"Sewaktu ibuku dibawa ke rumah sakit dalam kondisi tak sadarkan diri tergeletak di taman dekat rumah sakit tanpa identitas sehingga pihak rumah sakit tak tahu harus menghubungi keluarga korban. Pihak rumah sakit segera merawat hingga ibuku sadar namun ia mengalami gangguan mental. Saat itu keadaan sangatlah kacau, banyak korban berjatuhan, baik luka ringan, luka berat, maupun meninggal dunia sehingga tim medis rumah sakit sangat sibuk menangani berbagai pasien korban kerusuhan tersebut".
"Pihak kepolisianpun begitu, banyak kasus yang terjadi akibat amukan massa, baik perampokan, penganiayaan, maupun pembunuhan sehingga Kakek nenek baru dapat menemukan ibu seminggu setelah kejadian itu".
"Kondisi fisiknya sudah sembuh namun kondisi jiwanya mengalami gangguan mental yang parah. Ia menjadi takut berlebihan kepada setiap pria yang mendekatinya dan sering berhalusinasi mengenai kejadian itu. Ia akhirnya dibawa pulang ke hotel dekat markas kepolisian, karena selama ini kakek nenek tinggal disitu dan takut pulang ke rumah itu, takut rumah mereka diserbu massa lagi. Keesokan harinya, mereka pindah ke luar kota".
"Sesudah mereka pindah ke rumah saudara di daerah Singkawang, Kalimantan Barat. Mereka membeli rumah di pedesaan dengan tanah yang luas dan jauh dari keramaian supaya ibuku dapat diurus dan tetangga tidak ada yang terganggu apabila ibuku mengamuk. Hal ini dikarenakan mereka tak tega menitipkan anaknya di rumah sakit jiwa. Walaupun begitu, demi kesembuhannya maka dipekerjakan tenaga perawat yang tinggal bersama mereka, sedangkan psikiater serta dokter pribadi dipanggil ke rumah sewaktu-waktu jika diperlukan".
"Sebulan setelah mereka pindah, baru ketahuan bahwa ibuku hamil. Kakek dan nenek yang mengetahui hal itu sangat terpukul, namun mereka tidak tega untuk menggugurkan janin yang berada didalam perutnya karena walau bagaimanapun janin yang berada di dalam perutnya makhluk hidup yang suci".
"Bulan berganti bulan, ibuku sudah hamil tua, ketika kondisi jiwanya mulai menampakan kesadaran dan merespon akan daerah sekelilingnya, barulah ia menyadari bahwa ia sedang mengandung. Ia histeris dan memukul-mukulkan tangannya ke perut dengan keras. Kakek nenek yang mengetahui ibuku histeris yang mencoba mengugurkan aku yang berada di dalam perutnya, segera mencegahnya namun kekuatan ibuku kuat, mereka berdua tak bisa membuat ibuku menghentikan aksinya".
"Akhirnya mereka meminta bantuan para pekerja dirumahnya dan kakek menelepon dokter pribadi yang merawat ibuku selama ini. Sebelum dokter datang, dikaki ibuku mengalir darah segar yang banyak. Dokter pribadi tak kunjung datang sehingga kakek segera membopong ibu masuk ke dalam mobil dan segera membawanya menuju ke rumah sakit".
"Ternyata kondisi ibuku gawat dan harus segera melahirkan dengan paksa, kalau tidak dilakukan maka ibuku dan aku tidak akan tertolong. Kakek nenek menyetujuinya asalkan kami berdua selamat. Operasi caesar pun dilakukan padahal kehamilan ibuku masih 7 bulan, kemungkinan aku hiduppun sangatlah tipis, tapi harapan hidup masihlah tetap ada. Dengan harapan yang tipis itu kakek dan nenek berdoa atas keselamatanku dan ibuku".
"Operasinya berhasil, ibuku selamat karena pendarahannya berhenti dan berkat transfusi darah yang sudah masuk ke nadinya menggantikan darah yang sudah keluar deras itu, sedangkan aku yang terlahir prematur harus di inkubator selama dua bulan lamanya. Ibuku yang sebelumnya sudah menandakan akan sehat kondisi jiwanya, namun setelah melahirkanku, semakin memperparah kondisi mentalnya".
"Syukurnya sejak bayi aku terlihat normal dan pertumbuhan jiwa dan ragaku seiring berjalannya waktu didiagnosis oleh dokter adalah anak yang normal. Bahkan wajahku menurun dari ibuku, tak ada kemiripan dari penduduk lokal, entah siapapun ayahku itu aku tak peduli dan tak mau peduli. Kalau wajahku sebaliknya, maka aku akan seumur hidup membenci wajahku sendiri dan akan operasi plastik seperti ibuku.".
"Mereka hanya pasrah dengan keadaan ibuku. Sedangkan usaha perhiasan kakek sebagian besar di Cikini, sehingga memaksanya untuk bolak balik Jakarta-Singkawang. Untungnya peristiwa mengerikan itu terjadi hanya tahun itu saja sehingga kakek dan nenek bisa bolak balik Jakarta-Singkawang dengan tenang. Namun kondisi mental ibuku tak pernah sembuh lagi hingga akhirnya ia meninggal disaat usiaku 10 tahun".
"Setelah ibuku di kremasi, kami bertiga memutuskan balik lagi ke Jakarta. Kakek nenek orangnya terlalu baik, anaknya sendiri yang jadi korban tapi mereka tidak membenci orang pribumi. Sedangkan aku sangat membencinya hingga terpatri mendarah daging. Mereka berdua mengetahui kebencianku sehingga aku disekolahkan disini yang semua muridnya orang pribumi, hanya kamu saja Ayu, orang asing yang bersekolah disini" cerita Xinxin.
Selama mendengarkan kisah ibu Xinxin, tak terasa butir butir air mata mengaliri pipi Ayu yang mulus. Ia turut bersedih atas kemalangan yang dialami oleh almarhumah. Mimpi buruk setiap wanita adalah kehilangan keperawanannya dengan paksa apalagi dilakukan oleh banyak pria bejat. Ia pun turut mengutuki pria bejat itu yang telah mengakibatkan luka batin yang mendalam yang dialami oleh mendiang sehingga tak kunjung sembuh. Ia pun berdoa semoga di sana beliau bisa tersenyum kembali.
Kisah Xinxin akhirnya selesai juga, ruang UKS diliputi keheningan. Sesaat kemudian Ayu mengomentari sekaligus memberi nasehat secara halus kepada Xinxin "Oh jadi begitu, saya turut bersedih atas nasib yang menimpa ibumu, semoga almarhumah masuk surga dan bahagia di sana".
"Sekarang aku paham kenapa kamu sekolah disini padahal kamu membenci orang pribumi. Tapi kamu sebaiknya jangan menghakimi juga gara-gara sebagian orang pribumi yang melakukan kejahatan terhadap ibumu lalu kau memandang bahwa semua orang pribumi adalah orang jahat. orang pribumi yang jahat itu yang salah paham menilai dan mencurigai bahwa keturunan tionghoa itu bagian dari rezim pemerintah yang pro komunisme".
"Mungkin mereka juga cemburu akan kesuksesan keturunan tionghoa yang sukses berbisnis di negeri ini padahal mereka kaum minoritas sehingga dinilai negri ini terasa seperti dijajah kembali. Sehingga mereka mencari kelompok yang dapat mereka salahkan dan menjadikannya sebagai tempat amukan tumpahan kemarahan warga lokal. Aku yang sebagian warga sini meminta maaf sehingga Ibumu yang jadi korban".
"Kenapa kau yang meminta maaf, bukan salahmu ko". jawab Xinxin.
"Apakah gara-gara ini makanya kamu juga tidak begitu welcome terhadap Aminah dan Kirana? Mereka warga asli sini, tapi mereka juga tidak bersalah. Maukah kamu berteman dengan mereka berdua?" pinta Ayu.
"Yah.. sebenarnya mereka bukan orang menyebalkan sih, bahkan Kirana lucu. Baiklah aku akan berteman dengan mereka. Tapi kenapa kamu hanya menganjurkan mereka berdua? Kenapa tidak dengan teman sekelas kita?" tanya Xinxin.
"Saya menilai bahwa teman perempuan di kelas kita, tidak menyukaiku. Mungkin juga itu cuma perasaanku saja, tak kenal maka tak sayang bukan. Namun aku malu untuk berteman duluan, takut tak diterima dilingkungan mereka. Sedangkan teman laki-laki di kelas kita baik karena aku berbeda dengan yang lain". jawab Ayu.
"Kenapa kamu berpikir teman perempuan kelas kita tidak menyukaimu?" tanya Xinxin.
"Biasanya aku menjadi ancaman mereka, takut kalah cantik dan kalah popularitas, hal ini terjadi saat aku bersekolah di tempat dulu. Entahlah, hal ini sudah biasa bagiku. Kamu teman pertama yang ku punya, dan Aminah serta Kirana sepertinya tulus mau berteman dan aku nyaman bersama kalian" jawab Ayu.
"Makasih ya Yu, kamu juga teman pertamaku di sekolah ini" kata Xinxin.