"Aku suka kamu."
Clara terdiam.
"Tapi untuk saat ini aku gak bisa untuk jadi lebih dari sahabatmu," lanjut Andre.
"Hah?" Clara bingung harus merespon bagaimana mendengar perkataan Andre.
Andre menggenggam tangan Clara lembut.
"Clara, setelah ujian nanti aku harus pindah ke Jerman."
"Hah? Ngapain?"
"Mungkin kamu udah tau dari Ana kalo aku juga yatim piatu sebenernya."
"Iya, terus?" tuntut Clara.
Hatinya benar-benar tidak bisa menerima semua ini. Baru saja dia mendapatkan sahabatnya kembali. Tidak, lebih dari itu Andre adalah cinta pertamanya.
Dia awalnya tidak menyadari ini. Tapi setelah Andre menjauhinya beberapa waktu lalu membuat dirinya sadar, perasaannya terhadap Andre bukanlah rasa sayang sebagai sahabat. Lebih dari itu, Andre adalah orang yang sangat berarti bagi dirinya.
Namun setelah Andre kini kembali, justru dia berkata bahwa harus pergi lagi, bahkan kini dia akan pergi jauh. Sakit. Clara merasa ada pisau tajam yang mengiris dirinya dari dalam.
"Orang tua angkatku berasal dari Jerman, tapi ada alasan aku gak bisa ikut mereka kesana," Andre mulai menjelaskan.
"Jadi aku pindah buat sekolah di malang dan janji akan nyusul mereka ke Jerman dalam tiga tahun," lanjutnya.
"Alasan?"
"Aku belum bisa cerita alasan itu sekarang."
"Tapi aku berani bilang, jauh sebelum kamu suka sama aku, aku udah jatuh hati sama kamu lebih dulu," Andre mengungkapkan seluruh perasaannya.
Mungkin jika keadaannya tidak seperti sekarang, Clara akan menyangkal fakta bahwa dirinya suka pada Andre. Tapi kini dia tak bisa berkata apa-apa, terlalu perih bagi dirinya untuk hanya sekedar bersuara. Air mata mengalir dari sudut matanya.
"Clara, aku tau ini sulit."
"Tapi maaf aku harus ungkapin perasaanku sekarang karena aku gak tau, setelah aku pergi kapan aku bisa bertemu kamu lagi," lanjutnya.
Clara menundukan kepala. Air matanya benar-benar tak bisa dia tahan. Perih dihati benar-benar sangat menyiksanya. Dia kembali hanya untuk pergi.
"Maaf, mungkin lebih baik kita bersiap lebih awal."
"Aku pergi dulu," kata Andre berdiri dan melangkah pergi.
Robert dan Kuin baru kembali. Mereka terkejut melihat Andre yang berjalan keluar.
"Loh Ndre?"
"Maaf, aku titip Clara."
Clara awalnya tak bisa bergerak. Tapi dia tidak ingin ini berakhir begitu saja. Dia berdiri.
"Tunggu!"
Andre menoleh mendengar suara Clara.
"Robert, Kuin maaf ya aku pulang duluan," kata Clara.
Robert dan Kuin sebenarnya masih terkejut melihat kondisi Clara. Tapi tau mereka tidak bisa menolong, mereka hanya menganggukan kepala.
Clara berjalan kearah Andre, menggenggam tangannya dan menariknya keluar.
"Clar?" tanya Andre begitu berada diluar.
Clara memaksakan diri untuk tersenyum.
"Untuk terahir kali sebelum kamu pergi."
Clara berhenti sejenak.
"Ayo kita buat kenangan yang layak untuk aku, biar aku bisa nunggu kamu tanpa penyesalan," lanjutnya sambil memasang senyum di wajah sayunya.
Andre terdiam. Menghargai kemauan Clara dia menyetujui permintaan Clara.
"Ok, tapi aku ga bisa ajak kamu nginep di hotel lo," candanya berusaha mencairkan suasan.
"Ihhh!!! Sapa juga yang mau! Dasar mesum!" kata Clara sambil menunjukan muka jijik.
"Hahaha... aku bercanda."
"Dikasih juga ga nolak sih."
"Hey!!" bentak Clara.
"Hahaha.. iya iya."
Suasana menjadi cair berkat candaan Andre.
"Jadi mau kemana kita?" tanya Andre.
"Aku pingin liat tugu malem-malem. Terus makan lalapan, terus beli es krim, terus makan nasi goreng pak Djo."
*Nasi goreng pak Djo sampai sekarang masih ada, dulu di stasiun, sekarang pindah di deket rampal. Porsinya jumbo, 4x porsi orang normal.*
"Ok," jawab Andre setuju.
Sedikit tertawa dengan kelebihan gadis yang dicintainya ini. Perut monster. Dia naik ke motornya dan mengajak Clara naik.
"Yuk."
Clara menganggukan kepala, dan naik ke motor Andre. Setelah siap, pergilah mereka berkeliling kota malang sesuai arahan Clara.
Malam semakin larut, mereka memutuskan untuk pulang. Clara memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Besok pagi baru dia kerumah Kuin untuk mengambil motornya.
Sesampainya di rumah Clara.
"Ok udah sampe nih Clar."
Clara turun dari motor, dan berdiri di depan gerbang.
"Iya, jadi..."
Seluruh kegembiraannya hari ini seperti menguap begitu saja mengingat mungkin ini yang terakhir, Clara kembali menampakan wajah sayunya.
"Maaf ya, untuk sekarang cuma sampai sini yang bisa aku lakuin," kata Andre menyesal.
Clara meneguhkan hatinya.
"Iya gapapa. Makasih ya, kamu boleh percaya atau nggak. Tapi aku akan tunggu kamu."
"Makasih."
"Tapi."
"Tapi?"
"Cuma sampai usiaku 26 tahun!"
"Eh?"
"Itu udah lama banget ih! Sapa coba cewek yang bakal betah nganggur sampe umur segitu!" lanjutnya kesal menerima respon Andre.
Andre tidak menjawab. Dia tak mampu untuk membalas perkataan Clara.
Mematikan motornya Andre turun. Dia mendekati Clara, lalu mendekapnya erat.
"Makasih ya Clar. Aku ga pernah berharap kamu akan nunggu aku, tapi justru kamu yang janjiin sendiri."
"Aku bukan pria yang gampang nangis, tapi sumpah you've won my heart. From now on, my heart was belong to you!" lanjut Andre lirih.
Clara kehabisan kata, yang bisa dirinya lakukan kini hanya menangis dipelukan Andre. Menumpahkan segala perasaannya untuk momen itu.
***
Clara langsung masuk ke kamarnya. Rumah kosong malam itu. Papa dan mama sedang pergi ke luar kota, sedangkan Ana belum pulang dari nonton bersama Simon.
Merasa sangat lelah dan tidak ingin diganggu, Clara mematikan hp dan meletakannya begitu saja diatas meja belajar.
Dirinya berbaring ditempat tidur tanpa menyalakan lampu kamarnya. Clara merasa kegelapan ini dapat membuatnya merasa lebih nyaman.
Clara memejamkan mata untuk tidur. Tapi setiap dia memejamkan mata, terbayang hari-harinya esok setelah Andre pergi.
Kenapa dia harus kembali untuk pergi ya Tuhan, batin Clara.
Sesaat dia mengingat apa yang dikatakan papanya.
"Semakin kita menyayangi seseorang, semakin kita harus siap untuk kehilangan dirinya."
Baru beberapa hari yang lalu dia mendengar itu, dan kini sudah harus dia alami.
Dirinya semakin tidak tenang, dia menyalakan lampu. Dan entah apa yang ada dipikirannya Clara mengambil alkitab yang bisanya hanya menjadi pajangan di kamarnya.
Asal saja dia membuka. Dia sampai disebuah halaman dan melihat sebuah ayat dalam alkitab.
Lukas 1 : 38
Kata Maria, "Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanmu itu." Lalu pergilah malaikat meninggalkan dia.
Pandangan Clara terfokus pada satu ayat ini. Dirinya menjadi lebih tenang. Dirinya berpikir, mungkin ini salah satu cara Tuhan untuk membantunya.
Setelah lebih tenang, dirinya menutup alkitab dan mulai berdoa, mengucapkan syukur kepada Allah dan berterimakasih atas semua yang dia beri.
Setelah selesai, hatinya benar-benar menjadi lebih tenang. Dirinya kembali membaringkan diri ditempat tidur dan memejamkan mata untuk mencoba tidur lagi. Beberapa menit kemudian dia akhirnya terlelap.
***
Keesokan harinya matahari sudah mulai naik, Clara terbangun. Clara mengedip-ngedipkan matanya, mencoba melihat sekitar. Dirinya terkejut, adiknya sedang tidur disebelahnya.
"Ehh.."
Ana terbangun mendengar suara Clara dan mengejapkan mata.
"Oh, udah bangun kak."
"Kamu ngapain tidur disini? Kan ada kamar sendiri."
"Hehe, takut kak."
"Jangan boong deh."
"Hehe, kakak tau banget deh," canda Ana.
"Yee.. kamu kira kita baru kenal kemaren."
"Hehe, kemaren Ana ditelpon kak Kuin pas lagi nonton."
"Hah?"
"Iya, kak Kuin kawatir sama kakak."
"Ana belum selesai dengerin kak Kuin, tapi denger suaranya kawatir jadi ikut kawatir deh," lanjutnya.
"Terus?"
"Terus ya udah ajak kak Simon pulang."
"Eh? Belum kelar nonton langsung pulang."
"Ye.. pentingan mana nonton apa kakak Ana."
Deg..
"Haha dasar kamu dek. Sini kakak peluk."
Ana menghindar.
"Loh?"
"Gak mau kakak bauk belum mandi."
"..."
Clara terdiam sebentar.
"Kamu?"
"Oh iya ya. Ana juga. Hehe."
Akhirnya mereka berdua malah tertawa bersama karena obrolan konyol ini.
"Jadi gimana kak?"
"Ntar aja, yuk mandi dulu. Nanti baru cerita-cerita lagi."
Ana tertawa.
"Hehe.. iyaya, yuk."
"Apa? Mandi bareng?" canda Clara.
"Ih ga mau. Kakak mesum," kata Ana berlari keluar kembali kekamarnya
"Hahaha. Yeee dasar, bercanda wei aku masih normal," kata Clara setengah berteriak kepada adiknya yang langsung kabur.
Clara berdiri dan bersiap mandi.
Setelah sekitar satu jam mereka mandi. Masing-masing. Mereka berdua pergi ke ruang makan.
"Bentar kak ya, Ana masakin dulu."
"Ok."
Ana mulai memasak untuk dirinya dan kakaknya. Karena sudah hafal dengan porsi monster kakaknya Ana sengaja membuat makanan untuk lima orang. Setelah selesai segera dia siapkan di meja makan.
"Wow, nasi goreng mama nih."
"Iya dong. Kan mama yang ngajarin Ana."
"Haha, ayo kita liat enak apa gak nih."
"Hehe, pasti enak dong. Kan Ana udah latihan kak."
Tanpa babibu lagi Clara mulai menyantap makanannya.
"Wihh enak! Jago kamu dek."
"Sapa dulu A-N-A Ana," katanya sombong.
"Hahaha, dasar."
Clara yang gemas, tertawa sambil mencubit pipi Ana.
"Ih kakak. Selalu deh."
"Hehe. Ya udah biasain aja."
Ana pun tak bisa menjawab lagi, perutnya sudah lapar. Merekapun mulai makan, hanya berdua pagi itu karena papa dan mama kemungkinan baru akan pulang nanti sore.
Setelah selesai makan. Tentunya bersih tidak ada yang tersisa, terimakasih untuk Clara. Ana dan Clara merapikan meja dan membersihkan piring. Lalu pergi keruang tamu setelah selesai.
"Jadi?"
"Jadi apa dek?"
"Ye... Katanya kakak mau cerita."
"Oh itu, dasar. Kepo banget sih."
"Iyalah, kakak tu semalem sampe lupa kunci pintu depan."
"Untung Ana pulang," sambungnya.
"Eh?"
"Iyaa!"
"Hahaha.. maaf ya dek. Ok ok kakak cerita."
Clara akhirnya menceritakan semua kejadian tadi malam. Dirinya kembali sedih mengingatnya. Namun tidak sesedih tadi malam, dirinya sudah cukup bisa menerima.
"Jadi kak Andre udah mau pergi ya kak?" kata ana sedih setelah mendengar cerita Clara.
"Loh? Kamu tau kalo Andre niat pergi?"
"Tau kak, kan dulu dipanti kak Andre sama Ana emang deket. Jadi Ana tau kalo yang adopsi kak Andre orang Jerman."
"Eh, tapi kamu tau alasan Andre pindah ke Malang juga berarti?"
Clara teringat Andre sempat mengatakan dia punya alasan kusus untuk pindah ke Malang sebelum pergi.
"Dia rahasiain itu kak. Yang tau cuma dia sendiri sama..."
"Sama?"
"Kak Nando."
"Ehhh?"
"Iya kak. Dulu mereka itu deket banget, sama Ana juga sih. Cuma waktu itu Ana masih terlalu kecil."
Clara agak bingung dengan penjelasan ini, dia mencoba bertanya lagi pada Ana.
"Ehmm.. kalo misalnya kakak tanya tentang masa lalu Andre, kamu bisa ceritain gak dek?"
"Boleh, tapi untuk sebagian informasi Ana gak bisa cerita. Soalnya itu privasi kak Andre."
Mendengar kata-kata Ana barusan Clara senang, dia mengelus kepala adiknya.
"Kakak malah seneng kalo adek kakak ga ember."
"Makasih kak pengertiannya."
"Iya."
"Jadi, kak Andre itu dulu udah dari kecil di panti."
"Kak Andre sama kak Nando itu dulu deket banget kak. Ana itu sama anak lain udah dianggep adek sama mereka."
"Kak Clara ingetkan Kak Nando itu anak dari pemilik panti."
Clara mengangguk.
"Nah jadi kak Andre itu spesial banget ceritanya kak, dari otak, fisik, dan lain sebagainya semua diatas rata-rata."
"Kak Nando juga sama, jadi mereka tuh ya sahabat ya saingan."
"Kak Andre sama kak Nando dulu itu terkenal banget kak disekolah. Udah kaya artis gitulah."
"Supel, baik, pinter, ganteng lagi. Siapa sih yang ga suka sama mereka."
"Terus ya gitu, ada insiden yang..."
"Maaf Ana ga punya hak buat ceritain bagian ini kak."
Ana agak sedih ketika sampai dibagian ini.
"Iya gakpapa, skip aja," kata Clara pengertian.
"Makasih kak."
"Ya gitu akhirnya saat kelulusan, ada dermawan, billionaire dari Jerman yang gak punya anak lagi jalan-jalan ke Indonesia."
"Pas mampir ke panti ngasih bantuan, mereka ngobrol sama kak Andre, terus kaya tertarik gitu, habis itu mutusin buat adopsi dia."
"Beberapa hari setelah itu, mereka balik ke Jerman. Tapi kak Andre ga ikut. Jadi Ana tanya."
"Terus dia jawab masih ada urusan yang harus dia selesain."
"Nah habis itu, kak Nando make kekuatan dermawan tadi buat nutup informasi dari sekolah. Terus ngilang deh."
"Hah? Nutup informasi? Hilang?"
"Iya bahkan panti ga bisa buka informasi sekolah tujuan kak Andre dari SMP."
"Loh?"
"Kak Andre itu jenius banget kak. Kalo soal otak bahkan kak Nando itu ga ada apa-apanya."
"Hah? Seriusan?"
"Iya, makanya dia bener-bener ga kelacak. Ana aja kebetulan bisa ketemu kak Andre lagi."
Clara jadi mengingat saat dirinya menguping obrolan Andre dengan tante Vero.
"Jadi bener Andre itu pura-pura jadi dirinya yang sekarang?"
"Iya kak, semua buat nutupin identitasnya."
"Aku beneran ga nyangka Andre kaya gitu dek."
"Gak ada yang nyangka kak. Ana pernah denger omongan orang-orang di panti. Kak Andre itu kaya orang dewasa di tubuh anak SMP."
"Hah?"
"Ya kira-kira segitu jenius dan dewasanya kak Andre."
Clara benar-benar tak menyangka. Andre memiliki topeng yang begitu sempurna. Dia jadi meragu, apakah perasaan Andre padanya juga hanya topeng.
"Nggak kak."
"Eh?"
"Kak Andre serius sama kakak."
"Ih apaan sih dek, kaya paranormal aja baca pikiran kakak."
"Hehe, bukan Ana kak. Itu pesen kak Andre."
"Hah?"
"Iya kak Andre pernah bilang ke Ana."
"Suatu saat, kalo Ana putusin buat ceritain semuanya ke kakak, terus selesai dan kakak keliatan kaya mikir, Ana harus bantu kak Andre yakinin kakak kalo kak Andre emang serius."
Clara terpukau mendengar kejeniusan Andre, selain itu dia juga senang mendengar ini. Dirinya merasa tepat sudah jatuh cinta pada Andre. Orang yang bahkan sudah mempersiapkan jawaban untuknya ketika dia meragu.
"Haha. Dia beneran jenius ya dek."
"Udah Ana bilang kan."
Mendengar Ana menceritakan tentang Andre benar-benar membuat Clara lebih tenang.
"Jadi kakak serius mau nunggu sampe usia 26 buat kak Andre."
"Pasti."
Ana tersenyum mendengar ini. Lalu memeluk kakaknya erat.
"Eh?" Clara bingung dengan perlakuan Ana yang tiba-tiba ini.
"Ana sayang sama kakak juga kak Andre, Ana akan selalu doain yang terbaik buat kalian," kata Ana mencoba menghibur Clara.
Waktu sudah semakin siang.
"Eh udah tambah siang, ikut kakak ke rumah Kuin yuk, mau ngambil motor."
"Sorenya sekalian ke gereja yuk kak."
"Ok dah, sekalian."
"Siap."
"Yuk berangkat."
"Yuk!"