir, Ziah melirik kesana kesini sosok Al hilang dari hadapannya.
"Al, please jangan bercanda ini gak lucu loh, kamu dimana?"Ziah berlari kecil mencari Al di setiap hamparan sungai yg sejuk dan bersih namun tidak ada sosok Al disana.
Ziahpun berlari sekencang mungkin ke arah rumah tuan tanah, berharap Al sudah kembali, Ziah terengah engah saat sampai dirumah besar itu.
Sebisanya gadis ini mengatur nafasnya dan melangkah pelan ke arah rumah itu, mata Ziah membulat sempurna melihat sesosok tubuh terbujur kaku di ruang tengah rumah tuan tanah, lantunan ayat suci terdengar nyaring di telinga.
"Tidak...."Ziah berteriak sekencang mungkin, tubuh yg terbujur kaku itu adalah sang sahabat, mata indah itu melihatnya dg jelas, Ziah tersungkur.
"Tidak ....Al..."Teriak Ziah lagi, air mata mengalir deras, Ziah hilang kendali, menarik dan mengacak rambut nya.
"Al...."Ziah berteriak sangat kencang, menggema di setiap sudut kamar, tubuhnya berguncang hebat dan langsung bangkit dari tidurnya, sialnya itu hanya mimpi, keringat Ziah bercucuran di wajah mulusnya nafas Ziah terengah-engah.
"Al, ya Allah dia kenapa?"Tubuh Ziah menggigil hebat, rambut nya berantakan Ziah melipat kaki nya bersandar di kepala ranjang, dg tangan yg gemetar Ziah mengambil ponsel nya untuk menghungi seseorang dari sana, tapi tidak ada jawaban.
"Kenapa gak di angkat"kesal Ziah, dan kembali mencoba menghubungi no tsb, berkali kali Ziah mencoba menghungi juga tidak ada jawaban.
Ziah menyalakan lampu kamar tsb dan melirik ke arah jam dinding.
"Masih pukul 3 pagi"lirih Ziah.
"Pantas tlp aku gak di angkat pasti tidur, tapi aku harus apa sekarang?"suara Ziah masih gemetar, jantungnya berdebar, Ziah menaruh ke khawatiran hingga wajahnya juga memucat.
*
"Ya Allah, jagalah keluargaku, sahabat ku, cinta yg kau titip ini, entah apa yg terjadi padanya, hanya engkau yg maha tau segalanya, lindungi dia ya Allah, berikan dia kesembuhan, angkat segala penyakitnya, aku telah egois mengacuhkan segalanya, mungkin mimpi ini teguran untuk ku, ya Allah hanya kepadamu aku mengadu tunjuki aku jalan kebenaran, aku pasrahkan hidupku hanya kepada mu, amin ya rabbal alamin"Ziah menyeka air mata dg ujung mukenah nya, hatinya sedikit lega setelah berdoa dan melaksanakan Tahajud di malam yg buta tsb.
**
Bani melipat sajadahnya dan menyimpannya, sepertinya dia habis melaksanakan sholat malam ini.
Lirikan mata itupun mengarah pada ponsel yg tergeletak di meja yg ada di samping ranjang nya.
"Ha sepuluh panggilan dari Fauziah"mata Bani melebar, dan menghubungi Ziah kembali, tak butuh waktu lama Ziah langsung mengangkat tlp itu.
"Hallo sayang, kamu kenapa? Semua baik2 aja kan?"Ucap Bani khawatir
"Kak, aku mau pulang kak"jawab Ziah, dg suara gemetar, Ziah bahkan masih mengenakan mukenah dan belum menggantinya.
"Ya tapi kenapa sekarang sayang? katakan ada apa?"tanya Bani heran.
"Aku janji nanti aku pasti akan ceritakan semuanya, aku mohon sama kakak carikan supir buat Ziah, Ziah mohon kak"rengek Ziah, pipi itu kembali basa oleh air mata.
"Sayang, kamu tau kan ini pukul berapa?"
"Ya kak, tapi aku mau sekarang, aku harus pulang sayang please"
Bani terdiam sejenak, pikirnya apa ini saat nya untuk melepas kan kekasih tercintanya itu.
Mungkinkah semua ini? Bani berharap ini hanyalah mimpi buruk, Bani paham betul alasan Ziah sebenarnya itu yg membuat Bani tersakiti dan di landa dilema dahsyat.
"Baiklah kamu tunggu disana ya"jawab Bani pelan, dan mematikan tlpnya, tak terasa air mata Bani menetes di sela sela kelopak mata yg indah.
Entah kenapa Bani merasa seperti ini saat terakhir bersama sang kekasih, Bani berfikir Ziah tidak akan kembali, Ziah akan terjebak disana, namun apa boleh buat, berharap ini hanya mimpi namun inilah kenyataannya, kenyataan menyakitkan itu akhirnya datang juga.