Tak ada yang tahu alasan kenapa semua ini terjadi.
Tragedi mengerikan yang tidak bisa dicegah oleh siapa pun. Apakah karena ulah manusia dan yang lainnya? Atau kah…
Saat aku kembali sadar. Kutemukan diriku di sebuah tempat yang tidak wajar. Aku berada di tengah hutan. Benar benar aneh,kan?
Aku mencoba untuk menggerakkan badanku. Percuma. Bahkan untuk merasakan jari jariku saja, tidak bisa. Pandanganku benar – benar kabur. Langit bahkan tidak bisa terlihat dari sini.
"Sudah sejauh mana kau terlempar?" gumamku.
Aku terus mendesah. Bukan karena tubuhku yang tidak bisa kugerakkan. Melainkan nasibku yang tidak pernah ada baiknya.
Aku teringat mimpi 'aneh' itu. Lelaki pertapa itu mengatakan sesuatu. Tapi, aku benar – benar tidak ingat dengan jelas.
"Aids syndrom?" ujarku. "Bukan …apot syndrom? Juga bukan. Stupid syndrom? Hmmm …" Aku terus mencoba mengingatnya.
Satu persatu kalimat yang diikuti kata 'syndrom' terus kuucapkan. Sampai sampai kerongkonganku terasa kering. Tubuhku juga perlahan terasa lemas.
"Ah …aku ingin Choco Space…Kalau ada Alisha pasti …"Aku berhenti sejenak. Lalu memejamkan mata. "Alisha …apakah dia baik – baik saja? Tapi dia lebih pintar dariku, pasti …"
Entah kenapa, tubuhku menjadi semakin lemas. Rasanya benar – benar mengantuk. Sepertinya tidur siang lagi tidaklah melanggar etika kerja.
Saat itu aku benar – benar tidak menyadari, kalau tubuhku berada dalam kondisi yang amat kritis.
~000~
Mataku perlahan terbuka.
Kali ini bukan hutan. Walau terlihat buram, aku masih bisa tahu kalau aku berada di sebuah ruangan. Masih sama, tubuhku benar – benar tidak bisa digerakkan. Bahkan untuk menoleh saja terasa menyakitkan.
"Apakah kau sudah sadar, Rahl?" Seseorang berkata dengan sangat lembut.
"Ya …"
Dia langsung memeriksa di beberapa bagian tubuhku. Dengan alat – alat medis yang ia gunakan, mungkin pekerjaannya seorang dokter. Setelah itu dia terus bertanya tentang keadaan tubuhku. Aku pun menjawab seadanya.
Setelah orang itu keluar, aku memperhatikan seisi ruangan. Dengan penglihatan yang terbatas, aku meraih kesimpulan, kalau ruangan ini bukanlah ruangan pasien rumah sakit. Lebih tepatnya, rumah seseorang. Tapi siapa?
"Boleh aku masuk?"
"Y-Ya…" Seorang yang berpakaian bangsawan itu pun masuk.
Kemudian, ia mengambil kursi dan duduk di sampingku. Yang aku tahu, dia adalah lelaki berambut hitam yang dikepang dengan tatto 'aneh' di wajahnya. Pakaian serba putihnya itu mengingatkanku pada sosok pertapa yang muncul dalam mimpi. Lalu sebuah senyuman tertoreh di wajahnya.
"Syukurlah," katanya. "Ternyata tidak percuma anak – anak itu membawamu kemari. Tapi aku ingin bertanya satu hal kepadamu. Boleh?"
"Boleh."
"Bagaimana kau bisa sampai kemari?" Nada bicaranya tiba – tiba saja berubah menjadi dingin. Tatapan matanya seperti melihat musuh yang harus disingkirkan.
"Aku tidak ingat secara mendetail. Tapi yang jelas, sebuah meteor menghantamku. Dan menyebabkan aku begini …"
Wah…benar – benar menyeramkan.
"Meteor?" Ia terkejut. "Meteor apa yang kau bicarakan?"
"Sebenarnya aku juga tidak terlalu mengerti. Tapi aku melihat meteor menghantam gedung yang naiki."
Orang itu mengerutkan dahinya sejenak. Kemudian melanjutkan pertanyaannya. Kali ini, tatapannya menjadi lembut.
"Rahl, darimana kamu berasal?"
"Dari Kota Maidan. Di wilayah Asia. Tapi boleh aku bertanya sesuatu?" kataku.
Ia mengangguk.
"Darimana kau tahu namaku? Dan siapa namamu?"
"Namaku Tir. Dan aku tahu namamu dari benda ini …" Ia mengeluarkan sesuatu. Itu kartu namaku.
Tapi ini benar – benar gawat. Kalau dia memperhatikan dengan seksama, status di label pekerjaan itu tertulis …Cleaning Servi---
"Boleh aku bertanya lagi?" Dia berbicara sebelum aku sempat berburuk sangka pada diriku. "Aku tidak pernah mendengar kota yang namanya Maidan. Apa kau benar – benar yakin dengan hal ini?"
"Yakin! Bagaimana mungkin aku bisa melupakan hal tersebut."
Kemudian ia diam sejenak. Lalu ia pamit.
"Percakapan dengannya benar – benar melelahkan. Seperti aku sedang berbicara denganmu, Alisha."
Dengan memejamkan mata, aku pun mencoba beristirahat. Berharap hari esok akan dipenuhi dengan kebaikan.
~000~
Selama di tempat ini, aku belum diperbolehkan keluar. Ruangan kamar ini menjadi habitat yang tidak buruk. Namun tidak memiliki jendela dan konsol game, membuatku cukup frustasi. Di tempat ini aku hanya melihat seorang yang seperti dokter itu dan Tir. Aku tidak melihat yang lainnya. Mereka berdua yang merawatku.
Dua hari telah berlalu sejak itu, aku terus diberikan perawatan yang sangat baik. Perban yang semulanya membuatku seperti mummy, kini telah hilang sebahagiannya.
Tapi entah mengapa, Tir sering sekali menanyakan hal yang sama berulang – ulang. Pertanyaan seperti,
"Dimana rumahmu? Darimana kamu berasal? Ada apa saja disana?" Dan berbagai pertanyaan yang menyangkut tempat aku tinggal. Aku sama sekali tidak mengerti. Apa dia menyangka aku mengalami amnesia? Ada – ada saja.
Genap seminggu setelah berada di sini, akhirnya aku diijinkan untuk keluar dari kamar itu. Kini badanku terasa sangat sehat sekali. Bagaimana tidak, aku benar – benar dirawat laksana raja yang sakit.
Aku pun memakai pakaian yang diberikan oleh Tir. Pakaiannya mirip seperti hakama. Pakaian ini terbuat dari katun namun sangat lembut di badan. Aku tidak tahu teknologi apa atau sihir apa yang menjadikan pakaian ini bisa selembut sutra.
Aku pun beranjak keluar kamar. Ternyata rumah ini lebih besar dari perkiraanku. Dan ada batang pohon di dalamnya. Rumah yang unik.
Aku menelusuri ke arah pintu yang terletak di ujung. Pintu ini lebih mirip sebuah gerbang ketimbang disebut pintu.
Tir pun tiba bersamaan denganku walau dari arah yang berbeda. Ia bersiap siap hendak membuka pintu ini. Kemudian dia menoleh kearahku sejenak.
"Rahl …Aku harap engkau siap dengan apa yang akan terlihat nanti …"
Perkataannya itu seperti ular yang masuk ke sela baju. Mengejutkan dan menakutkan.
Setelah pintu itu terbuka, kami pergi menuju semacam bukit. Karena kata Tir, rumahnya berada di daerah perbukitan.
Namun entah mengapa, perasaanku tidak enak.
Tir yang berada di depan berhenti bergerak. Kemudian ia seperti melakukan sesuatu. Tiba – tiba saja, seperti layar hologram yang menunjukkan beragam pemandangan yang berbeda. Ia kemudian berkata, "Rahl …apakah dunia kita sama?"
Mataku langsung melihatnya. Pemandangan – pemandangan yang tidak pernah ada di sepanjang ingatanku. Kakiku gemetaran. Napasku menjadi tidak teratur. Mataku tak lagi berkedip.
"A-A-Apa yang sebenarnya t-terjadi …Tir …" kataku. "A-Apa maksudnya ini?"
Tir menarik napas. Ia menatapku dengan tatapan sedih.
"Ini adalah Earsyia. Earsyia yang telah mengalami kehancurannya …"
Tanpa sadar, aku menjerit sekeras – kerasnya. Perutku terasa sangat mual. Dan air mataku mengalir begitu saja. Apa – apaan ini …
Apa yang kulihat ini bukan Earsyia yang kuketahui. Sama sekali bukan!
Seharusnya Earsyia adalah tempat yang begitu indah dengan beragam kultur budaya dan penduduknya. Dan wilayah kota mau pun desa dipenuhi dengan beragam suasana yang menyenangkan.
Namun …ini benar – benar berbeda.
Earsyia yang kulihat saat ini, lebih seperti neraka…
~000~