"Bi apa kamar Al masih yg dulu?"Tanya Ziah yg berjalan pelan bersama sang asisten menuju kamar tuan tanah muda yg terletak cukup jauh dari ruangan tengah rumah besar itu.
"Setau saya, selama saya disini, tuan tanah muda tidak pernah pindah kamar, nona cantik"
"Nama saya Fauziah bi, bukan nona cantik, he panggil aja Ziah ya"ucap Ziah dg senyum mekarnya.
Sontak sang ART terkaget kembali tebakannya benar itu Fauziah nyawanya tuan tanah muda.
Oh Tuhan se cantik ini siapa yg mau melepaskan dia? fikir sang asisten.
Bukanlah hal yg tabu kalau nama Fauziah sering bergema di setiap sudut rumah tuan tanah apa lagi semenjak penjelasan dokter Nira waktu itu, semakin gencar nama gadis tersebut terucap di rumah besar itu, jelas lah ART kepo dan suka bergosip itu mengetahuinya.
"Tunggu sebentar? Fauziah?"Ucap sang ART dg bola mata yg membulat, mereka menghentikan langkah.
"Iya Fauziah? Kenapa apa bibi pernah bertemu dg saya sebelumnya?"Ziah mengerinyit.
"Fauziah anak nya buk Sarah, pak Kadir?"
Ziah mengangguk pelan, dahi Ziah berkerut heran, dari mana ART baru ini mengenal nya, apa Al menceritakan tentang dirinya? Masak iya Al sedekat itu sama seorang ART?
"Dengar nona cantik, kamu sumber dari segala sumber"ucap ART itu ngasal, Ziah semakin heran.
"Maksud nya bi?"
"Ya iya, tuan tanah muda mengidap penyakit aneh, nona tau kan hal itu?"Sang asisten menatap Ziah dg tatapan tajam seperti silet.
"Ya tau makannya ini mau jenguk, lalu?"Penasaran Ziah.
"Sudah lah, nona tau kan di mana kamarnya tuan tanah muda, kesana nya sendiri aja ya, saya masih harus kedapur banyak kerjaan, sukses untuk nona"oceh ART itu kemudian, semakin membuat Ziah bingung di tambah lagi dia langsung enyah begitu saja tanpa memberikan penjelasan yg jelas.
Sungguh asisten aneh menurut Ziah, Ziah menggeleng polos dan meneruskan langkah anggunnya menuju kamar Al.
Fauziah masih ingat persis dimana tempat tidur dan tempat ternyaman tuan tanah muda, secara sahabat, sahabat jadi cinta yg tak kunjung kelar?
*
Piring berisi makanan yg di pegang tangan lemah tuan tanah muda tiba2 terjatuh dan berserakan di lantai menjadi berkeping keping, mata sayu, cekung dan kosong itu terperangah menatap ke arah pintu kamarnya.
Miranti bahkan Kencana terjingkat mendengar kerasnya pecahan piring yg menimpa lantai, dan bergegas mendekati Al yg terdiam terpaku menatap ke arah satu titik.
"Nak kenapa? Hati hati sayang"cemas Miranti yg langsung mengelus lengan sang anak, Kencana dg sigap membersihkan semua pecahan2 piring dan makanan yg berserakan itu.
Langkah Kencana yg tergesa membawa beling2 itu keluar dari kamar tiba2 terhenti diam terpaku sama seperti tuan tanah muda melihat sosok berdiri di depan pintu.
Menatap nya dg senyum khawatir dan ragu, dia seperti putri mahkota oh tidak, nona muda bukan, apa dia bintang dari Korea Selatan sana, kenapa?
Siapa dia? Cantik sekali, anggun, seperti kenal dia, tapi kenapa rasanya begitu sakit? Dia adalah api yg membakar jantung, bisa juga pisau yg menghujam dan menusuk berkali kali, begitulah rasa yg berkecamuk di dalam pikiran dan hati Kencana saat ini hingga gadis itu tidak mampu berkata apa2.
"Maaf "ucap Fauziah, Kencana hanya diam terus menatap Fauziah dg tajam.
"Tante...."Teriak Kencana kemudian, meski matanya masih menatap tajam gadis yg ada di depannya, Miranti yg sibuk mengurusi anaknya sedikit kaget mendengar teriakan itu dan menoleh ke arah sumber suara.
"Astaghfirullah"ucap Miranti, seperti melihat hantu ekspresi mereka membuat Ziah merasa canggung bahkan khawatir di usir dari sana.
Tuan tanah muda tersenyum kecut, entah apa yg di pikirkan tubuh lemah itu saat ini? Apa masih sanggup membuat rencana?
Entahlah yg jelas Aura tuan tanah muda seakan bangkit kembali, Miranti bergegas menghadapi gadis itu, menatap nya dari dekat, apakah yg ia lihat? Apa dia berhalusinasi?
Benarkah ini gadis yg di usirnya dg kejam beberapa tahun lalu yg menangis rintih di hadapannya, terhina sampai ke akar2 nya.
Miranti melangkah perlahan mendekati Ziah tatapan nya tajam, Ziah semakin gugup dan khawatir pikiran Ziah campur aduk, ingin rasanya kabur dan lari sekencang mungkin dari rumah itu, suasana ini benar2 membuat Ziah termangu tak menentu.
Miranti mengangkat tangannya pelan, Fauziah semakin gemetar, apa yg mau dilakukan sang nyonya tanah? Apa dia ingin menamparnya? Oh tidak pilihan yg salah untuk datang kesini terlebih dahulu sebelum kerumah ortu nya, pikir gadis polos itu.
Tapi Miranti mengusap pelan pipi mulus Ziah sembari menitikkan air mata, perasaan Ziah seketika lirih dan terenyuh dia juga ikut menitikkan air mata dan memegang tangan Miranti yg ada di pipinya saat ini.
Beberapa detik kemudian keduanya berpelukan penuh keharuan seperti seorang anak dan ibu yg sekian lama terpisah dan akhirnya di pertemukan kembali.
"Masuk lah, sayang"lirih Miranti kemudian, setelah mereka melepas pelukan haru tadi, Kencana merasa kikuk selain itu dia juga merasa sakit hati namun apa boleh buat Fauziah memang sumber bahagia nya seorang Al.
Miranti pun menepuk pelan tengkuk Kencana dan menggandeng tangan gadis itu keluar, benar2 situasi yg sangat di benci Kencana tapi dia bisa apa? Selain menurut dan memberikan waktu untuk Al dan Fauziah saling bertemu.
Fauziah pun melangkah pelan menuju tempat tuan tanah muda yg saat ini menatap nya dg sendu, merasa aneh dan canggung, meskipun begitu melihat Al secara dekat air mata Ziah mengalir begitu saja tanpa di undang.
Seloah lupa sakit hati dan perlakuan sang teman, melihat Al yg kurus, lemah, lusuh, wajah memucat seperti mayat hidup, mata yg cekung, sungguh ini membuat Ziah merasa bersalah besar di luar apa yg pernah ada di pikirannya selama ini.
Tanpa mulut mampu berbicara, Ziah tiba2 oleng dan hampir tersungkur di tepi ranjang tuan tanah muda, Al nyaris turun dari ranjang itu untuk menopang tubuh sang gadis.
Tapi Ziah kembali berdiri dg kuat dan memilih menenggelamkan kepalanya pada pergelangan tangan Al dan terisak disana, Al yg duduk bersandar di kepala ranjang malah tersenyum dan membelai lembut rambut gadis itu.
"Rambut kamu sekarang lembut ya? Seperti bintang iklan Shampo hm"lirih Al sangat pelan, dan nyaris tak terdengar karna kondisi nya yg lemah.
Ziah mendongak dan menatap pemuda itu nanar dalam genangan suci yg mengisi bola bola putih kecoklatan.
Al tersenyum seolah tidak terjadi apa apa padanya, sang gadis semakin teriris karna hal itu.
Apa yg telah di perbuatnya pada laki2 ini? Apa salah laki2 ini padanya? Dia hanya mencintai nya dg tulus apa pantas ini balasannya? Jelas lah tidak kalau di pikir dg logika.