"Perintah ibuku itu akan disesalinya seumur hidup, karena setelah pintu terbuka ternyata di depan rumah ada seseorang yang bersembunyi di balik tembok kamar. Setelah bapak keluar rumah, tiba-tiba dikejutkan oleh tamu tak diundang yang meninjunya dari samping kanan mengenai pingggang, bapak kaget mundur beberapa langkah ke samping kiri. Padahal sebelum pintu dibuka, mereka sudah mengintip keluar dari jendela. Namun karena keadaan di luar gelap karena mereka tinggal di pedesaan yang tiap rumah dikelilingi pohon - pohon besar dengan jarak antar rumah tidak sempit berdempetan seperti di perkotaan, ditambah lagi seseorang itu memakai baju dan celana hitam bahkan wajahnyapun ditutupi kain hitam, maka wajar sekilas tak terlihat akan keberadaannya dan warga disitu memanggilnya dengan sebutan ninja".
"Bapak bertanya [Mau apa kamu datang malam - malam begini dan menyerangku? Pergi kau dari sini!] usirnya.
[Pura - pura tak tau lagi, tanyakan saja ke iblis yang kau panggil itu] balas ninja.
[Kau jangan menuduh sembarangan! Aku ketua RT disini, mana mungkin aku dukun santet, mana buktinya?] tanya bapak.
[Gak usah banyak bacot, habisi dia!] teriak ninja lainnya yang ternyata bersembunyi juga dibalik tembok di samping rumah, mereka membawa senjata tajam. Namun ia tak seorang diri, ninja yang bersembunyi di samping rumah itu ada 4 orang, sehingga total ninja berjumlah 5 orang" .
"Kemudian bapak dan ninja terdekat dari bapak yang tadi bersembunyi di depan rumah akhirnya berkelahi. Bapak yang tak tau jurus bela diri, hanya memukul asal kayunya tanpa teknik tapi dengan segala tenaga dikerahkan untuk mendaratkan pukulannya ke lawannya. Namun pukulannya dengan mudah dapat ditangkis dan ditahan kayunya bapak sehingga jarak mereka dekat. Dalam keadaan jarak dekat lalu ninja itu mendaratkan pukulannya berkali-kali ke perut bapak dan terakhir dadanya ditendang hingga bapak jatuh tersungkur ke belakang. Sewaktu ia berusaha bangkit, ia ditendang lagi sehingga jatuh kembali. Ibu yang melihatnya di pintu, berteriak [Mas..] Bapak yang mendengar teriakan ibu menyahut teriakannya [Cepat tutup dan kunci pintu! Dhik jangan keluar rumah apapun yang terjadi!] perintah bapak".
"Walaupun ibu keberatan namun itu adalah perintah suaminya maka ibu menurutinya dan segera menutup pintu dan mengunci lagi dengan tangan gemetaran dan air mata berlinangan yang berjatuhan di pipinya. Keputusan itu pun akan disesalinya seumur hidupnya yang jadi pengecut tidak menolong suaminya sebelum suaminya dikeroyok para ninja".
"Dari balik kaca jendela terlihat perkelahian berlanjut kembali, bapak berhasil memukul kaki ninja itu dengan kayu hingga ninja kehilangan keseimbangan lalu terjatuh. Namun selanjutnya ninja lain membacok dari belakang lengan bapak dengan cerulit yang dibawanya hingga baju dan kulit bapak robek memperlihatkan daging tersayat dan darah yang muncrat jatuh ke tanah".
"Mereka serempak mengeroyok bapak, bukan hanya pukulan dan tendangan saja yang diterimanya, bahkan mereka tega membacoknya berkali-kali hingga darah segar muncrat ke segala arah. Entah Bapak saat itu langsung meninggal atau masih hidup, tubuhnya roboh ke tanah. Ibuku menjerit histeris di dalam rumah yang melihat kejadian suaminya dianiaya oleh sekumpulan ninja, ketika itu ia baru sadar bahwa ia sedaritadi memegang pisau dapur, maka memberanikan diri keluar rumah mencoba menyelamatkan suaminya itu".
"Namun sesampainya di luar, ia dihalangi oleh ninja lain yang berada dekat dengannya. Ibu mencoba menusuk tubuh ninja yang menghalanginya namun karena ia tidak tahu teknik bela diri menggunakan senjata, maka asal saja menusuk sehingga dengan gampangnya dihentikan tindakannya dengan memegang pergelangan tangan ibu yang mau menusuk dengan pisau itu, sedangkan tangan kanan si ninja menyentak dengan sekali sentakan memukul tangan ibu yang memegang pisau sehingga pisaunya jatuh ke tanah. Lalu kedua tangan ibu dipelintir ke belakang sehingga ia tidak dapat menggerakan tangannya".
"Walaupun tangan ibu di kunci di belakang oleh sang ninja, ia tidak patah semangat maka menubrukan tubuhnya ke ninja itu dan menggigit sekuat-kuatnya bahu ninja hingga si ninja itu berteriak kesakitan. Ninja lainnya yang menyaksikan kawannya kesulitan dalam menghadapi ibu, menolong kawannya dengan menjambak rambut ibu hingga gigitannya terlepas".
"Ninja yang kesakitan digigit itu menampar ibu hingga jatuh. Tak puas dengan tamparan, ninja itu juga tega menendang ibu berkali kali yang terduduk di tanah akibat jatuh tadi. Ia menerima beberapa tendangan sambil pandangannya beralih ke suaminya yang sedang diseret lalu akhirnya dipenggal kepalanya. Ibuku yang melihat kejadian itu seketika jatuh pingsan".
"Ketika tersadar, ia sesaat lupa dan bingung kenapa ada ibu - ibu tetangga rumah berkumpul di kamarnya dan mereka semua sepertinya habis menangis dengan mata yang sembab dan hidung yang merah. Ketika ingatannya mulai kembali teringat akan kejadian tadi, langsung ia berteriak memanggil suaminya [Mas Joko..] buru-buru ia turun dari tempat tidurnya untuk menemui suaminya".
"Namun ia tiba - tiba merasa pusing sehingga terduduk di tepi tempat tidur. Tetangganya buru-buru memegangnya, takut jatuh terjerembab ke lantai.
[Tunggu Jeng Wati, istirahat dulu] ucap salah satu ibu tetangga.
[Diminum dulu airnya] ucap tetangga yang lain yang menyodorkan teh manis untuk segera diminum.
[Enggak, saya mau menemui Mas Joko] kata ibu, lalu berdiri lagi dan lari. Namun pintu kamar dihalangi oleh ketua RW
[Dhik, jangan keluar dulu! Biar kami urus segalanya] kata pak RW.
[Tolong pak RW, saya mau menemui suamiku] kata ibu yang tetap ingin bertemu suaminya lalu berdiri lagi.
[Baiklah kalau begitu] jawab pak RW".
"Ketika keluar kamar, kagetlah ia menemukan jasad suaminya sudah di kafani dan sekarang warga sedang menshalatkan secara bergantian di ruang tamunya yang sebelumnya terdapat kursi tamu beserta mejanya digantikan dengan tikar dan sajadah sehingga ada ruang untuk menshalatkan jenazah suaminya yag berada di tengah - tengah ruangan. Entah sekarang kursi mejanya dipindahkan kemana, ia tak tahu dan tak peduli".
"Segera ia mendekat, menjatuhkan diri dan memeluk jenazah suaminya itu di lantai sambil menangis terisak-isak. Untungnya anggota badannya lengkap masih ada walaupun terpisah dipenggal oleh ninja biadab itu. Baginya pembunuh itu pengecut tak menampakan wajahnya sehingga tak diketahui siapa pelaku pembunuh suaminya, firasatnya mengatakan mereka pembunuh bayaran dan asalnya bisa jadi warga sini atau bukan".
"Dukun santet hanyalah kedok semata, mungkin ada seseorang yang memiliki dendam terhadap almarhum, atau mungkin juga pembunuhan ini hanya untuk menakut - nakuti warga dan almarhum suami menjadi korban acak. Entah apapun alasan sebenarnya ia tak tahu".
"[Berapa lama saya pingsan?] tanya ibu.
[Jeng Wati pingsan selama 4 jam, jenazah almarhum sudah dimandikan dan dikafani. Nanti pagi Almarhum akan dimakamkan di pemakaman umum yang terdekat] ujar pak RW.
[Kenapa tidak ada yang segera membangunkanku? Aku ingin memandikan almarhum suamiku untuk yang terakhir kalinya] ucap ibu sambil nangis terisak.
Kemudian ibu menshalatkan almarhum bapak dan mengaji terus hingga pagi menjelang tanpa tidur semalaman".
"Keesokan paginya, almarhum dimakamkan jam 8 pagi di TPU di desanya. Cuaca diliputi mendung namun tak kunjung hujan, seakan - akan turut berduka atas kesedihan kematian suaminya yang amat di cintainya. Ia larut akan kesedihannya sehingga ia tanpa pertolongan keluarga dan warganya, urusan pemakaman almarhum suaminya mungkin tidak akan berjalan dengan semestinya. Warganya bekerjasama saling tolong menolong mengurusi pemakaman almarhum dan membersihkan sisa bercak darah sehingga tak terlihat lagi bekas pembunuhan di halaman rumahnya. Hal ini sebagai bentuk penghormatan terakhir mereka yang semasa hidup almarhum telah berbakti kepada masyarakat sedangkan mereka tak membalas jasanya disaat waktu yang dibutuhkan gara gara mereka ketakutan untuk menolong sewaktu terjadi pembantaian itu hingga akhirnya telat tak dapat diselamatkan".
"Hari -- hari sepi dilalui, rasanya ia menginginkan ikut mati bersama suaminya, namun agamanya melarang hal demikian, sehingga ia bertahan hidup namun hidup terasa hampa tanpanya. Mereka teman sejak kecil sehingga sudah lama mengenalnya bagaikan pengantin yang sudah bertahun - tahun hidup bersama sehingga tahu sifatnya luar dalam".
"Dua bulan kemudian, baru ketahuan bahwa ia sedang mengandung. Itu bagaikan suatu mukjizat, walaupun sekarang maut memisahkan mereka, namun ada malaikat kecil yang ditinggalkan almarhum suaminya untuk menemaninya di dunia ini. Itulah yang menjadi penyemangat hidup ibuku untuk terus menjalani hidup, namun kenangannya bersama dengan mendiang suami di sana membuatnya sangat sedih, maka ia memutuskan merantau ke Jakarta bersama Embah (kakek nenek)".