" Ibuku masih menjanda hingga saat ini, walaupun pernah dilamar oleh beberapa pria kenalannya baik di desanya maupun di Jakarta, namun ia menolaknya karena tak dapat melupakan mendiang Bapak yang telah meninggal dunia walaupun sudah bertahun-tahun lamanya. Ibuku merasa bersalah kepadaku atas keputusannya itu karena aku tidak dapat merasakan kasih sayang seorang Bapak sejak kecil. Ketika ibu menceritakan kisah lengkap masa lalunya, waktu itu aku dianggap telah mampu mengerti dan akupun tak menyesali keputusan ibu yang tidak mencari pengganti sesosok Bapak untukku" cerita Kirana.
Begitulah kisah masa lalu orang tua Kirana berakhir. Mereka berempat yang berada di ruang UKS, Kirana yang tadinya berbaring di tempat tidur, pindah posisi menjadi duduk bersandar ke tembok dan kakinya masih diistirahatkan di atas tempat tidur, teman - temannya yang duduk di pinggir kiri kanan mengelilingi Kirana, mereka berpelukan dan menangis di tempat tidur serta memberi dukungan kepada Kirana setelah ia selesai menceritakan kisah masa lalu orang tuanya.
"Begitulah cerita Kirana, tangisannya dapat dihitung dengan jari makanya aku kaget melihatnya menangis setelah sekian lama terakhir kali melihatnya begitu sewaktu ibunya menceritakan kisahnya itu. Btw bagaimana denganmu Xin? Maaf tadi saya tidak mendengar kisahnya" tanya Aminah kepada Xinxin. Maka Xinxin menceritakan kembali kisahnya, beberapa saat kemudian setelah mendengar ceritanya, mereka merasa malu akan perilaku biadab yang dilakukan orang pribumi yang tega melakukan hal itu dan mengutuki pria - pria itu walaupun salah satu dari pria itu adalah ayah Xinxin.
"Itulah sebabnya aku ingin semua memanggilku Xinxin dari nama asliku Xinxin Wu, walaupun di akta kelahiran dan absen sekolah disini terlampir Chintya Wulandari" ucap Xinxin.
"Oh begitu, pantesan waktu perkenalan awal kamu engga memberitahu nama lengkapnya" komentar Ayu yang mengingat waktu perkenalan pertama kali mereka.
"Tapi kenapa kalau absen dipanggil Xinxin oleh guru?" timpal Ayu lagi.
"Karena aku yang memintanya. Tapi kalau kalian merasa aneh dengan nama asliku, boleh panggil apa saja, sekarang tak masalah bagiku" jawab Xinxin.
"Aku sih tidak masalah" jawab Aminah.
"Xinxin nama yang keren juga ko" jawab Kirana.
"Yah samalah seperti apa yang dikatakan pujangga Shakespeare yang berbunyi {What's in a name? That which we call a rose by any other name would smell as sweet} yang artinya {Apalah arti sebuah nama? Andaikata kita memberikan nama lain untuk bunga mawar, ia tetap akan beraroma wangi}. Xinxin atau Chyntia tetaplah orang yang sama" jawab Ayu.
Disaat momen saling mencurahkan isi hati satu sama lain, otomatis Ayupun ikut menceritakan kisahnya yang kehilangan seluruh keluarganya pada saat tsunami Aceh tahun 2004 dan kehidupannya bersama keluarga pamannya hingga akhirnya pindah ke Jakarta. Selama mereka mendengar kisahnya, mereka menampilkan ekspresi sedih, kesal dan marah atas perlakuan yang diterima Ayu dari keluarga bibinya.
"Jahat banget sih sepupumu itu! Coba aja kalau dia sekolah disini, jangan harap berkuasa disini! Biar gendut gini, gue bisa Judo tau. Nanti gue banting tuh si Liza" omelan Kirana dengan marah berapi - api.
"Atau setelah jam istirahat gue ajarin teknik Judo atau teknik bela diri lainnya dari temen - temen cowo gue yang jago bela diri, banyak lho tinggal pilih. Apalagi kalau yang mintanya cewe cantik. Atau bahkan Ayu bisa pacarin salah satunya biar ada yang jagain" timpal Kirana lagi.
"Makasih Kira, boleh juga belajar Judo, sudah lama aku tidak berlatih bela diri. Sebelum Ayah Ibu meninggal, mereka sempat ajarin Systema dan Karate. Kalau pacaran, aku belum ada pikiran kesana" jawab Ayu.
"Itu bisa bela diri, kenapa tidak melawan mereka?" Tanya Xinxin dengan keheranan.
"Walau bagaimanapun mereka sekarang keluargaku. Dulu sebelum paman meninggal, sikap mereka lumayan baik, dan aku harus tau diri menumpang tinggal di rumah mereka" jawab Ayu.
"Tapi sekarang kan kamu sudah tinggal dirumahmu, kenapa kamu diperlakukan begitu?" Tanya Aminah
"Kalau aku melawan, aku diancam akan di usir dari rumahku. Rumah itu satu - satunya peninggalan yang dipenuhi kenangan indah akan keluargaku". jawab Ayu.
"Btw Systema itu apa ya? Baru kali ini dengar bela diri itu. Kalau Karate, disini juga ada tuh Ekskulnya, nanti gue anterin ke tempat latihannya" tanya Kirana.
"Systema itu bela dirinya Rusia. Bingung menjelaskannya karena bela dirinya bukan hanya memgandalkan tangan kosong, tapi bisa juga menggunakan senjata yang ada disekitar kita dengan tujuan untuk melumpuhkan musuh. Tapi karena waktu itu umurku masih kecil, jadi belum semua teknik dikuasai". jawab Ayu.
"Ayu tinggalkan saja rumahmu itu! Sementara tinggal dirumahku saja ya biar dirumah makin ramai. Di rumahku hanya ada kakek dan nenek, padahal tinggal dirumah yang besar, jadi banyak kamar kosong" bujuk Xinxin.
"Makasih tawarannya Xin, tapi saat ini aku masih ingin tinggal dirumahku". jawab Ayu
"Ok deh, terserah kamu saja. Tapi kalau kedepannya mereka tega mengusirmu, jangan sungkan datang kerumahku ya!" ajak Xinxin lagi.
"Ok, makasih" jawab Ayu.
"Kalau butuh uang tambahan, ikut berjualan saja di sekolah. Barangnya dari Bundoku". timpal Aminah yang mengajaknya berjualan.
" Kalau berdagang, apa tidak terlalu muda berdagang?" tanya Ayu.
"Kata siapa berdagang lihat usia? Buktinya dari kecil sebelum sekolah, saya ikut berjualan dengan Bundo dan Ayah di pasar". jawab Aminah.
"Memangnya barang apa yang dijual Bundomu?" Tanya Xinxin.
"Jual pakaian pria wanita, baju gamis, baju anak - anak, seragam sekolah juga ada" jawab Aminah.
"Oh begitu. Tapi aku takut menghilangkan barang dagangan dan mengotorinya" ucap Ayu dengan ragu - ragu.
"Coba dulu ya" rayu Aminah.
"Ok deh" Ayu menyetujuinya.
"Bagaimana kalau jualan ATK? Anak sekolah butuh tuh, lagian anak - anak suka males ke toko buku buat beli pulpen pinsil, padahal itu barang penting yang sering dipake tapi sering hilang" saran Kirana.
"Ide bagus, modal awalnya dari aku saja ya. Ayu tinggal mengelola penjualannya" jawab Xinxin.
"Jadi merepotkan kalian, terima kasih semua sudah peduli , jadi terharu, padahal selama ini tidak ada teman yang peduli". ucap Ayu sambil menghapus air mata bahagianya.
"Itulah gunanya teman saling membantu" jawab Aminah. Mereka saling lempar senyum.
"Oh iya kita bertiga sudah saling terbuka nih jadi sekarang giliran Aminah donk" ujar Kirana yang memandangi Aminah. Ayu dan Xinxinpun memandangi Aminah. Melihat tatapan mereka, dengan enggan Aminah berkata "Tapi kisahku sudah terjadi lama sekali, sekarang sudah tidak merasa sedih lagi karena tidak seperti Xinxin, Ayu dan Kirana yang kehilangan orang tuanya, sedangkan orang tuaku masih ada". ujar Kirana.
"Iya itu bagi kau karena kau lahir dan besar disini, tapi bagi kakekmu itu kenangan yang pahit lho. Coba aja kakekmu gak selamat atas pembantaian waktu itu, kau tak mungkin lahir ke dunia ini. Atau jangan - jangan kau merasa bahwa kakek moyangmu dan kaummu adalah pemberontak sehingga kau merasa malu menceritakannya?" tanya Kirana.
"Bukan begitu, kau salah. Saya bangga sebagai orang Minang tapi kami dianggap pemerintah sebagai pemberontak, bahkan buku sejarah menerangkan tentang hal itu" jawab Aminah dengan tatapan sedih.
"Makanya jelaskan pada kami"ujar Xinxin.
"Apa kalian akan menghakimi karena ceritaku akan bertentangan dengan apa yang kalian tahu?" tanya Aminah dengan ragu.
"Biar kami yang menilai yang mana benar dan yang mana yang salah. Kadangkala sejarah hanya mengungkapkan fakta dari pihak sebelah saja tanpa mengungkapkan fakta dari kedua belah pihak atau sering kali kebenaran direkayasa demi kepentingan tertentu." ucap Ayu.
"Gue sebagai orang Jawa malahan merasa malu akan apa yang sudah nenek moyang kami lakukan terhadap nenek moyangmu Ami. Tapi hal ini tidak membuat kita bermusuhan kan? Atau jangan - jangan selama ini kau membenciku sebagai orang Jawa?". tanya Kirana.
"Tentu saja tidak. Kalau aku membencimu, kita tidak akan menjadi sahabat" jawab Aminah.
"Jadi ceritakan lagi kisah Kakekmu, cuma gue yang tau. Atau gue aja yang cerita? Gue masih ingat kisah beliau semasa muda dulu" desak Kirana.