Chereads / Terjerat Kawin Kontrak / Chapter 11 - Kesedihan di Ruang UKS

Chapter 11 - Kesedihan di Ruang UKS

Mereka berdua tersenyum dan berpelukan hingga tiba-tiba terdengar suara seseorang menangis, awalnya terdengar samar-samar, semakin lama suara tangisannya semakin terdengar lebih keras. Rupanya seseorang yang sedang tiduran di tempat tidur di ruangan UKS yang tirainya tertutup itu mendengar percakapan kami.

Lalu Ayu memberanikan diri bertanya "Hallo.. Maaf apabila kami berdua jadi mengganggu waktu istirahatnya. Kalau begitu kami keluar ruangan dulu, silahkan lanjutkan lagi istirahatnya, semoga lekas sembuh".

{Ruangan UKS (Unit Kesehatan Sekolah) itu diperuntukan bagi siswa yang sakit sehingga tidak hanya disediakan macam-macam obat luka luar P3K dan obat darurat lainnya, di ruangan itu juga terdapat lemari penyimpanan obat, lemari penyimpanan yang berisi buku kesehatan para murid dan alat kesehatan misalnya termometer, stetoskop dan tensimeter, 1 meja dan 5 kursi lipat, timbangan badan plus tinggi badan, serta 2 tempat tidur plus tirainya sebagai pembatas ruangan untuk rebahan murid yang pingsan atau sebab sakit lainnya sehingga harus memulihkan diri dengan beristirahat. Biasanya di ruangan ini dijaga oleh guru UKS dan ditambah pada saat upacara standby anggota PMR yang siap siaga membantu murid yang jatuh sakit akibat tidak kuat mengikuti kegiatan upacara. Tugas guru UKS selain melakukan pertolongan pertama pada kecelakaan dan pengobatan sederhana di sekolah, juga bertugas memberikan pendidikan kesehatan dalam rangka menanamkan kebiasaan hidup sehat sehari-hari, serta melakukan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi pada program UKS seperti contohnya mengatur jadwal imunisasi siswa di sekolah dengan memanggil petugas Puskesmas sehingga terselenggarakannya imunisasi di sekolah}.

Untuk menghindari murid membolos dari kelas dengan tidur di tempat tidur yang disediakan oleh sekolah di ruangan UKS, maka guru UKS selalu menjaga ruangan tersebut. Namun entah mengapa hari itu guru UKS tak berada di ruangannya.

Walaupun tak ada guru UKS, Ayu tetap berfikir positif bahwa orang yang sedang tidur di salah satu tempat tidur yang tirainya tertutup di ruangan itu adalah murid yang sedang sakit dan butuh istirahat. Mungkin obrolan mereka tadi membangunkan murid yang sedang sakit itu dan tanpa sengaja ikut mendengar curhatan Xinxin karena mereka berada di satu ruangan, hanya tirai tebal yang memisahkan sehingga ia tidak tahu siapa murid yang sakit itu.

Sewaktu mereka memutuskan untuk pergi saja dari ruangan itu, mereka membereskan peralatan P3K lalu berdiri dari duduknya dan menyimpannya di lemari penyimpanan obat. Kemudian berjalan menuju pintu keluar, namun sebelum sampai ke pintu keluar, tiba-tiba terdengar suara seseorang memanggil "Tunggu! Jangan keluar dulu! Disitu Ayu dan Xinxin kan? Kemarilah! Maaf gue gak bisa buka tirai, kaki gue terkilir nih jadi gak bisa jalan". perintah seseorang dibalik tirai. Dari suaranya, sepertinya Ayu tidak asing dengan suara itu. Lalu mereka berdua tidak jadi pergi, memutuskan kembali berjalan menuju kasur dan membuka tirainya.

Ternyata Kirana yang sedang berbaring menangis terisak-isak hingga cegukan. Kami berdua yang melihatnya jadi khawatir dan menghampirinya.

"Kamu baik-baik saja Kira?" tanya Xinxin.

"Sudah cup cup jangan nangis!" hibur Ayu.

"Maaf.. Gak sengaja nguping curhatan kamu Xin. Kisahmu mengingatkanku akan nasib Bapakku yang juga sudah meninggal ketika kami masih di Jawa" Jawab Kirana tersendat-sendat akibat menangis hingga cegukan.

Kami mencoba menghibur Kira namun tangisannya lama berhentinya. Walaupun Ayu sedih dan nangis juga akan kisah Xinxin, namun reaksinya tak separah Kirana yang biasanya periang. Hingga tiba-tiba pintu ruang UKS terbuka tanpa ada ketukan terlebih dahulu, otomatis kami bertiga menoleh ke arah pintu yang terbuka.

Ternyata Aminah yang membuka pintu itu. Ia pun terkejut mendapati ruanganya ada orang lain selain Kirana, lalu berkomentar "Ups.. ternyata ramai di sini. Dikirain hanya Kira yang ada di ruangan ini karena tadi waktu saya dari kelas mau ke sini, saya lihat di parkiran bu Elis naik motor mau keluar sekolah" ucap Aminah yang mengarahkan pandangannya ke Ayu dan Xinxin. Lalu ia melirik ke arah Kirana dan kaget melihatnya menangis dan segera menghampirinya.

"Kamu kenapa Kira? Sakit banget ya terkilirnya? Sudah diobatin belum? Atau kita ke Rumah Sakit saja ya supaya di ronsen atau CT-scan atau apa sajalah yang dibutuhkan biar lebih jelas apa cuma terkilir atau patah tulang?" rentetan pertanyaan yang diajukan Aminah yang sedang kalut melihat sahabatnya menangis. Kirana yang biasanya periang, jarang melihatnya sedih apalagi menangis di depan orang lain. Ia sendiripun hanya pernah tiga kali melihat sahabatnya menangis, ketiganya itu ketika sahabatnya baru pindah rumah di dekat rumah mereka ketika mereka masih kecil.

"Kaki gue udah mendingan kok Ami, untung tadi pak Baim lihat waktu gue jatuh. Terus dia manggil pak Teja, mereka bopong gue ke sini, dan untungnya bu Elis masih ada disini, jadi segera diobatin deh. Akhirnya disuruh bu Elis istirahat aja disini. Huh percuma gue lari sekuat tenaga ngejar waktu biar gak telat sekolah tapi ujung-ujungnya tetep gak masuk kelas, malahan kaki yang jadi korbannya" keluhan Kirana.

"Makanya lain kali bangunnya jangan kesiangan donk! Tadi pagi kan sudah dijemput, tapi kamu baru bangun. Daripada telat, saya tinggal saja". omel Aminah.

"Elu tuh tega ninggalin.. jadinya gue buru-buru lari sampai jatuh terkilir nih. Sakit tau" keluh Kirana.

"Iya deh maaf.." ucap Aminah.

"Sekarang sih udah mendingan, lihat kan kakinya udah gak bengkak lagi, jadi gue baik-baik aja. Ga usah khawatir!" kata Kirana.

"Gak khawatir gimana? kaki bengkak gitu sampai diperban" ucap Aminah dengan khawatir.

"Woy dengerin donk! yang bengkak itu tadi pagi, tapi sekarang udah baikan. Berarti udah sehat berkat pertolongan bu Elis tadi" terang Kirana memperlihatkan kakinya yang disangga tiga bantal dan kakinya dibalut dengan perban elastis yang ujung perbannya direkatkan dengan plester.

"Sudah diurut belum kakinya?" tanya Aminah,

"Ngaco. Kalau asal urut yang bukan ahlinya, malahan nanti bisa memperparah terkilir kakinya akibat salah urat" timpal Xinxin yang bercita-cita ingin jadi dokter dan berkat kegiatannya di PMR sehingga tahu cara pertolongan pertama kaki yang terkilir.

"Saya kira obatnya cukup diurut doang" komentar Aminah

"Jaman jadul nenek moyang kamu kali yang melakukan itu" timpal Xinxin lagi.

"Iya deh maafkan daku yang hanya masyarakat awam yang bodoh ini" jawab Aminah.

Kami bertiga serempak berkomentar "Huh.. Lebay", kami pun tertawa gara gara tak sengaja berkomentar sama.

"iya tuh betul, bu Elis juga berkata begitu jangan asal urut. Tadi bu Elis ngompres kaki gue pakai es batu yang dibeli dari kantin lalu esnya dibalut kain, lalu ditepuk-tepuk di daerah yang bengkak tadi selama 15 menit. Setelah itu kakinya diperban dan disangga dengan bantal ini dan disuruh minum obat pereda nyeri juga, akhirnya disuruh istirahat di sini. Tadi ngantuk banget, mungkin efek obat tadi yang diminum. Tapi gak jadi tidur gara-gara kedatangan Ayu dan Xinxin" terang Kirana.

"Kok bu Elis tega ya ninggalin Kira disini yang kakinya lagi gitu. Kalau butuh apa-apa gimana?" tanya Ayu.

"Tadi bu Elis juga gak tega ninggalin, rencana belanja obat-obatan buat kegiatan PMR nanti weekend mau dibatalin ke besok aja. Tapi karena gue udah BBM Aminah nyuruh dia nemenin gue disini, akhirnya bu Elis jadi juga belanjanya. Tapi Aminah lama datangnya, tega bener biarin sobatnya terbaring disini. Hiks hiks.. " keluh Kirana disertai tangisan pura-puranya.

"Iya deh maap lagi... Tadi ada tes dadakan, jadi telat datang kesini. Padahal tadi ngerjainnya udah secepat mungkin kok, selesai tes langsung ke sini" jelas Aminah membela diri atas keterlambatannya.

"Nah terus kenapa nangis gitu?" tanya Aminah lagi.

"Tadi waktu gue tidur-tiduran di sini, gak lama setelah bu Elis pergi, datang Ayu dan Xinxin. Tadinya gue gak tau mereka yang datang karena tirainya ditutup. Taunya sewaktu mereka mengobrol. Tadinya gue mau bilang kalau gue disini tapi terhenti gara-gara Xinxin curhat tentang kehidupan almarhumah ibunya. Kisahnya sedih banget sama kaya almarhum bapak yang meninggal gara-gara kerusuhan tahun 1998. Kenapa sih ada kerusuhan di tahun itu? Gak ngerti deh" jelas Kirana yang mulai menangis lagi. Kami bertiga mendekati Kirana dan mengelus punggung Kirana dengan tangan kami dengan ritme pelan, namun tak ada kata yang keluar untuk menghiburnya.