Beberapa hari sudah berlalu sejak putusnya hubungan Clara dan Nando. Berita tentang putusnya hubungan mereka yang baru seumur jagung juga sudah meluas.
Banyak sekali gosip miring yan diterima Clara. Semua ini dikarenakan Nando yang tetap mengejarnya setiap ada kesempatan. Mulai dari yang menyebut Clara hanya ingin bermain-main, Clara yang memacari Nando sebagai pelampiasan dan masih banyak lagi.
Awalnya Clara cuek menerima setiap pandangan sinis dari para siswi penggemar Nando. Tapi lama kelamaan dirinya makin jengah dengan bertambanya gosip baru yang muncul setiap harinya.
Nando sendiri bukannya memberi ruang untuk Clara agar rumor ini mereda, sebaliknya Nando justru makin menjadi-jadi mengganggu dirinya. Tidak berbeda dengan hari ini saat pulang sekolah.
Kuin harus menemani Robert untuk kelas tambahan sedangkan Clara ada les sore ini jadi dia pulang lebih dulu. Ketika berjalan di lorong untuk keluar, Nando mengejar dan memanggilnya.
"Clar."
"Apalagi sih do!" Jawab Clara mulai kehilangan kesabarannya.
"Aku mau ngomong."
"Ya udah ngomong aja cepet, aku males diliatin orang." Jawab Clara kesal.
"Aku minta maaf, tapi aku bener-bener ga bisa ngelepas kamu."
Clara benar-benar muak mendengar ini. Ditambah lagi, kini banyak siswi yang melirik mereka secara diam-diam. Kehilangan kontrol emosinya akhirnya Clara tak mampu lagi membendung kata dan tangisnya.
"Kamu mau aku mati ha?" Katanya marah.
"Cla.."
"Diem! Kamu ga liat kita diliatin orang?"
"Do kamu sadar ga sih! Tiap kamu deketin aku gini, orang makin mikir jelek tentang aku." Katanya lagi.
Clara diam, hatinya sungguh sakit diperlakukan seperti ini. Clara tidak bisa berhenti menangis, ingin dia pergi dari tempat itu tapi lirikan sinis dari orang disekitarnya benar-benar membuarnya membeku ditempat.
"Clar aku..."
Belum sempat Nando menyelesaikan kalimatnya, tangan kecil itu berusaha menarik Clara pergi dari tempat itu. Clara penasaran siapa yang menariknya. Dirinya menoleh kebelakang melihat sosok penolongnya. Pandangannya sedikit buram karena air mata.
"Kak Nando mending diem disitu! Jangan ganggu kak Clara lagi!" Kata gadis itu tegas.
Clara terkejut, akhirnya dia dapat jelas melihat wajah gadis itu, Ana. Ana menarik dirinya dari tempat itu menuju parkiran motor meninggalkan Nando yang masih terpaku ditempatnya.
***
Sesampainya di parkiran, Clara dengan tulus mengucapkan terimakasih pada Ana. Dirinya benar-benar tidak tahu, berapa lama lagi dia harus tersiksa disana jika Ana tidak datang membantunya.
"Makasih ya Na." Ucap Clara sambil masih sedikit terisak.
"Hehe, santai aja kak. Kan gak gratis."
"Hah?" Clara bingung mendengar perkataan Ana.
"Iya kak! Tadinya kan Ana mau dianter kak Andre pulang. Tapi karena nolong kak Clara, Ana ditinggal deh." Jawab Ana.
Mendengar jawaban Ana Clara benar-benar tidak bisa lagi menahan tawanya. Dia sempat takut harus membayar Ana dengan apa. Jika Ana sampai minta ditraktir selama seminggu, entah apa yang akan terjadi pada perutnya.
"Ya ampun. Maafin kakak ya kamu jadi ditinggal. Tapi kakak masi ada les habis gini, jadi ga bisa nganterin kamu." Goda Clara.
Respon Ana benar-benar diluar dugaan Clara.
"Loh? Eh serius kak? Trus Ana pulang sama sapa dong? Aduh gimana dong kak?" Jawab ana panik.
Melihat respon Ana itu Clara benar-benar tertawa lepas.
Ini cewek polos banget, pikir Clara.
"Ih kak. Kok malah ketawa sih bantuin dong."
Kepanikan Ana ini yang makin menjadi justru membuat Clara tertawa makin keras. Dia benar-benar lupa akan kejadian sebelumnya berkat Ana. Kasihan melihat Ana akhirnya Clara memutuskan untuk berhenti menggodanya.
"Ya ampun Na, ga usah panik. Kakak anterin kok. Haha."
"Seriusan kak? Makasih ya. Tapi kakak gak les?"
"Haha. Emang uda niat bolos tadi. Cuma pengen godain kamu aja sih."
"Ih kakak... Anakan uda takut beneran. Nanti kalo pulang sendiri Ana diculik gimana." Jawab Ana polos.
Mendengar kepolosan Ana ini Clara tertawa lagi.
"Ya ampun Na, kamu polos banget sih. Jadi adek aku aja ya." Canda Clara.
"Beneran kak? Yeyyy!"
"Astaga! Niatnya sih aku bercanda tapi liat kamu seneng ya udah deh gakpapa." Jawab Clara melihat respon Ana yang menurutnya sangat imut.
"Yey makasih kakak." Ana memeluk Clara.
Clara terdiam, entah mengapa air matanya mengalir. Pelukan Ana begitu hangat.
Apa ini rasanya punya adek ya, pikir Clara.
Ana melepaskan pelukannya. Terkejut melihat air mata Clara, Ana panik.
"Loh kok nangis kak? Ana bikin salah?" Tanyanya takut.
"Eh enggak, Ana ga salah apa-apa kok. Kakak ga papa kok, beneran. Ayo pulang." Ajak Clara.
"Bentar kak."
Ana mengambil sapu tangan dari tasnya dan mengusap air wajah Clara.
"Nah udah cantik lagi, yuk."
Diperlakukan seperti itu Clara tersenyum dan membelai kepala Ana.
"Kak ayo pu.. lan." Jawaban Ana terputus.
Kini giliran Clara yang terkejut mendengar isakan Ana.
"Loh, kenapa Na?"
"Nggak, gapapa kak. Mungkin karena Ana ga punya kakak. Baru pertama dibelai lembut gini."
"Apalagi sejak mama pergi."
"Eh? Maaf. Kakak ga tau."
"Gak papa kak. Ayo pulang." Ana mengusap matanya sendiri dengan sapu tangan.
Clara mengangguk. Mereka naik ke sepeda motor dan keluar dari sekolah. Ana menunjukan jalan pulang ke tempat tinggalnya yang ternyata cukup jauh dari sekolah.
***
Mereka sampai ditempat Ana setelah 15 menit perjalanan. Pertama kali sampai disana Clara benar-benar terkejut melihat tempat tinggal Ana. Tempat itu begitu kecil dan sempit, juga lingkungan disana sepertinya bukan lingkungan yang baik.
Ana turun dari motor Clara, lalu pamit masuk.
"Makasih kak ya. Ana masuk dulu."
"Loh? Kakak ga diajak masuk dulu? Dibuatin teh gitu."
"Eh. Bukan gitu kak. Tapi tempat Ana kecil, sempit lagi. Kasian kakak nanti."
"Loh, kok gitu mikirnya? Katanya mau jadi adek kakak."
"Tapi.."
Belum sempat Ana menyelesaikan kalimatnya, Clara memarkir motornya dan turun.
"Udah, ayo masuk." Katanya
"..."
Terdengar isak tangis lagi. Ana menangis lagi.
"Ih adek kakak kok nangis sih, ayo masuk."
"Heem.."
Masin terisak Ana membukan pintu untuk mereka, dan masuk kedalam.
Tempat tinggal Ana ternyata benar-benar kecil. Tempat tinggalnya hanya ada kamar berbentuk persegi berukuran 3x3. Kamar itu berisi satu ranjang kecil, meja dan lemari. Kompor, rice cooker, peralatan makan dan memasak semua ada didalam satu ruangan.
Clara benar-benar tak habis pikir, bagaimana gadis yang dia anggap adiknya kini bisa tinggal disana. Clara berpura-pura cuek dan duduk ditempat tidur Ana. Keras!
"Maaf ya kak. Kecil, berantakan lagi."
"Gapapa kok dek."
"Kamu sendirian disini?"
"Iya kak. Hehe."
"Kamu asli surabaya kan?"
"Iya kak. Bentar Ana bikinin minum."
Menghormati Ana, Clara menganggukan kepalanya. Melihat adik kecilnya memasak di dalam kamar seperti ini, bulir air mengalir dari sudut matanya. Takut terlihat oleh Ana, dihapusnya air mata itu cepat.
Selesai membuat minum, Ana berbalik dan memberikan pada Clara.
"Maaf ya kak cuma ada teh."
"Iya gapapa."
Lalu mereka mulai mengobrol tentang sekolah. Obrolan itu pada akhirnya lebih banyak menanyakan tentang Ana. Clara salut dengan semua keterbatasan fasilitas yang ada, dirinya masih bisa mendaparkan prestasi di sekolah.
"Disini ngekos dek?" Tanya clara tiba-tiba.
"Iya kak, uang dari panti cuma cukup buat kos disini."
"Hah? Panti?"
"Iya kak, Ana anak yatim piatu. Dari bayi emang udah tinggal di panti."
"Eh, maaf kakak ga maksud."
"Iya, gakpapa kok kak."
"Ana justru pengen cerita." Tambah Ana.
Clara agak bingung dengan pernyataan Ana.
"Cerita apa?"
"Hubungan Ana, kak Andre sama kak Nando."
"Eh. Itu privasi kalian gakpapa, kakak juga ga pingin tau kok." Jawab Clara.
Sebenarnya Clara juga penasaran, tapi dia merasa tidak enak untuk ikut campur masalah pribadi orang lain.
Ana menggelengkan kepalanya.
"Nggak! Kakak harus tau."
"Eh."
"Kan aku adek kakak sekarang."
"Haha. Iya deh... Cerita. Kakak dengerin."
"Aku sama kak Andre itu anak panti yang dikelola sama mamanya kak Nando."
"Eh? Tapi Andre punya papa sama mama kok."
"Iya kak, karena kak Andre beruntung dan diadopsi sama keluarganya yang sekarang pas kelas 3 SMP."
"Terus waktu aku bilang mama, ya itu mamanya kak Nando." Sambung Ana.
"Eh."
"Iya, kakak tau gak? Mamanya kak Nando itu baik banget. Bahkan ga pernah bedain kita semua."
"Kak Nando juga baik dulunya."
"Dulunya?"
"Iya, dulunya. Sebelum.."
"Insiden yang newasin mama." Sambung Ana.
Mata Ana mulai memerah. Clara yang melihat itu tidak tega. Clara tau Ana memaksakan diri untuk bercerita.
"Terus.."
Belum selesai Ana melanjutkan, Clara memeluk Ana. Dia sendiri tidak bisa menahan air matanya lagi.
"Cukup dek. Kakak udah tau intinya kok."
"Hiks.. ma.. hiks.. af.. kak." Jawab Ana terputus oleh tangisnya.
Clara memeluk Ana makin erat. Dia memaksa Ana tidak bisa berkata lagi.
"Udah ga usah dipaksain dek. Kakak ga mau denger Ana sedih. Kalo dengan cerita justru kamu buka luka lama mending jangan."
Clara membiarkan Ana menangis pada dirinya. Sambil membelai lembut kepalanya Clara berkata menghibur Ana.
"Kamu gak usah sedih lagi ya. Mulai sekarang kakak akan selalu ada untuk Ana."
Ana mengangguk dalam pelukan Clara.
Setelah Ana agak tenang Clara jadi teringat sesuatu. Hal yang membuatnya agak penasaran.
"Ana. Kakak boleh tanya sesuatu?"
"Boleh aja kak."
"Kakak pernah liat ada wanita yang nemui andre disekolah, terus juga nyebut-nyebut nama kamu. Kakak sempet mikir itu mamamu lo."
"Oh itu tante Vero mungkin kak. Mamanya gisel, kelas XI nya mau pindah di CJ(Cor Jesu) dia. Gisel itu suka banget sama kak Andre mulai dulu."
"Terus kok dia tau kamu juga?"
"Hehe, karena kak andre udh kaya kakak aku sendiri jadi dulu Gisel sering minta tolong aku buat comblangin."
"Mamanya juga dukung, jadi ya mereka jadi deket sama aku." Tambahnya.
"Tapi kok kamu baru muncul sekarang?"
"Oh, aku emang menghindar dari kak Andre. Soalnya kak Andre keliatannya ga mau berhubungan lagi sama masa lalunya deh."
"Terus gak tau kenapa, pas awal semester kemarin kak Andre sendiri yang nyamperin aku."
Akhirnya Clara terjawab sudah pertanyaannya selama ini. Ternyata Andre melihat Ana sama dengan dirinya saat ini.
Berpikir tentang pertanyaan, Clara jadi teringat pada si misterius. Sudah beberapa hari ini dia tidak menghubungi Clara sejak terahir kali mereka saling bertukar pesan.
Clara mengeluarkan hpnya. Membuka pesan dari si misterius dan memberikannya pada Ana.
"Coba kamu liat deh."
Ana mengambil hp clara dan mengeceknya.
"Kamu tau nomer itu gak?"
"Bentar kak Ana cek."
Ana mengambil hp nya yang ada didalam laci meja belajarnya. Hp sederhana. Lalu mulai memasukan nomor dan mengeceknya.
"Gak ada kak. Nomer siapa ini kak."
"Kakak juga gak tau. Kakak kira mungkin Ana punya makanya kakak tunjukin."
"Ana jarang hubungan sama orang kak. Jadi ga terlalu kenal sama yang lain."
Clara menganggukan kepalanya lalu memasukan kembali Hpnya. Clara jadi makin penasaran, siapa sebenarnya si misterius ini.
Hari sudah semakin sore, Clara memutuskan untuk pamit.
"Dek, kakak pulang dulu ya."
"Eh, iya kak."
Clara berdiri memakai tasnya dan berjalan keluar ditemani oleh Ana. Dia naik ke motor dan sekali lagi pamit tak lupa berterimakasih untuk hari ini.
"Makasih ya dek udah nolongin kakak tadi."
"Iya kak sama-sama."
"Ok kakak pulang ya."
Ana menganggukan kepala. Clarapun berbalik untuk pulang. Tapi belum selesai berbalik Clara jadi mendapatkan ide.
Dia berhenti dan memarkir motornya. Clara berbalik dan memanggil Ana lagi.
"Ana."
Ana yang tadinya sudah akan masuk menoleh.
"Eh. Iya kak?"
"Ikut kerumah kakak yuk. Temenin kakak, hehe kakak takut pulang sendirian. Kemaleman." Jawab Clara.
"Eh? Terus nanti aku pulangnya gimana kak."
"Udah, bawa baju buat besok sama buku-buku. Kamu nginep di rumah kakak malem ini."
"Tapi.."
"Oh kamu ga mau jadi adek kakak lagi. Ok." Clara berbalik.
"Eeeh? Lah.. kak iya iya Ana ikut."
"Hehe.. gitu donk. Udah sana cepet, kakak tunggu!" Jawab Clara penuh kemenangan.
"Eh iya kak."
Ana buru-buru masuk kedalam, mengambil semua yang mungkin dia butuhkan lalu kembali keluar.
"Udah kak."
"Ok. yuk!"
Anapun menurut dan naik ke motor Clara. Merekapun berangkat.
***
Sesampainya di rumah, Clara memarkir motornya di garasi dan mengajak Ana masuk.
"Yuk!"
"Tapi gapapa nih kak?"
"Oh bukan adek kakak lagi nih?"
"Eehh kok ngamcemnya gitu."
"Biarin. Gimana?"
"Iya kak." Jawab Ana ragu.
Akhirnya mereka masuk kedalam rumah Clara. Papa dan Mama sedang asik nonton tv di ruang keluarga. Clarapun menarik Ana untuk pergi menyapa mereka.
"Papa Mama Clara pulang."
"Eh, iya. Sini duduk filmnya bagus nih." Jawab mama tanpa menoleh.
"Yuk."
"Eh?" Ana bingung yang diajak Clara ikut duduk bersama di ruang keluarga.
"Misi om, tante." Sapa Ana sopan.
"Loh ada temennya Clara. Cantik banget, sapa namanya?" Tanya mama.
"Ana, tante."
"Ngapain berdiri terus, ayo duduk sini sama-sama. Ini filmnya lagi bagus." Ajak papa.
"Eh, iya om." Jawab Ana canggung.
Ana duduk disebelah mama. Sedangkan Clara masih berdiri ditempatnya semula. Papa dan mama menghentikan kegiatannya menonton lalu memperhatikan Clara, Anapun ikut memperhatikan.
"Kenapa Clar?" Tanya papa.
"Iya kok ga duduk?" Tambah mama.
"Pa, Ma. Ana udah Clara anggep adek Clara sendiri."
"Eh?" Ana bingung.
Papa dan mama masih tidak mengerti apa yang ingin dikatakan Clara. Clara menarik nafas lalu mengatakan keinginannya.
"Clara mau, papa sama mama adopsi Ana."
"Eh!!"