Tiba-tiba, terdengar suara Xiao Doudou yang lucu dari seberang telepon, "Aku hanya memperingatkanmu untuk ingat membawaku pulang ke sana. Kalau tidak, begitu aku tidak senang, maka aku menangis sejadi-jadinya di hadapan kakek dan nenek hingga membuatmu tidak dapat berbuat apa-apa. Sampai saat itu tiba, aku tidak percaya kamu masih bisa tertawa."
Mu Chuqing menggertakan giginya, lalu berkata, "Kamu kejam!"
"Haha, kamu yang bodoh!" ucap Xiao Doudou.
"Hihi, kamu dilahirkan dari aku yang bodoh ini!"
"Ini adalah satu-satunya yang membuat aku berterima kasih kepada ayahku!"
"..." Sekali lagi, putri kesayangannya membuatnya tidak dapat berkata-kata, akhirnya Mu Chuqing hanya bisa mencari alasan lain. "Baiklah baiklah, aku tidak akan beradu mulut denganmu lagi, jangan terlambat ke sekolah ya."
"Ingat, aku segera akan kembali ke sana. Jadi, kamar, sekolah dan asuransi, semua harus kamu urus dengan baik," balas Xiao Doudou.
"Baik, baik, aku mengerti, leluhur kecilku!" Setelah menutup telepon, Mu Chuqing merasa bahagia dan khawatir terhadap kepintaran putrinya.
Sementara itu di sisi lain, Xiao Doudou mengembalikan telepon ke tempat asalnya. Lalu, dia melompat turun dari ranjang dan mengambil sebuah kotak kecil di bawahnya. Dengan menggunakan tangannya yang gendut itu, dia pun membuka kotak tersebut, lalu diambilnya sebuah foto yang berada di di dalamnya.
Dalam foto itu, tampak ibunya yang tengah mengenakan gaun putih dan dipeluk oleh seorang pria yang tampan, mereka tersenyum dengan bahagia. Xiao Doudou dapat melihat, saat itu ibunya sangat bahagia. Kalau tidak salah menebak, pria yang memeluk ibunya pasti adalah ayahnya.
Kemudian, menggunakan tangannya yang gempal, Xiao Doudou menunjuk hidung pria yang ada di foto tersebut. Dengan mulut mengerucut dia berkata, "Karena berani membuat ibuku menjadi susah, kamu harus membayarnya!"
***
Mobil yang dikendarai oleh Mu Chuqing berhenti di pintu sebuah toko bunga. Dia pun keluar dari mobil dan berjalan ke toko tersebut. Setelah beberapa lama, dia sudah memegang banyak bunga matahari dan bunga margaret di tangannya saat keluar.
Mu Chuqing melajukan kembali mobilnya hingga berhenti di kaki Gunung Xi. Kemudian dia turun dari mobil dengan menggenggam bunga yang telah dibelinya tadi.
Langit saat itu berwarna kelabu karena banyak awan gelap di sana, seolah dapat membuat orang sulit bernapas.
Mu Chuqing hanya berdiri di pinggir mobil dan menatap ribuan tangga di sana. Di ketinggian sana terdapat banyak kabut tipis serta warna hijau pepohonan yang seolah memberikan kehidupan.
Kesedihan terlihat jelas di wajah Mu Chuqing, matanya yang dingin penuh dengan rasa sakit dan bahunya juga bergetar. Perlahan dia melangkahkan kakinya menapaki satu demi satu tangga yang panjang tersebut.
Akhirnya, Mu Chuqing berdiri di hadapan sebuah batu nisan bermarmer putih. Da membungkukan tubuh untuk meletakan bunga segar itu di depan batu nisan tersebut, lalu kembali berdiri dan menatapnya. Tidak ada foto di batu nisan tersebut, hanya terdapat tiga kata berwarna putih di atasnya, yakni 'Makam Putra Tercinta', bahkan nama pun tidak ada.
Mata yang tenang dan cantik itu mengalirkan air mata.. Mu Chuqing memegang satu sudut batu dari nisan tersebut, lalu air matanya pun jatuh di atasnya, sangat menyedihkan.
"Anakku, ibu… Datang melihatmu..."
"Maaf…"
Mu Chuqing menangis tanpa suara. Nada suaranya terdengar berhati-hati dan sangat lembut seperti takut akan mengejutkan seseorang.
Putranya, hidup di dalam rahimnya selama dua bulan. Namun, Mu Chuqing tidak dapat melindunginya dengan baik, bahkan bayinya belum sempat menghirup udara sama sekali, lalu…
Mu Chuqing tidak berani memikirkan lebih dalam lagi. Dia takut dirinya tidak mempunyai tenaga keluar dari area pemakaman ini.
***
Sore itu, Mu Chuqing terus berada di area pemakaman. Kalau bukan karena ponselnya berbunyi, dia sama sekali tidak terpikirkan untuk meninggalkan tempat itu.
"Chuqing! Chuqing! Apakah kamu sudah kembali?" Dari dalam telepon langsung terdengar suara Su Nuan setelah Mu Chuqing mengangkat telepon itu. Suaranya yang panik seperti akan meledak, sama sekali tidak memberikan kesempatan kepada temannya itu untuk berbicara.
"Seharusnya kamu sudah tiba, iya kan? Aku rindu sekali denganmu! Dasar si brengsek itu! Seharian kemarin dia menggunakan segala cara tidak memperbolehkanku untuk cuti sehingga aku tidak dapat menjemputmu. Chuqing, maafkan ya!"
Mu Chuqing tertawa, lalu berkata, "Tidak apa-apa, pekerjaan lebih penting!"
"Pekerjaan apa yang penting?! Kamu lebih penting!"
"..."
"Kalau begitu, malam ini di Bai Xi House, aku mengundangmu makan!" ajak Su Nuan.
"Baik!" balas Mu Chuqing.