Chereads / Shitty World & Heroes / Chapter 8 - Chapter 05.5 : Tempat Yang Berbeda (lanjutan)

Chapter 8 - Chapter 05.5 : Tempat Yang Berbeda (lanjutan)

Aku terbangun di tempat yang sama. Kali ini rasanya begitu lemas. Sekujur tubuhku seolah berlarian di padang pasir tanpa henti. Neuron – neuron di otakku mencoba menyatukan kembali ingatan pahit itu. Meteor, Earsyia yang kulihat, Earsyia yang ditunjukkan Tir, kehancuran dan tempat ini.

Aku tidaklah sepintar Alisha dalam mengelola informasi.

"Tir …" tanyaku lemas, "Apa yang sebenarnya terjadi?"

Tir memandangku dengan rasa kasihan.

"Aku juga tidak mengerti. Sepanjang hidup, aku sudah berada di tempat ini. Aku juga tidak mengetahui tentang negeri yang kau sebutkan sebelumnya. Apakah tempat yang kutinggali ini hanya sebuah khayalan? Ataukah negeri yang engkau tinggali?"

"Tir …Adakah cara untuk bisa kembali ke duniaku?"

Tir terdiam. Matanya diselimuti kesedihan yang mendalam. Aku tidak bisa bertanya alasan dia tidak menjawab pertanyaanku. Suasana pun berakhir dengan keheningan. Ia akhirnya menyarankanku untuk istirahat yang cukup.

Setiap kali mata ini terpejam, wajah – wajah yang kukenali muncul satu persatu. Alisha, Ren Rerena yang tak punya hati, Super CS di pamflet, dan Rayfa. Apa …kalian benar – benar telah tiada? Apakah aku berada di tempat yang tidak bisa dijangkau oleh akal sehat? Kenapa aku mulai memikirkan hal – hal rumit seperti ini. Sangat tidak cocok untukku.

Dan tanpa kusadari …aku pun meninggal …kan kesadaranku.

~000~

Aku tidak bisa menghitung sudah berapa lama waktu berlalu. Setidaknya rambutku sudah memanjang lebih 2 centimeter. Anehnya, hanya anak – anak ini saja yang menemani hari- hariku. Satu kali pun aku tidak pernah melihat Tir lagi.

"Kemana orang tamvan itu berada?" gumanku setiap hari.

Menjelang malam, sebuah teriakan yang begitu keras menyebut – nyebut namaku.

"Rahl! Rahl! Rahl!"

Aku menoleh.

"Darimana saja kamu, Tir?" Wajahnya yang kusut itu membuatku berhenti bertanya.

"Aku berhasil menemukannya."

"Kecoa?!"

"Bukan! Cara mengirimmu kembali."

Aku tersentak.

"Aku …tidak mau kembali," ujarku pelan.

"Kenapa kamu tidak mau kembali? Bukankah kamu merindukan Alisha?"

"Bagaimana mungkin aku tidak merindukannya. Tapi …aku tidak yakin ini yang terbaik buatku."

Sebenarnya bukan itu alasanku. Kalau disuruh untuk memilih antara kehidupan damai di sini dengan minuman lezat dan loli – loli yang bertebaran ketimbang di sana bersama Scientis pelit dan hutang yang tak terlunaskan, kira – kira yang mana akan kupilih? Sudah jelas! Hidup enak tanpa hutang!

"Rahl!" Ucapan kerasnya itu mengganggu pemikiran barusan.

Aku menatapnya dengan serius. Dia menatapku lebih serius.

"Rahl …cara ini pasti berhasil. Aku bersumpah demi diriku."

Aku mulai merasa tidak enak terhadapnya.

"Kenapa kamu malah seserius ini, Tir. Bukankah awalnya kamu tidak percaya kalau—"

"Aku percaya!" sambarnya, "Aku …menemukan cara ini. Mungkin ini satu – satunya yang bisa mengeluarkanmu dari sini."

"Caranya…?"

"Dengan menggunakan Void Syndrome. Aku akan menggunakan seluruh kekuatanku untuk mengirimmu kembali."

Void Syndrome? Itu kan…yang dikatakan pertapa putih. Sama persis. Entah kenapa semua menjadi terhubung satu sama lain. Void Syndrome, Earsyia, dan Tir. Seolah aku pernah mengetahui mereka lebih dari pada ini. Tapi bagaimana mungkin?

Aku mulai ragu pada nafsuku yang menyuruhku menetap di sini.

"Baiklah …Tir. Kirimkan aku kembali."

Tiba – tiba saja senyuman tertoreh di wajahnya yang sedari tadi kusut. Kalau kuperhatikan, dia tampak cukup manis bila terus tersenyum. Ya. Benar – benar manis.

Tanganku yang masih memiliki logika langsung menampar kepala yang tak berpikir ini.

"Ingat bro …Tir itu cowok!" Seolah tanganku berbicara kepada akal ini.

Selagi aku berfantasi liar, Tir telah menyediakan hal – hal yang diperlukannya. Ia menyuruh para loli itu masuk ke dalam rumah. Dan tidak boleh keluar sampai diizinkan olehnya.

"Hanya ini?" tanyaku.

Dia memainkan alisnya. Hatiku tiba – tiba saja terpincut olehnya.

SADAR WOI! SADAR!

Entah kenapa instingku mulai mengganas.

"Silahkan berdiri di sana, Rahl." Tangannya menunjukkan sebuah simbol – simbol aneh yang tidak pernah kulihat.

Aku pun mengikuti instruksi. Lalu ia semacam membacakan mantra – mantra aneh. Dan dari dalam tubuhnya, keluar sebuah pedang yang bercahaya. Ia menggenggamnya dengan erat sambil terus merapal.

"Rahl …aku ingin kau berjuang untuk hidupmu." Ia meneteskan air mata.

Aku …tidak mengerti. Ia menangis …kenapa?

Dengan cepat, Tir melangkah ke depan dan menusukkan pedang itu ke dadaku. Seketika simbol – simbol aneh itu bersinar terang dan sangat panas. Dalam sepersekian detik, api menyembur keluar dari simbol ritual itu. Membakar apapun yang berada di dekatnya.

"ARRRHH!" Aku menjerit, " Apa.. yang kau lakukan, Tir…"kakiku tidak bisa bergerak sedikitpun.

Aku memeluk Tir seerat yang kubisa. Ingin menanyakan alasan dari tindakan tak masuk akalnya ini.

Tir mencabut pedang itu dan menusuk ke tubuhnya sendiri.

"A-A! APA YANG KAU LAKUKAN, TIR?"

"Rahl …" Ia membelai pipiku. "Hanya kamu… yang …isa me …la…kukan …nya …" Ucapan itu menjadi kalimat terakhir yang ia ucapkan. Senyumannya, tangisannya, dalam sekejap musnah terbakar.

Simbol ritual ini terus mengeluarkan api yang semakin panas dan panas. Membakar tubuhku tanpa kenal ampun. Aku menjerit sejadi – jadinya. Karena diriku … Karena Tir …Apa – apaan ini?! Apa – apaan ini?! Sialan!!! Sialan!!! Sialan!!!

Perlahan …aku pun kehilangan kesadaran dalam panasnya api yang membakar raga. Sambil mendekap tubuhnya yang nyaris menjadi arang …

Sekali lagi …aku menghadapi kematian.

~000~

Dia yang menyeimbangkan…

Dia yang menyelami dunia…

Dia yang menghancurkan…

Akankah takdir mempertemukannya?