Kuputar bola mataku mengabaikan ucapannya, tapi berhasil membuatnya semakin emosi dengan menarik rambutku yang ada di depan telinga. Kalian tahu rasanya, duh... sakit benar!
"Lha apa urusanmu, toh, Jeng Rianti? Kok ya kamu yang repot itu, lho! Kalau Ningrumnya mau kenapa? Aku siap lahir batin mengawininya!" kataku mengolok-oloknya. Lihatlah bagaimana ekspresinya, lucu sekali.
"Sekali lagi Kangmas bilang seperti itu, akan kuadukan sama Biung!"
"Dasar tukang ngadu!" cibirku. Memang, adikku satu ini, kalau urusan mengadu kepada Biung, dialah jagonya!
"Dasar ndhak laku. Sefrustasi itu toh kamu, Kangmas, sampai mencari daun yang bahkan belum sempurna menjadi muda untuk kami kawini? Duh, duh, duh.... kebelet kawin benar!" sindirnya lagi.