Chereads / Terjerat Kawin Kontrak / Chapter 18 - Penemuan Surat Wasiat Asli

Chapter 18 - Penemuan Surat Wasiat Asli

Waktu silih berganti, kini Ayu dan teman - temannya bersekolah di SMA Negeri 81 Jakarta kelas X, mereka memilih SMA tersebut agar dapat memudahkan mereka berkumpul bersama karena sekarang hanya pada saat sekolah mereka dapat bersama. Walaupun begitu, mereka tetap melanjutkan kegiatan pengembangan diri bersama - sama walaupun akhirnya tidak semua kegiatan dilakukan bersama karena perbedaan minat, namun mereka tetaplah kompak. Gara - gara kekompakan mereka, banyak yang menyebut mereka dengan sebutan four flower dan menjadi terkenal dan populer di sekolahnya.

Mereka memiliki sebutannya masing - masing dengan kelebihannya yaitu Ayu dengan kecantikan dan pandai menyusun suatu acara, Xinxin dengan kepintaran dan bakat musiknya, Aminah dengan keanggunan dan kelembutannya sedangkan Kirana dengan kelincahan dan pandai bergaulnya. Walaupun begitu, mereka ramah dan tidak bertindak semena - mena terhadap murid lainnya.

Bahkan mereka aktif sebagai pengurus OSIS yang memaksimalkan potensi dan kreativitas para siswa agar bisa berprestasi dan meningkatkan kepercayaan dirinya masing - masing dengan mengadakan berbagai acara keagamaan, penggalangan dana dan bakti sosial, kerja bakti kebersihan lingkungan, mengadakan perlombaan untuk memperingati hari kemerdekaan, melakukan program olahraga beserta pertandingannya, mengadakan pentas seni cosplay beserta drama panggung dan mengundang tamu penyanyi terkenal. Setiap event yang mereka garap selalu sukses dengan melibatkan seluruh siswa yang antusias mengikuti sesuai arahan mereka sehingga mereka menjadi idola sekolah sekaligus panutan bagi siswa di sekolahnya.

- * * * -

Setahun kemudian, suatu sore hari ketika Ayu berada di rumah setelah pulang sekolah, ia sedang membereskan kamar bibinya yang tadi disuruh bibinya bereskan, sementara bibinya sedang mandi. Kamar bibinya merupakan kamar utama yang dulu mendiang orang tuanya tidur disitu. Kamarnya luas bagaikan apartemen, terdiri dari 3 ruangan, diantaranya kamar mandi luas beserta jacuzinya, ruang ganti baju yang tiap dindingnya berjejer lemari yang menyimpan berbagai baju, tas, topi dan sepatu bermerk serta perhiasan bernilai ratusan juta.

Terakhir ruang tempat tidur yang luas yang tiap sudut ruangan menampilkan area berbeda yaitu sudut yang satu merupakan area tempat tidur dengan 1 kasur super king, di sudut lainnya menampilkan area perpustakaan kecil dengan lemari buku yang besar beserta meja kursi kerjanya, sudut lainnya menampilkan area ruang tv beserta TV LED 42 inci dan sofa sudut 3 dudukannya dan area dandan yang berderet produk kecantikan dan parfum mahalnya. Sedangkan disudut ruang tv terdapat pintu menuju balkon yang menampilkan pemandangan perkebunan yang teduh asri.

Ketika Ayu membersihkan debu - debu di rak buku yang berada di ruang kerja menggunakan penyedot debu, tidak sengaja Ayu menemukan sebuah folder. Tiba - tiba rasa penasaran Ayu bangkit sehingga ia membuka folder tersebut. Ternyata di dalam folder tersebut terdapat sebuah kertas surat dengan tulisan tangan pamannya berjudul Surat Wasiat. Kagetlah ia ketika membaca judul tulisan tangan pamannya itu bersamaan dengan bibinya memanggilnya dari arah kamar mandi sehingga tak sengaja foldernya terjatuh.

Segera ia memungut folder itu, tanpa sempat membaca secara keseluruhan, entah mengapa ia mendapat firasat bahwa surat itu penting dan harus direbut dari bibinya. Maka buru - buru Ayu memisahkan folder tersebut dengan kertasnya. Foldernya disimpan kembali keselipan buku di lemari buku ruang kerja kamar bibinya. Sedangkan kertasnya Ayu gulung dan dimasukan ke dalam bajunya yang ujung baju kaosnya diselipkan ke celana berbahan kain katun dengan model kulot.

Segera Ayu menghampiri kamar mandi dimana bibinya berada dan menjawab "Iya Tante, ada apa manggil Ayu?" sahutnya.

"Ambilkan shampo baru yang kemarin dibeli. Cepetan ya!" perintah bibinya.

"Baik tante" jawab Ayu. Maka segera Ayu keluar kamar bibinya beserta alat penyedot debu yang dibawanya tadi yang digunakannya untuk menyedot debu di kamar bibinya itu. Penyedot debu disimpan kembali ke gudang, sedangkan Ayu cepat berlari kembali ke kamarnya.

Sesampainya dikamar, segera mengunci pintu lalu mengeluarkan kertas surat wasiat yang telah digulungnya tadi dari dalam bajunya, dibuka gulungannya dan dirapihkan kebentuknya semula. Lalu diselipkan ke lembaran kertas kosong HVS ukuran F4 yang biasa digunakannya untuk mengeprint tugas dari komputer sekolahnya. Lembaran kertasnya dimasukan ke dalam tas sekolahnya supaya aman yang nanti akan dibacanya sebelum tidur.

Lalu ia keluar kamar menuju ke dapur mengambil botol shampo bibinya yang kemarin ia simpan di lemari dapur. Setelah ketemu, maka bergegas kembali ke kamar bibinya untuk menyerahkan shampo yang diminta bibinya.

'tok tok' suara ketukan pintu kamar mandi.

Lalu semenit kemudian pintu terbuka, "Lama sekali sih ngambil shamponya, kedinginan tau nungguinnya" omelan bibinya, padahal ia sedang mandi air hangat jadi mana mungkin kedinginan kan.

"Maaf tante, shamponya terselip diujung lemari atas, jadi Ayu harus mencari kursi dulu untuk mengambilnya" kata Ayu sengaja berbohong menutupi keterlambatannya.

"Untuk apa badan tinggi tapi gak guna, ambil shampo saja perlu kursi. Debu dikamar sudah disedot belum?" tanya bibinya dengan nada sewot.

"Sudah bersih tante" jawabnya.

"Kalau gitu, kerjakan yang lain" perintah bibinya yang langsung menutup pintu kamar mandi.

"Kalau begitu, Ayu ke kebun dulu menyiram tanaman" jawab Ayu yang walaupun pintunya sudah ditutup tapi masih bisa terdengar ke dalam kamar mandi.

Sejak bibinya menikah lagi, bibinya ingin dipanggil dengan sebutan tante. Mungkin kalau ia dipanggil dengan bibi maka kesannya tua, padahal memang sudah tua sih. Tapi kalau dipanggil dengan sebutan Tante, mungkin kesannya awet muda, apalagi sekarang tingkah bibinya semakin genit semenjak pamannya meninggal dan menikah dengan pengacaranya itu. Dan entah mengapa Ayu merasa risih apabila berdua satu ruangan dengan pengacara itu padahal pengacara itu adalah pengacara yang dipercaya pamannya untuk mengurusi warisannya dan sampai kini Ayu menganggapnya bukan pengganti pamannya, melainkan orang asing

Sisa hari itu dihabiskan Ayu dengan berkebun, memasak dan membersihkan dapur sebelum tugasnya selesai dan masuk kamar pada saat jam menunjukan pukul 10 malam. Setiba dikamarnya, Ayu mengunci pintu dan membuka tas sekolahnya karena rasa penasarannya sudah tak tertahankan yang selama ini ia pikirkan sejak menemukan surat itu yang hanya dapat dibaca judulnya saja. Akhirnya ia dapat membaca suratnya secara keseluruhan.

Ternyata isi surat wasiat ini ditujukan kepadanya sebagai ahli waris harta kekayaan orang tuanya, dan yang membuatnya lebih syok lagi ternyata surat wasiat yang telah dibacakan pengacara pamannya waktu itu berbeda sekali dengan isi surat wasiat yang sedang Ayu baca sekarang.

Surat wasiat yang ini berisikan bahwa Ayu diberi hak untuk memilih siapa wali asuhnya diantara bibinya atau pihak keluarga Ayu di Rusia hingga Ayu berusia 18 tahun sesuai dengan hukum yang berlaku pasal 50 ayat (1) Undang - Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang membahas tentang Pokok Perkawinan yang berbunyi "Anak yang belum mencapai umur 18 atau belum pernah melangsungkan perkawinan, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, berada di bawah kekuasaan wali. Perwalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta bendanya".

Namun pamannya memberikan hak penuh kepada Ayu untuk mengelola harta warisannya walaupun Ayu belum mencapai usia 18 tahun. Selain itu apabila Ayu ingin kembali tinggal dirumah lamanya di Jakarta maka ia boleh pindah sendiri karena pamannya menilai Ayu sudah dewasa dan bisa menjaga dirinya sendiri walaupun saat itu ia berusia 13 tahun. Ataupun tinggal bersama bibinya di Bogor atau membawa bibinya pindah dan tinggal bersamanya di Jakarta, semua pilihan yang ada berdasarkan keinginan Ayu. Namun ada satu poin hal penting yang tidak terdapat di surat wasiat ini yaitu tanda tangan pamannya beserta tempat dan tanggal pembuatan suratnya di bagian akhir surat walaupun telah terdapat nama pamannya disitu.

Ternyata selama ini sejak awal, pengacaranya bersekongkol dengan bibinya dengan memalsukan surat wasiat pamannya itu. Pantesan gugatan hak asuh Ayu dari kakek Xinxin waktu itu, bibinya menyewa pengacara yang sama yang pamannya pilih sebagai pengacaranya dalam perkara surat wasiat yang akhirnya pengacara itu dinikahi bibinya.

Memang pengacaranya pandai bersandiwara sewaktu meyakinkan jaksa, hakim dan semua peserta hadir bahwa bibinya adalah orang yang baik yang sedang sakit dan sangat perhatian terhadap keponakannnya itu sehingga memenangkan kasus perkara hak asuh. Sewaktu pembacaan surat wasiat pamannyapun, sang pengacara dapat meyakinkan bahwa itu surat asli. Padahal kenyataannya mereka sepasang kekasih yang bersekongkol bekerjasama dalam merebut harta warisan Ayu dari kedua orang tuanya.

Dan pantesan surat wasiat yang dulu ditulis dengan ketikan hasil komputer, sedangkan surat wasiat yang ini ditulis tangan, tapi sayangnya surat wasiat ini tidak ditandatangani oleh almarhum pamannya itu sehingga Ayu ragu apakah surat wasiat ini berkekuatan hukum atau tidak karena diragukan tanpa adanya tanda tangan pamannya.