Chereads / Shitty World & Heroes / Chapter 9 - Chapter 06 : Dia, Dia, Dia, dan Dia

Chapter 9 - Chapter 06 : Dia, Dia, Dia, dan Dia

"Dia, dia, dia dan... dia juga."

"Apakah anda yakin?"

"Ini adalah taruhan yang besar. Hanya mereka yang bisa melakukannya. Kita tidak punya banyak waktu."

"Aku harap taruhan anda benar... Grandorus."

~000~

Sekali lagi ... aku membuka mata.

Terlihat samar – samar, namun tempat ini pasti yang disebut rumah sakit. Walau tidak pernah masuk,tapi dengan melihat pakaian yang wanita kenakan itu membuatku semakin yakin. Hanya saja, apa ada seorang perawat yang wajah yang begitu keriput? Akibatnya, aku tidak jadi membuka mata. Sia – sia dan tak bemakna.

"Loe ... sudah bangun,kan?" Suaranya menyeramkan.

Ia tiba – tiba saja menampar- namparku. Dengan kemampuan drama yang kumiliki, aku bisa bertahan melawan rasa sakitnya tanpa mengubah mimik wajah. Tampaknya ia belum menyerah. Kali ini ia mengambil selimut yang kukenakan. Tiba – tiba saja, ada yang memukul harta karun berhargaku dengan kekuatan yang tak bisa dibayangkan laki – laki. Spontan aku duduk dan berteriak.

"Dasar nenek gila!"

Seisi ruangan tertawa. Lebih tepatnya ... menertawakanku. Aku tidak mungkin memberitahu siapa pun sebab mereka tertawa. Aib lelaki.

Setelah selesai dengan kelakuan aneh nenek itu kepadaku, aku pun bangkit dari ranjang ini. Aneh. Tidak terdapat satu pun luka di tubuhku. Bagaimana bisa? Apakah semua yang aku alami itu hanya mimpi belaka? Entahlah. Hanya saja, ada satu simbol aneh berada di kedua telapak kananku. Bentuknya seperti lingkaran dan berwarna hitam. Kecil dan tepat di tengah. Selain itu, semuanya terlihat normal.

"Seluruh pakaianmu ada di tempat itu ambil dan pergilah ke ruang ini." Nenek perawat itu menyodorkan sebuah kartu ID.

Aku hanya bisa mengangguk. Apakah ini jebakan badman juga? Entahlah. Tapi wajahnya tadi terlihat serius. Mungkin sesuatu yang genting.

Dengan tubuh yang sehat bugar tanpa sebab ini, aku menuju ruangan yang dimaksud. Ruangan itu memerlukan ID khusus untuk bisa masuk.

"Nenek itu ..." gumamku.

Tanpa pikir panjang, aku pun masuk. Di sana hanya ada satu tempat tidur. Alat – alat yang tak kuketahui fungsinya berada di sekitar tempat itu.

Aku berjalan mendekat.

"A-A-Alisha?!" aku tersentak.

Dadaku sesak sampai – sampai tak mampu mengeluarkan napas. Aku menggenggam tangannya. Warna kulitnya terlihat sangat pucat. Sampai – sampai aku tidak percaya kalau dia adalah Alisha yang selalu riang gembira.

"Alisha ... Alisha ..." Tanpa sadar, aku menundukkan wajah sambil menyebut namanya berulang – ulang.

Dan ... air mata itu jatuh tanpa kuperintah. Seiring kenangan bersamanya yang tak henti bermunculan di kepala, air mataku pun menganak sungai. Itu pun tak mampu melepaskan semua sesak yang mememenuhi dada ini. Semakin aku teringat senyumannya, semakin besar rasa sakit yang menggeluti hati ini.

Keesokan harinya.

"Rahl ... mau sampai kapan kau akan duduk di situ?"

Aku membalikkan wajah. Melihat sosok yang tak asing.

"Re– Kapten. Apa maumu?"

Ia terperanjat seolah melihat hantu.

"A-Apa – apaan wajahmu itu?" Ia berusaha menahan tawa.

Hal itu tentunya membuat urat kesalku menjadi tegang. Orang sedih malah diketawain, kan ngejek itu namanya. Walau aku ini emang pantas untuk diejek, tapi lihat situasi.

"Rahl Hoff, jika disuruh memilih untuk menangis atau menyelamatkannya, apa yang akan kamu lakukan?" tanyanya sambil memegang pundakku.

"Bagaimana caranya?"

"Kerajaan Elzardian. Dan bertemu dengan seseorang di sana."

Aku pun mulai menatapnya serius.

"Apa persyaratannya?"

Ia mengeluarkan senyuman tipis. Mungkin itu pertanda buruk. Tapi ... demi Alisha apapun akan kulakukan. Karena dia satu – satunya yang ...

~000~

"Ren Rerera, Rayfa, Rahl hoff dan ... Rori-chan. Kalian akan pergi menuju ibukota Kerajaan Elzardian. Temui Great Elzardian dan misi kalian selesai." Wajah lelaki itu menunjukkan keseriusan yang besar.

Mungkinkah ini pertanda kalau aku sudah diakui sebagai pahlawan?

"Dan kamu Rahl Hoff, tugas kamu hanya satu yakni menggendong Rori-chan." Ia berdehem sebentar, "Laksanakan!"

"Laksanakan!" Spontan kami menyahut.

Sambil keluar dari ruangan lelaki yang sering terlihat di iklan, aku memikirkan identitas Rori-chan.Dari namanya, mungkinkah ia seorang loli ? Mungkin saja.

Aku pun menunggu bersama yang lainnya. Menunggu sosok Rori-chan yang akan kugendong.

Seseorang tiba – tiba saja melompat ke pundakku. Bau ini ... bau tanah ini...

"Kamu lagi! Dasar nenek gila! Turun cepat." Entah kenapa aku merasa seolah dia ini membuatku alergi.

Namun Rayfa yang manis itu tersenyum padaku.

"Kamu bilang apa sih, Rahl. Dia kan Rori-chan."

"Yee ... I~ am~ Rori-chan!" Nenek kempot ini bertingkah layaknya idol di televisi.

Kapten tertawa terbahak – bahak. Rayfa yang manis juga ikutan. Aku hanya menahan rasa malu ini sendirian. Ingin rasanya aku mengubur diriku sendiri saat ini juga.

Hidup benar – benar keras.