Chereads / Shitty World & Heroes / Chapter 13 - Chapter 09 : Babylon Tower, Surga Pengetahuan dan Bahamut.

Chapter 13 - Chapter 09 : Babylon Tower, Surga Pengetahuan dan Bahamut.

Saat membuka mata, aku melihat wajah yang asing berada tepat di depanku. Ia sedikit berkumis dan berbulu di setiap bagian wajahnya.

"Ti ... kus?" Aku mencoba menebak.

"Aku ... naga!" tukasnya penuh kekesalan.

Segera setelah itu ia menghujamkan seluruh badan berbulunya ke wajahku terus – menerus. Hal ini membuatku merasa sesak. Dengan insting yang kupunya, aku menangkap dan melemparkannya seperti bola baseball ke arah dinding.

"M-Maaf ..." ucapku spontan setelah tersadar atas tindakan barusan.

Makhluk kecil itu berteriak tidak jelas. Ya aku tidak terlalu mementingkan makhluk kecil berbulu yang bisa bicara ... Berbicara!

"Oi! Kamu siluman tupai?!"

"Dasar manusia kurang ajar! Aku naga! Bukan siluman tupai! Naga! Naga!" Ia terus berteriak sambil mendekatiku begitu cepat dengan kedua kaki kecilnya.

"Aku sangat heran kenapa sampai kalian bisa diizinkan masuk ke Babylon Tower." Tupai yang mengaku naga itu menghela napas panjang.

"Apa maksudmu, Tupai? Ini bukan di rumah sakit?"

"Bagaimana mungkin kalian bisa di rumah sakit sementara kalian kemarin baru saja berhadapan dengan penjaga bangunan ini? Dan aku bukan tupai!" Ia menghela nafas panjang lagi, "Memang sangat melelahkan berbicara dengan anak kecil sepertimu ..."

Dengan spontan mulutku membalasnya, "Kau yang kecil!"

"Aku enggak kecil! Ya ampun berbicara denganmu memang sangat merepotkan. Persis seperti yang dikatakan Alisha ..."

"Alisha?" Aku langsung menundukkan tubuhku ke tupai itu, "Di mana dia sekarang? Bagaimana dengan lukanya?"

Aku baru saja teringat. Kalau sebelumnya kami berhadapan dengan penjaga tempat ini. Aku sangat ingat sekali rasa sakit yang kurasakan. Tapi bagaimana kami bisa sampai masuk ke dalam tempat ini?

"Ikuti aku, Anak Kecil."

Makhluk kecil yang mengaku naga itu membimbingku menuju keluar dari ruangan ini. Tempat ini terlihat seperti bangunan tua di era abad pertengahan. Lantainya terbuat dari batu-batuan yang tidak kuketahui. Dindingnya juga memiliki ukiran simbol-simbol aneh yang belum pernah kulihat di internet dahulu. Lorongnya sangat terang seperti di siang hari saja. Langit-langitnya dipenuhi lukisan yang aku tidak mengerti. Apa itu kadal? Kalau yang itu ... badak? Ah! Aku hanya perlu menemui Alisha dan melaksanakan misi kami.

"Masih jauh, Tupai?"

"Naga! Aku ini naga! Ikuti saja dan jangan banyak bicara!"

Aku mencoba mengamatinya lagi. Bulunya ... gerakannya ... dan ekornya ... kalau disebut naga pasti dusta. Lebih mirip tupai ... tapi hamster juga mirip. Atau mungkin tikus? Tapi aku belum pernah melihat tupai atau tikus yang memiliki corak biru dan putih seperti ini. Dia seperti barang limited edition!

"Sudah sampai."

Kami berhenti di sebuah pintu yang terbuat dari metal yang sangat mencolok. Warnanya begitu cerah dan sangat indah. Berbeda sekali dengan pintu di ruanganku tadi. Perbandingannya seperti pintu gudang dengan pintu utama keluarga kerajaan.

Ketika tupai kecil itu membuka pintunya aku melihat Alisha sedang duduk di atas tempat tidur sambil menatap sesuatu di sebelahnya. Suara pintu itu membuatnya sedikit kaget dan mengalihkan matanya ke arah pintu.

"Rahl!" Senyuman langsung tertoreh di wajahnya.

"Yo. Alisha," sapaku, "Syukurlah kamu baik – baik saja."

Aku pun duduk di dekatnya.

"Syukurlah kamu juga tidak apa – apa, Rahl."

Alisha tersenyum. Di balik senyuman itu, ia berusaha menahan air yang tengah menggenangi matanya. Tak lama, air itu tumpah dan menganak sungai di pipinya yang kemerahan. Aku tidak bisa menanyakan sebab ia menangis. Tapi yang kutahu kejadian kemarin itu pasti pengalaman yang berat baginya. Aku pun juga merasa demikian.

Alisha mulai menarik dan menggenggam erat bajuku. Menyandarkan kepalanya di dadaku diiringi tangisan yang sangat memilukan. Tangisan itu sangat keras sampai berdengung – dengung di telingaku. Aku tidak merasa bising dengan hal itu. Aku ... seolah aku merasa kalau tangisan itu juga ditujukan padaku. Hal itu membuat hatiku bergetar. Menyayatnya sampai mengeluarkan sendu yang tak bisa kupahami.

Jangan khawatir, Alisha. Aku akan menjagamu selalu ...

Aku memeluknya erat selama yang ia inginkan. Tak tahu sudah berapa lama waktu berlalu, Alisha mulai berhenti menangis. Tubuhnya tidak mampu lagi menopang untuk tetap duduk tegak. Perlahan kubaringkan dia di ranjang ini. Dia menggenggam tanganku. Dan tidak melepaskannya sampai ia tertidur.

"Gadis yang malang, bukan begitu?" ujar tupai itu dengan suara yang kecil.

"Tupai, bisa kau jelaskan apa yang sebenarnya terjadi saat kami berhadapan dengan penjaga tempat ini?"

"Aku tidak tahu. Karena aku tidak pernah boleh keluar dari tempat ini karena sebuah alasan. Jadi aku sama sekali tidak pernah tahu apa yang terjadi di luar sana kecuali perantara sang penjaga tempat ini. Tapi karena kalian selamat, berarti kalian telah berhasil melewati syarat masuk ke tempat ini."

Sejauh yang kuingat, aku tidak sadarkan diri saat sang penjaga itu menggunakan aura kekuatannya di level terakhir. Aku tidak ingat level berapa itu. Dan seharusnya tulang – tulangku sudah retak dan organ-organ dalamku juga remuk.

"Lalu bagaimana keadaan kami setelah memasuki tempat ini?"

"Kalian tidak sadarkan diri dan penuh luka. Dan terlebih lagi ... gadis itu ... ia tidak bisa lagi menggunakan kakinya saat ini."

Dadaku sangat sesak mendengarnya.

"Kenapa bisa seperti itu?"

"Beberapa syaraf dan ototnya mengalami kerusakan yang parah. Tapi bukan berarti itu akan permanen. Akan ada kesembuhan dalam jangka panjang dengan pengobatan manusia."

"..."

"Sebelumnya aku sangat berterima kasih atas perawatan yang kau berikan padaku dan Alisha. Namaku Rahl Hoff. Saat ini aku bekerja sebagai asisten Alisha dalam pencarian mitos dan sebuah buku di Babylon Tower ini," Aku pun menjelaskan panjang lebar maksud kedatangan kami berdua ke tempat ini.

"Walau sudah lama berada di tempat ini aku tidak pernah mengetahui buku yang disebut dengan Mahfuzi. Tapi kalau tentang mitos 7 pahlawan legendaris aku pernah melihatnya di ... entah aku sudah lupa."

"Dasar tupai," kesalku seketika.

"Bukan tupai! Naga! Aku ini naga! Aku dijuluki sebagai naga yang paling kuat di alam semesta. Namaku Bahamut. Bukan Tupai!" Ia seolah sedang mempromosikan dirinya sendiri.

Bahamut? Seperti nama naga di FF? Kebetulan kah? Tapi naga di FF itu mah dewa banget. Sementara si tupai ini ... kecil. LOL.

"Kau pasti bohong." Aku menunjuk-nunjuk hidungnya.

"Meladenimu seharian akan membuat energiku terbuang percuma," Ia mengambil napas panjang. "Untuk masalah makan dan minum, kalian tenang saja. Aku akan membawanya kepada kalian di pagi dan malam hari. Dan kalian bebas membaca apa pun yang ada di tempat ini. Buku – buku dan arsip ada di lantai atas dengan menaiki tangga cahaya."

"Kenapa kau baik sekali, Tu—Bahamut?"

"Itu sudah menjadi tugasku sebagai pengawas bagian dalam dari Babylon Tower. Ada lagi yang ingin kau tanyakan?" Ia menatapku.

Sorot matanya ... menyembunyikan sesuatu. Sebenarnya aku ingin menanyakan hal itu. Tapi kuurungkan saja niat ini.

"Tidak ada, Bahamut."

"Kalau begitu aku akan berkeliling dahulu. Dan untuk perawatan Alisha kau tenang saja, Rahl. Aku akan menjaganya."

Aku terdiam mendengar ucapannya.

"Walau pun kecil ternyata kau ini sangat jantan rupanya, Bahamut."

"Jangan memuji sambil mengejekku, Anak Kecil!"

Melihat reaksinya membuatku tergelitik. Tahan, Bro. Tahan.

Bahamut pergi sambil berjalan menggunakan kedua kakinya. Namun ketika sudah agak jauh, ia menggunakan keempat kakinya untuk berlari. Kan benar dia itu tupai. Kalau naga itu terbang bukan lari.

Sudah. Sudah. Fokus dulu. Saat ini aku harus mencari tahu di mana letak tangga cahaya itu. Dia tidak memberi tahuku secara spesifik ke arah mana tangga itu bisa ditemukan. Aku mencoba mengambil jalur kiri yang berlawanan dari arah aku datang dari tempat kuberbaring sebelumnya.

Setelah cukup lama menapaki lorong ini, aku menemukan sebuah pintu yang sangat besar. Lebih tepat disebut sebagai gerbang. Karena memiliki dua pintu dan terlihat sangat berat. Aku mencoba mendorongnya tapi aku rasa percuma. Pintu ini tidak bergerak sedikit pun. Aku mencoba menempelkan telingaku di pintu itu. Berharap mendengar sesuatu yang bisa membuatku penasaran. Nihil. Tidak ada suara apa pun di balik pintu gerbang itu. Untuk apa benda sebesar itu dibuat jika tidak bisa digunakan? Perancang Babylon Tower ini benar – benar tidak mengerti tentang arsitektur.

Aku meninggalkan pintu gerbang itu dan lanjut berjalan. Tak lama ada sebuah cahaya yang sangat terang. Saat aku mencoba mendekati cahaya itu tak sengaja kakiku menabrak sesuatu.

"Jangan bilang kalau ini tangga cahaya ..."

Yang aku lihat tak seperti bayanganku. Aku membayangkan sebuah tangga biasa namun bercahaya. Tapi kenyataannya, ini seperti ribuan bintang yang disusun membentuk jalan menuju bagian atas tempat ini. Benar – benar menakjubkan. Manusia tidak akan pernah mampu melakukan hal ini.

Aku mencoba menapakinya. Terasa sangat nyaman di kaki. Benda – benda seperti bintang itu seolah sedang memanjakan kakiku. Saat kulihat ke bawah seolah aku berada di luar angkasa. Benar – benar menakjubkan. Tak terasa aku sudah berada di ujung tangga ini. Andai Alisha tahu seperti apa tempat ini, dia tidak akan pernah mau keluar dari sini selamanya.

Buku – buku itu berjajaran dengan sangat rapi. Benda – benda yang aneh tersusun rapi di bagian yang berlawanan dari rak buku itu. Ada meja yang sangat besar dan banyak sekali jumlahnya. Banyak sekali lukisan yang digantung di langit – langit. Tempat ini sangat luas, aku bahkan tidak bisa melihat ujungnya. Ini seperti ladang buku dan surganya pengetahuan. Tapi kalau luasnya seperti ini ... kapan aku bisa menemukan Mahfuzi dan mitos legenda itu? Sial!

Aku menelusuri perpustakaan ini. Sudah banyak aku melangkah namun Rak buku yang memiliki papan nama 'Matematika' tak kunjung habis. Njir! 10 menit kemudian, aku berhasil melewati rak buku Matematika. Setelahnya ada rak buku 'Bahasa'. Setelahnya lagi ada 'Alam'. Setelahnya lagi ada 'Peradaban'. Sialan! Ini tidak ada habisnya.

Aku mencoba rute lain. Terus berlari ke sana kemari. Hingga sesuatu yang berkilauan mengalihkan pandangan mataku. Aku bergegas ke sana. 'Mitos'.

WUHUU!!!

Akhirnya setelah lebih dari 2 jam aku berhasil menemukan rak mitos. Betapa senangnya aku. Namun saat kuperhatikan rak ini. Hampir tak memiliki awalan dan ujungnya. Oh ... Ya. Ini mungkin yang disebut orang – orang, 'sudah jatuh ketiban tangga'.

Namun ... itu bukan alasan untuk berhenti. Aku tidak ingin jadi beban bagi Alisha lagi. Semenjak aku mengambil buku pertama ini ... aku tidak akan berhenti mencarinya. Sampai aku temukan mitos 7 pahlawan legendaris dan Mahfuzi. Aku tidak akan berhenti dan menyerah.

Aku langsung membuka buku itu. Di sana tertulis dengan sangat-sangat detil tentang mitos. Namun karena bukan yang kucari langsung aku ganti ke bagian selanjutnya. Begitulah seterusnya. Aku membuka buku, membacanya sedikit, tidak sesuai, langsung aku ganti dengan buku yang lain. Terus dan terus. Tidak berhenti barang sedetikpun.

"Mau berapa lama kau membaca buku-buku itu, Anak Kecil?"

"Entahlah ... Aku tidak tahu," jawabku dengan napas berat.

"Ini makan malammu. Aku tidak ingin Alisha memarahiku kalau kau jatuh sakit."

"Terimakasih, Tup—Bahamut."

Ia pergi sambil melambaikan tangannya. Aneh. Makanan yang ia bawa tidak sedikit. Tapi bagaimana dia membawanya. Ah! Aku ingin tidur dan kembali ke ruangan tidurku. Saat berdiri barulah aku tersadar kalau aku tidak tahu ke arah mana jalan menuju tangga cahaya itu lagi. Sialan!

Aku pun melahap makananku sembari meluapkan amarah.

Sehabis makan, tubuhku terasa segar kembali. Makanan apa yang tupai itu berikan padaku? Sensasi yang luar biasa.

"Kalau begini aku bisa begadang untuk membaca lagi. Semangat! Wahai diriku yang tampan!"

Segera kuambil beberapa buku dan meletakkannya ke atas meja. Aku pun duduk dan memantapkan tekad.

"Waktunya bertempur."

~000~