Chereads / Red Glove / Chapter 2 - 2. Ekspresi

Chapter 2 - 2. Ekspresi

"Hanya ini yang bisa saya sampaikan. Ada yang ingin ditanyakan?" Tanya Revan melihat seki "Sepertinya tak ada. Saya permisi bu." Lanjutnya lalu meninggalkan kelas ini.

"Kalian dengar penjelasannya kan, untuk chat itu kepolisian akan mengurusnya." Ujar bu Maya pada Tania.

....

Jum'at, 21 Nov

Hari ini Addelia dimakamkan. Seluruh anggota kelas 8-D beserta guru guru pergi mengantar Adellia ke peristirahatan terakhirnya. Duka menyelimuti kelas ini karena kehilangan salah satu anggotanya.

....

Sabtu, 22 Nov

Disebuah taman terlihat Haris, Dennis, Kelvin, Lyra dan Tania berkumpul. Mereka adalah orang yang paling terpukul akan kehilangan Adellia.

Taman ini adalah tempat mereka dimana sering berkumpul saat pulang sekolah.

Mereka berlima duduk di bangku piknik yang ada ditaman dengan beberapa makanan ringan dan berat di mejanya. Memang jika mereka kesini selalu membawa makanan dan selalu bercerita tentang banyak hal ditambah kelakuan mereka yang usil sehingga tak jarang membuat keributan di taman ini. Namun saat ini sangat lain semua terdiam dan hening.

"Ini semua salahku, maaf." Haris tiba tiba berbicara. "Harusnya aku gak bilang gitu kalau jadinya gini."

"Bukan, ini bukan salah siapa siapa kok." Ucap Tania sambil melihat kearah Haris yang menundukan kepalanya.

"Lebih baik saat ini jangan bahas kembali apa yang sudah terjadi, sekarang lebih baik pikirkan apa kejadian selanjutnya bakal ada pembunuhan berantai seperti apa yang aku ucapkan, aku takut apa yang aku ucapkan terjadi juga." Lirih Lyra sambil menundukan kepalanya.

"Benar jika itu terjadi maka incarannya adalah satu kelas, bukan hanya kita berlima." Jelas Dennis sambil memakan mie cup yang tadi dia beli.

"Sebelum itu terjadi bagaimana jika kita menyelidiki kematian Adel dulu dan mencari pelakunya." Saran Kelvin dan teman temannya langsung tercengang dengan apa yang barusan dia ucapkan.

"Tumben tumbenan otakmu kaya gini Kel?" Kaget Dennis. "Biasanya kamu itu kan ngomongnya ngelantur mulu, gak biasanya kaya gini?"

"Ya emangnya aku apa, aku tau situasi lah apa yang harus dilakukan sekarang." Jawab Kelvin dengan sombongnya.

"Tapi bagaimana cara menyelidikinya? Tempat dimana Adel dibunuh juga tidak tahu!" Jelas Tania.

"Bukannya polisi itu bilang di sebuah pabrik kosong." Jawab Kelvin.

"Ih bodo, pabrik kosong itu banyak. Kamu pikir pabrik kosong itu cuma 1 apa!?" Kesal Tania. "Lalu entah kenapa kalau Adel dibunuh pada hari Senin, kenapa dia masih menchat aku pada hari Rabu sore. Dan dipesan terakhirnya tertulis 'selamat tinggal' apa si pelaku yang berbicara dengan ku?!"

"Itu benar, ada kejanggalan dikasus ini. Kalau saja kita tahu apa, kapan, dimana, mengapa, dan bagaimana ini terjadi, mungkin akan mempermudah penyelesaian kasus ini." Jelas Dennis yang lalu meletakan mie cup nya di meja lalu berpaling ke arah Haris dan Lyra yang sedari tadi diam saja "Eh Ris, Lyra kalian jangan diem gitu dong, bantu mikir."

"Aku pelakunya sudah ku bilang ini salah ku." Ucap Haris yang menundukan kepalanya seolah terlihat sangat sedih.

"Ah lu ya.. Kalo dah depres gak bisa diapa apain. Lyra kalau kalau menurut kamu gimana?"

"Diam aku sedang berpikir bagaimana jika yang aku ucap kan juga terjadi." Marah Lyra tiba tiba pada Dennis, dan sontak Dennis terlihat sangat keget dengan ucapannya itu.

"Kalian duo depres gak guna dasar!" Ledek Dennis karena kesal diabaikan dan dimarahi tak jelas.

"DIEM LU BACOT!!" Marah Lyra dan Haris berbarengan dan membuat Dennis langsung benar benar terdiam takut Kelvin dan Tania malah menahan tawa karena muka Dennis benar benar pucat karena marah Lyra dan Haris.

Saat itu juga mereka tak menyadari bahawa sedari tadi ada orang yang memperhatikan mereka. Orang itu lalu tiba tiba duduk di dekat mereka tampa ada yang menyadari kehadirannya.

"Kalian sedang menyelidiki kasus?" Ucapnya dan semua lansung kaget dengan kehadirannya yang tiba tiba datang. Dengan penampilang yang agak lusuh dan rambut yang agak berantakan dia datang dan langsung duduk.  "Kuharap kalian jangan menyelidiki kasus ini, ini berbahaya." Lanjutnya.

"Kenapa memangnya?" Tanya Tania pada orang itu.

"Kemungkinan besar ini akan menjadi pembunuhan berantai dengan kemungkinan terjadi adalah 80%."

"Hah?! Tunggu kenapa bisa, Pak Revan kenapa bisa menyimpulkan seperti itu."

"Ish, jangan panggil pak dong.. Juga tambahan aku ini hanya, tolong garis bawahi hanya seorang yang petugas yang menyelidiki kasus ini, dan umurku masih sangat muda jadi jangan panggil pak!"

"Ya, lalu petugas Revan kenapa kau bilang kemungkinan 80%, dan juga apa tak apa memberitahukan hal ini kepada kami warga sipil?"

"Tak apa, ini tanggung jawab ku. Ku selidiki sedikit kalian dan ternyata kalian adalah orang orang yang sangat dekat dengan korban. Jadi orang yang sangat dekat mungkin harus tau apa yang sebenarnya terjadi."

"Yakin??" Tania mulai mengoda Raevan.

"Ya. Akan ku beritahu yang sebenarnya tapi sebelum itu berjanjilah satuhal."

"Apa? Cepat katakan?!" Paksa Tania.

"Kalian semua setuju atau tidak, jika tidak aku akan pergi." sambil mengambil coklat batang yang ada dimeja dan memakannya, Kelvin yang melihat itu langsung melongo.

"Itu kan punya ku... Jangan makan..." Ujar Kelvin sambil berusaha meraih coklat yang diambil Revan.

"Setuju gak?" Ucap Revan yang terus memakan coklat milik Kelvin.

"Y..ya baiklah." Jawab Dennis dengan ragu dan itu sangat terlihat jelas bagi Revan.

"Sepertinya kalian ingin tahu tapi memang aku tak bisa sepenuhnya dipercaya. Aku bukan polisi yang benar benar. Meski jika kalian percaya pasti ada keraguan juga." tediam sejenak. "Aku memang mencurigakan, tapi aku tak pernah membunuh orang lain itu yang, namun jika mencelakai orang lain sering. Malah kemarin aku barusaja membuat adiku sendiri hingga masuk RS."

Ketika mengatakan itu mereka berlima seketika menjauh dari Revan termasuk Haris dan Lyra yang depresi.

"Aku bicara jujur, jadi jangan takut kaya gitu aku gak bakal nyelakain kalian!!" Ucap Revan berbicara dengan keras untuk meyakinkan mereka berlima.

"Ini sih kesannya aku yang pengen banget kasih tau kalian, bukan kalian yang ingin tau." Guman Revan kecil yang akhirnya membuat mereka berlima mendekat pada Revan kembali.

"Baiklah, beritahu janji apa yang harus kami tepati, dan apa yang sebenarnya terjadi, juga jawab dengan jujur siapa kamu sebenarnya. Dengan alasan kami adalah orang yang dekat dengan Adel, maka kamu memberitahu kami apa kejadian sebenarnya itu terlalu mencurigakan. Apalagi kamu bilang sendiri bahwa kamu itu bukan polisi!" Tegas Haris tiba tiba dan Revan mulai tersenyum.

"Sejak awal memang aku mencurigakan bukan? Datang kekelas kalian mengunakan seragam polisi dan menceritakan keadaan korban saat ditemukan, namun saat ini aku terlihat santai dengan menggunakan kaos oblong."

"Apa alasan mu sebenarnya?"

"Nyawa kalian berlima bisa diincar si pelaku. Sejak awal sudah ku bilang jika kemungkinan 80% terjadi pembunuhan berantai di kelas kalian. Itu karena didekat mayat teman kalian terdapat sebuah kertas yang bertuliskan angka 1, itu membuat kecurigaan kami sebagai petugas yang menyelidiki kasus ini. Karena Adellia memiliki absen no 1, dan kemungkinan besar jika yang absen no 2 yaitu Akmal akan terbunuh juga."

Semua langsung kaget dengan apa yang Revan bilang dan ucapan itu benar benar membuat Lyra menjadi pucat karena ketakutan.

"Dengar ini hanya kemungkinannya saja. Aku hanya mau kalian berjanji untuk melindungi dengan cara memperhatikan teman teman kalian dan nyawa kalian sendiri dari si pembunuh, hanya itu."

"Tunggu, bagaimana caranya? Jika nyawa kita diincar, kenapa juga kita harus melindungi yang lain." Ucap Tania yang tiba tiba menjadi egois dalam hal ini.

"Aku bilang kan kalo kemungkinan yang akan dibunuh itu yang no 2 sedangkan kalian di absen itu no jauh jauh semua, sebelum kalian benar benar diincar. Kalian bisa menangkap pelakunya." Jelas Revan. "Jika tak ingin maka tak apa, hanya kalian yang aku percayai untuk memperhatikan teman teman sendiri. Aku takan memberitahu kalian siapa aku sebenarnya sebelum kasus ini selesai." Lanjutnya lalu pergi.

"Oh ya tambahan jangan beritahukan ini pada siapapun, karena ini masih rahasia." Tambahnya lalu pergi dari mereka berlima.

"Ini semua benar benar aneh. Hei beritahu siapa kau sebenarnya?" Tanya Dennis menatap pada Revan.

"Maaf, aku akan memberitahu semuanya nanti, dah." Ucapnya lalu meninggalkan kartu namanya dimeja, dan secara perlahan pergi meninggalkan mereka berlima.

'Ekspresi takut mereka benar benar membuat ku semakin penasaran. Akan apa yang terjadi sebenarnya.'

_________