Chereads / MEMORI [HIATE] / Chapter 10 - 09. SAHABAT

Chapter 10 - 09. SAHABAT

Hari-hari tryout sudah dimulai. Pagi itu seluruh siswa kelas XII SMA CJ dikumpulkan di aula untuk tryout bersama.

Setelah selesai para siswa diijinkan untuk pulang. Beberapa ada yang masih bertahan disekolah untuk membahas soal ujian uji coba hari ini. Begitupun Clara, Kuin, Robert ditambah Reza yang kini ikut dalam kelompok belajar mereka.

Mereka berempat berkumpul di kantin sekolah. Karena hari ini hanya kelas XII yang masuk, kantin sekolah juga ikut libur. Hanya ada penjual minuman yang tetap buka hari itu.

Robert membelikan mereka semua minuman dan merekapun mulai berdiskusi.

"Ya ampun soal matematikanya susah banget ya," Reza mulai mengeluh.

"Yang mana Za?" Clara menanggapi.

"Aku ga paham tentang premis," kata Reza.

"Lah, itukan kita baru bahas kemaren sore Za."

"Yang susah malah tentang suku banyak," jawab Robert menjelaskan kesulitannya sendiri.

"Iya ay aku juga gagal paham disoal suku banyak," timpal Kuin.

"Ya udah sama aja, yuk kita bahas satu-satu."

"Mulai dari logika matematika lagi aja ya," terang Clara sabar.

"Ok!" jawab Robert dan Kuin bersamaan.

"Makasih ya teman-teman," jawab Reza senang.

Clara dan yang lainnya mengangguk sambil tersenyum menjawab terimakasih Reza. Mulailah Clara dan yang lain menerangkan soal-soal logika yang mereka ingat kepada Reza.

Setelah Reza benar-benar paham barulah dilanjutkan dengan penjelasan tentang suku banyak oleh Clara. Begitulah siang itu mereka habiskan untuk membahas soal-soal try out hari ini.

Hari sudah mulai sore, tidak terasa sudah banyak waktu yang mereka habiskan untuk belajar bersama. Merasa sudah cukup, mereka memutuskan untuk pulang dan menyiapkan diri untuk try out besok.

"Ok, kalo gitu aku sama Kuin balik dulu ya," kata Robert sambil berdiri bersiap pulang.

"Clar, Za kita duluan ya," tambah Kuin.

"Ok!"

Robert dan Kuin akhirnya pulang lebih dulu. Clara dan Reza pun bersiap untuk pulang.

"Clar kamu naik apa pulang?"

"Ah, naik angkot hari ini. Tadi pagi ban motorku bocor."

"Oh... Aku anterin yuk."

"Eh? Emang rumahmu dimana?"

"Kalo ga searah ga usah, aku ga mau ngerepotin," tambah Clara.

"Gak repot kok, anggep aja terimakasihku soalnya udah dibantuin."

"Hmmm.. gimana ya."

"Ayo dah, daripada naik angkot sendiri, udah sore juga," kata Reza mencoba meyakinkan.

"Ok deh kalo gitu, yuk!"

"Nah gitu dong."

Akhirnya mereka berdua berdiri dan menuju kearah parkiran motor untuk pulang.

Saat sampai diparkiran motor, Clara dikejutkan dengan sosok yang sedang duduk sendiri di atas motornya. Andre.

Sudah lama Clara tidak melihat Andre kecuali saat berada di dalam kelas tentunya. Merasa canggung Clara mencoba mengabaikannya. Namun siapa sangka, kali ini justru Andre yang menyapanya lebih dulu.

"Clar."

"Eh, iya... Ndre," jawab Clara gugup.

"Hai ndre," Reza ikut menyapa Andre.

"Sorry?" jawab Andre sinis.

"Hah? Aku nyapa kamu lah apa lagi?" jawab Reza menunjukan ketidak sukaannya.

"Emang kita kenal?" kata Andre lagi dingin.

"Kamu mau cari masalah ya?" Reza mulai emosi melihat sikap Andre.

Clara yang melihat ini pun mulai bingung. Dirinya tidak tau apa alasan Andre, tapi sepertinya Andre memang sengaja memancing keributan.

"Ih, apaan sih kalian!" kata Clara mencoba menengahi.

"Gak tau nih si psikopat! Cari ribut kayanya," jawab Reza panas.

Awalnya Andre sudah akan membuka mulutnya. Namun belum sempat dia berbicara, Claralah yang lebih dulu menjawab dengan marah.

"Reza!"

Reza pun yang tiba-tiba dibentak oleh Clara menjadi bingung.

"Eh? Kenapa Clar?"

"Kamu kalo ngomong bisa dijaga ga sih!"

"Hah? Aku salah?"

"Ya iyalah! Apanya yang psikopat!"

"Eh, tapi dia yang mulai duluan Clar."

"Memang. Tapi kamu juga ga berhak ngatain dia psikopat!"

"Jujur aku kecewa ya sama mulut kamu! Bener-bener mulut sampah," tambahnya kesal.

"Apa? Mulut sampah!"

Reza benar-benar kehilangan akal sehatnya. Mengangkat tangannya dia mulai mengarahkan tangannya ke pipi Clara.

Clara memejamkan matanya. Siap untuk menerima rasa sakit dari tamparan Reza.

Bughh!

Terdengar bunyi keras. Namun, tidak ada yang terjadi. Dia tidak merasakan apapun, jangankan sakit merasa tersentuh pun tidak.

Memberanikan diri, Clara membuka matanya. Andre berdiri disana menatap tajam ke arah kanan Clara. Clara mengikuti arah pandangan Andre dan melihat Reza sudah terjerembab disana.

"Heh, bener-bener cari masalah ni psiko," katanya sambil mencoba berdiri.

Baru Clara akan berbicara lagi. Tangan Andre menyilang didepannya, menyuruhnya berhenti.

"Kamu diem aja disitu dulu."

Clara tidak menjawab. Hangat. Itu yang dia rasakan. Entah mengapa hatinya bergejolak mendengar perkataan Andre ini. Dirinya seperti merasakan rindu yang teramat sangat pada suara hangat itu.

Diam. Clara tidak mampu mengucapkan apa-apa lagi.

Andre maju kearah Reza.

"Psiko? Haha... Kamu tau apa itu psiko? Mau liat?"

Sikap dan pandangan Andre berubah, Clara ingat ini, sikap Andre sama dengan beberapa bulan yang lalu saat berselisih paham dengan Nando.

Reza ketakutan. Dia bergerak mundur terjatuh. Andre seperti tidak mempedulikan ini, dia tetap bergerak maju mengepalkan tangan. Benar-benar menakutkan. Reza merangkak mundur tak kuasa menahan rasa takut.

Semua terjadi begitu cepat. Clara tiba-tiba saja memeluk Andre dari belakang menghentikannya. Dia benar-benar takut Andre akan menghajar Reza. Ini sudah dekat dengan ujian.

Andre tidak boleh melakukan kesalahan yang bisa mengancam kelulusannya, pikir Clara.

Andre tertahan. Merasa ada kesempatan Reza buru-buru berdiri lari melewati mereka langsung ke parkiran motor. Reza buru-buru pergi sambil berteriak dari motornya.

"Awas kamu ndre! Siap-siap aja!" ancamnya keras.

Tidak terpikir harinya bisa jadi seburuk ini. Dia masih memeluk Andre kuat, takut dia akan mengejar Reza. Dia hampir menangis karena takut.

"Ndre udah," rengek Clara.

"Tapi dia mau nampar kamu tadi," jawab Andre menagan amarahnya sambil menggeretakan gigi.

Eh? Karena mau nampar aku? Pikir Clara.

Terkejut dengan ucapan Andre wajahnya memerah. Ternyata Andre marah bukan karena di bilang psikopat tapi karena dirinya.

Malu! Itu rasa yang dirasakan Clara saat ini. Dia tidak berani melepaskan dekapannya. Selain untuk menenangkan Andre, dia melakukan itu untuk menutupi rasa malunya.

"Andre udah ya jangan marah lagi," katanya mencoba menenangkan.

"Huhh.."

Otot-otot Andre meregang.

"Clar kamu bisa lepasin aku?" tanya Andre lembut.

"Janji dulu!" kata Clara.

Sebenarnya Clara hanya ingin mengulur waktu. Dia tahu Andre sudah tenang. Hanya saja jantungnya masih berdegup cepat. Dia malu jika harus melihat Andre sekarang.

"Janji apa?" tanya Andre bingung.

"Emmm.. janji kamu ga bakal kejar Reza," kata Clara asal saja membuat alasan.

"Hahaha..."

Clara terkejut. Andre tertawa lepas? Bahkan sebelum dia menjadi dingin padanya dia tidak pernah tertawa seperti ini. Ini membuat Clara heran. Penasaran dia melonggarkan pelukannya dan menoleh keatas.

Deg. Wajah itu.

Andre terlihat sangat tampan, tidak! bahkan bagi Clara saat itu kata sangat masih tidak dapat menggambarkan ketampanan pria yang sedang dipeluknya ini. Clara yang tersipu, langsung melepaskan pelukannya dan berbalik. Takut Andre melihatnya.

"Haha. Kenapa Clar?" tanya Andre masih sambil terus ketawa.

"Kamu yang kenapa! Malah ketawa," katanya kesal.

"Haha. Maaf-maaf, habis kamu lucu sih."

"Ya kalik aku bisa ngejar dia. Dia uda naik motornya, ada kalo 10 menit lalu," lanjutnya menjelaskan.

"Huh... Ya kan bisa aja kamu datengin rumahnya."

"Kamu mau aku kerumah dia?" kata Andre pura-pura serius.

Kaget dengan pertanyaan Andre, dia berbalik dan melarang Andre.

"Eh... Nggak. Udah lupain. Ga boleh!"

"Haha.. iya-iya bercanda," katanya tertawa lagi.

"Udah ih! Ketawa terus." rengek Clara sambil cemberut.

"Iya iya. Berhenti ini," kata Andre yang tanpa sadar membelai rambut Clara.

Menyadari kelakuannya, Andre langsung menarik tangannya dan berbalik. Clara yang terkejut dengan itu pun menunduk menyembunyikan wajahnya. Hening.

"Ehmm... Jadi kenapa kamu disini?"

"Nunggu kamu," jawab Andre singkat.

"Eh? Ngapain?" tanya Clara heran.

Ditanyai begitu Andre tak langsung menjawab. Seperti sedikit berpikir membuat ada jeda dalam pernyataannya.

"Ehmm.. Oh, itu. Ana tadi telepon bilang kamu gak ada motor."

"Jadi minta tolong aku buat jemput," tambahnya.

Clara merasa ada yang tidak beres.

"Ana? Dia ga tau kalo motorku mogok."

"Eh? Masa sih," Andre mulai panik.

Belum sempat Clara berkata, Andre sengaja menambahkan kata untuk mengalihkan topik.

"Aku masih sahabatmu kan Clar?"

"Eh? Apa?" Clara teralih.

"Ya kamu maukan maafin aku?"

"Buat?"

"Nyuekin kamu sampai sekarang ini."

"Hahh.. sebenernya aku mau tanya alasan, tapi uda hampir malem."

"Besok juga masih ada tryout. Ya dah aku maafin."

"Tapi kamu hutang satu penjelasan ke aku," tambahnya cepat.

Andre yang merasa berhasil meyakinkan Clara menganggukan kepala dan berbalik ke parkiran motor.

"Yuk!" katanya sesaat setelah mengambil motor.

Clara naik keatas motor Andre.

"Pegangan ya."

Clara mengangguk dan memegang pegangan belakang motor. Andre tersenyum sendiri sebentar lalu mengantarkan Clara pulang.

***

Si misterius bersembunyi dibalik topinya. Duduk di warung kopi sebelah sekolah.

"Kurang ajar banget tuh Andre," kata suara itu kesal.

"Sabar oi."

"Sabar gimana? Dikit lagi aku udah bisa dapetin tubuh si Clara."

Si misterius mengepalkan tanganya kuat. Dia harus sabar. Malam ini dirinya berada disini hanya untuk memata-matai mereka.

"Udahlah percuma, mending tar habis ujian kita clubing aja."

"Hah, iya udah deh. Percuma juga cari masalah. Udah deket ujian," Reza menutup pembicaraan mereka.

Si misterius melonggarkan kepalan tangannya. Mengambil hpnya dia mengirim sms pada seseorang.

Aman.

***

Malam itu Ana sedang di kamar Clara.

"Kakak.."

"Ih, apa si dek? Kakak lagi belajar ini."

"Hehe. Pengen ganggu aja," kata Ana sambil menjulurkan lidahnya.

"Ya ampun dasar kamu ini," kata Clara sambil membelai lembut rambut adiknya.

"Haha. Ya kakak sih. Dari tadi buku terus."

"Istirahat dulu lah kak," tambah Ana.

"Iya iya bawel."

Clara setuju untuk menenangkan diri sebentar sebelum melanjutkan belajar lagi. Meletakan buku dia jadi ingat kejadian tadi sore.

"Ana, kamu suruh Andre jemput kakak tadi?" tanya Clara tenang.

"Hah? Nggak kok kak."

"Aku aja uda gak pernah hubungan sejak insiden lorong itu."

"Berarti dia bohong dong! Dasar."

"Eh? Kenapa kak?"

Clara menceritakan semua kronologi tentang kejadian tadi siang. Ana mulai paham kejadiani ini.

"Hmm, berati kakak uda baikan dama kak Andre?"

"Ya begitulah."

"Kira-kira tau dari siapa ya?"

"Apa kak Kuin sama Kak Robert ya?" lanjut Ana.

"Ih kok jadi kamu yang ikutan kepo sih dek."

"Hehe... Gimana donk kak, lumayan ada bahan gosip."

"Gosip sama sapa? Kamu aja sudah jadi rakyat terbuang gitu."

"Ih kakak jahat," kata Ana cemberut.

"Haha... Ya ampun adek kakak gemes banget sih kalo lagi ngambek," jawab Clara sambil mencubit pipi Ana gemas.

"Ih... Kakakkk..."

"Hahaha."

Mereka berdua tertawa bersama. Tak pernah mereka sangka, punya saudara akan sehangat ini. Meskipun tidak ada hubungan darah, namun mereka tetap saling mendukung satu sama lain.

"Hahaha.. udah-udah bobo yuk."

"Kakak juga uda cape belajar," sambungnya.

"Iya deh kak. Tapi kak?"

"Apalagi?"

"Kak Andre kok jahat sih. Mau ngomong sama kakak, tapi udah ga pernah nyapa Ana."

"Tanya orangnya donk."

"Males, kak Andre nyebelin."

"Ih kalian ini. Haha," tambah Clara sambil mengusap kepala adiknya lembut.

"Yee.. kakak kan juga baru baikan."

"Haha... Iya iya uda tidur yuk dah malem."

"Iya kak. Malem mak."

"Eh kak. Hehe," pamit Ana sambil bercanda.

"Hehh berani kamu ya. Haha.. iya uda tidur, malem juga dek," jawab Clara tak mau memperpanjang candaan mereka karena sudah terlalu larut.

Belum ada beberapa menit, Ana sudah jatuh dalam mimpinya. Clara hanya tersenyum melihat kepolosan adiknya itu.

Mulai mengantuk dia memejamkan matanya.

Baru saja Clara memejamkan mata hpnya berbunyi. Tanda pesan masuk. Awalnya dia ingin mengecek hpnya. Namun karena sudah terlalu larut dirinya mengurungkan niatnya dan kembali tidur.

***

Clara mengikuti orang itu dari belakang. Dia juga tidak mengerti kenapa harus mengikutinya. Dia memperhatikan saja orang itu dari belakang.

Sampai agak jauh mereka berjalan, mereka sampai ditepian tebing yang sungguh curam.

"Siapa kamu?" suara itu bertanya kepadanya.

"Eh?"

"Oh kamu Clar," jawab orang itu lagi.

"Kamu mau kemana?"

Clara tidak mengerti kenapa tiba-tiba dirinya menanyakan hal itu. Cara dirinya berbicara saat itu membawa duka pada mereka yang mendengar.

Apa yang sebenarnya terjadi, pikir Clara.

"Kamu ga perlu kawatir aku akan selalu disisimu," jawabnya hangat.

Tiba-tiba saja, tanpa peringatan apapun pria itu melompat dari tebing. Melihat itu Clara mendelikan mata, begitu otaknya kembali dapat mencerna kejadian itu dirinya menjerit.

Jeritannya memecah kegelapan malam, histeris menyiratkan keputus asaan. Jerit pilu seorang gadis yang dapat menyayat hati mereka yang mendengarnya kala itu.

...

"Aaaaaaaaaaaaa!!!"

"Clara!"