Chereads / Red Glove / Chapter 6 - 6. Pembohong

Chapter 6 - 6. Pembohong

Karena Dennis dan Haris tertangkap basah oleh Pablo itu membuat mereka berdua diajak oleh Pablo menuju rumahnya. Perasaan malu ditambah kesal karena upaya mereka membuntutinya gagal total. Jarak rumah Pablo ternhata cukup dekat dari lokasi Haris dan Dennis ketahuan oleh Pablo sekitar 100 meteran.

Dari luar terlihat itu hampir seperti kos-kosan dengan sebuah cafe sepi yang ada didepannya. Rumah yang berlantai 2 itu memiliki nomor nomor kamar diluarnya, sehingga jika dilihat lihat lagi seperti kontrakan kecil.

Pablo lalu membawa mereka berdua menuju lantai dua dimana saat ini pablo tinggal. Mereka berhenti dedepan pintu yang bertuliskan angka 2. Sebelum mereka masuk Pablo bilang bahwa ini hanya rumah sementaranya jadi isinya hanya barang barang yang dia butuhkan saja. Mendengar hal itu Haris dan Dennis menjadi sedikit penasaran.

Klekk.. Pablo memutar kunci pintu, dan lalu mereka bertiga masuk. Dan benar seperti apa yang diucap Pablo disini hanya barang yang dibutuhkannya saja, disini ruangannya tak terlalu luas. Tak ada foto atau gambar didinding rumah ini, tak ada kursi disini hanya ada meja yang kecil, lalu terlihat bagian yang bisa dijadikan ruangan lagi tak diapa apakan, dan malah dapur langsung terlihat. Dan disini banyak sekali buku yang menumpuk dengan dilihat sekilas menggunakna berbagai bahasa asing.

Setelah melepas sepatu lalu mereka masuk kedalam. Haris dan Dennis lalu duduk dibawah dengan beralaskan sebuah karpet karet berwarna merah tua. Mereka merasa sedikit aneh dengan keadaan rumah ini, karena rasanya sangat berbeda dengan rumah rumah lainnya yang biasa mereka kunjungi.

"Maaf ya duduk dibawah, mau minum apa?" Tanya Pablo yang menuju dapur dan dapur itu sangat dekat dengan mereka sehingga Haris dan Dennis dapat melihat dengan jelas apa yang ada didalam kulkas kecilnya itu.

"Ada apa emangnya?" Ucap Haris lalu Dennis menatapnya dengan tatapan marah, karena tak sopan jika seperti itu jika bertamu ke rumah orang lain.

"Ah, disini ada cola, jus buah, jus sayur, teh, kopi juga ada, mau apa?"

"Aku ingin cola." Ucap Haris.

"Aku teh."

"Oke." Pablo lalu pergi ke Haris dan Dennis sambil membawa 2 kaleng minuman yang mereka minta. "Maaf jika minuman kaleng."

"Ah, engga kami yang harusnya minta maaf." Ucap Dennis. "Kamu tinggal disini dengan siapa?"

"Sendiri."

"Gak takut." Memunum teh kaleng yang diberikan.

"Engga. Kalian mencurigai aku pelakunya kan, aku mencari tahu kasus itu diinternet sungguh kasus yang menyedihkan. Tapi aku bukan pelaku dari kasus ini karena aku tak memiliki alasan yang kuat untuk melakukan hal seperti ini, pasti kakak ku akan mebunuhku terlebih dahulu sebelum aku membunuh seseorang, apalagi ini seseorang yang tak kukenal sama sekali." berhenti sejenak." Haris, tentang ucapan ku waktu itu yang kau mungkin mendengarnya bahwa aku senang bisa sekolah meski kelas baruku baru saja mendapat insiden yang menyedihkan. Aku akan bilang maksud dari ucapan ku itu, sebenarnya aku memiliki seorang kakak angkat yang bisa disebut sebagai pengawas ku, dia sangat ketat. Setiap hari aku harus belajar dan belajar, aku hanya boleh melihat berita ataupun acara tv dengan syarat harus mengalahkannya bertarung atau mendapat nilai yang sempurna ketika mendapat sebuah tes."

"Hah!?"

"Aku tak sekolah, aku memiliki ijazah SD dari hasil mengambil paket A, aku bisa bersekolah karena aku berusaha keras untuk membuktikan aku bisa. Pada akhirnya aku diizinkan dan seharusnya memang aku masuk pada semester 2 namun dia ingin mengetahui hasil ulangan pertamaku sehingga dja memaksa kepala sekolah untuk membiarkan ku bergabung kelas pada akhir semester 1." Jelas Pablo dan Dennis juga Haris mulai mengerti alasan Pablo masuk sekolah pada semester 1 bukannya semester 2.

"Pablo!!" Ucap Haris dengan keras.

"Ya." Kagetnya.

"Maaf telah salah sangka!" Ucapnya sambil membungkukan badannya kepada Pablo.

"Aku juga." Ucap Dennis sambil membungkuk sedikit.

"Ini salah ku juga bersikap mencurigakan seper-"

Brakkk dengan keras pintu tiba tiba terbuka dengan sangat kerasnya membuat Haris dan Dennis yang seketika kaget setengah mati.

"Dimana dia?!" Ucapnya menatap langsung Pablo.

"Siapa?" Tanya balik Pablo.

"Dia, orang yang menyebalkan, yang hidup, yang tinggi, yang agak kurus, yang gak tau malu, yang—"

"Cukup dia tak ada disini, cari tempat lain!"

"Yalah yalah." Ucapnya kecewa. " Oh iya." Mengambil sesuatu dari sakunya, dan lalu melemparnya kearah pablo. "Itu yang kau minta, jangan pernah gunakan untuk hal gila, mengerti, Dah!" Ucapnya langsung pergi dan menutup kembali pintu.

"Pablo, siapa yang barusan?" Tanya Haris sambil memperhatikan benda yang tadi orang itu lempar yang saat ini masih digenggam Pablo.

"Hanya tetangga sebelah abaikan saja."

"Yang dia lempar itu apa?"

"Kloroform atau biasa disebut obat bius."

"Obat bius?" Tanya Dennis, dan Pablo memberikannya pada Dennis.

"Ya bisa dibilang begitu, namun efeknya sangat kuat untuk yang ini."

"Begitu kah.." Ucap dennis memperhatikan botol kecil dan Haris ikut ikutan memperhatikan sambil mendekati Dennis.

Setelah itu mereka berbincang bincang cukup lama tentang sekolah dan hal lainnya diluar sekolah, hingga mereka tak sadar waktu telah sore.

"Maaf nih Pablo kami harus pulang karena udah sore." Ucap Dennis sambil melirik kearah jam tangannya.

"Baiklah kalau gitu." Jawab Pablo.

Dennis dan Haris lalu memakai sepatunya dan setelah itu Pablo mengantar mereka keluar dari rumahnya hingga depan.

"Sampai jumpa besok." Ucap Pablo sambil melambaikan tangannya pada Haris dan Dennis.

"Dah.." Ucap Haris sambil melambai juga dan berjalan menjauh dari Pablo.

"Kau terlalu hebat dalam berakting, dasar pembunuh." Tiba tiba seseorang berbisik pada Pablo, dan Pablo langsung berbalik pada orang itu, orang sangat dia kenal.

"Berisik lah kau ini, Revan. Tadi Azu mencari mu, kau bersembunyi dimana?"

"Kamar mandi mu."

"Heeh, begitukah, jadikau menguping semua pembicaraan ku?"

"Tentu saja, semua dan beberapa informasi tentang kelas yang kau hadiri, mengesankan sekali."

Haris berjalan dengan sedikit kekecewaan dengan apa yang diucapkan Pablo tadi beberapa ucapannya terdengar seperti sebuah kebohongan namun terasa sangat nyata dan itu membuatnya binggung akan menyimpulkan apa itu nyata atau tidaknya. Berbeda dengan Dennis, ia merasa semua ucapan pablo adalah kebohongan.

"Kenapa sih Den?" Tanya Haris sambil berjalan dengan santai.

"Kamu pasti sadar kan kalau dia berbohong dan itu terlihat sangat jelas."

"Iya sih ku lihat tadi dia kayanya sedikit berbohong."

"Hah?! Sedikit berbohong? Kau pikir sedikit. Seluruh ucapannya tadi adalah kebohongan asal kamu tahu." Marah Dennis pada Haris dan Haris sedikit menjauh darinya. "Aahh dasar payah, kamu itu benar benar bodoh ya dalam bahasa sehingga tak bisa membedakan yang mana yang jujur dan yang mana yang bohong."

"Maaf lah kalau soal itu." Ucap Haris. "Jadi bagian mana saja yang berbohongnya sebelum lupa katakanlah."

"Tenang saja aku merekamnya kok."

"Serius."

"Ya iya lah, tadi kita masuk ke sarang musuh kan, jadi ambilah sedikit bukti un-"

"Kamu memang terbaik Den." Puji Haris dan Dennis pun tersenyum.

"Oh iya Ris, nanti kerumah ya mama bilang dia akan masak makanan spesial."

"Oke, nanti aku kerumah."

Jum'at, 28 Nov

>Pagi hari di kelas 8-D

Haris, Dennis, Tania, Lyra berkumpul dimeja Dennis untuk membahas tentang apa yang terjadi saat mereka membuntuti Pablo. Dengan ekspersi agak takut dan juga malu karena mereka gagal total dalam membuntuti Pablo.

"Jadi.. gimana kemarin apa menyenangkan?" Tanya Tania sambil melihat Haris dan Dennis yang memalingkan wajahnya. "Pasti gagal total ya? Atau ketahuan?"

"Tidak ini lebih buruk." Ucap Haris.

"Setelah ketahuan kami diajak kerumahnya." Ujar Dennis melanjutkan perkataan Haris.

"Serius? Gila tuh."

"Bukan gila lagi, malah lebih buruknya lag-" Ucapan Haris terhenti karena saat itu Pablo masuk ke kelas dengan kantung mata yang terlihat sangat jelas ditambah kali ini dia menggunakan kacamata tidak menggunakan softlens dengan rambut yang agak berantakan dan tentu saja perban yang masih belum lepas. "Pagi Pablo." Sapanya.

"Pagi." Jawab Pablo Langsung duduk dan langsung terlihat tertidur dengan menjadikan tangannya sebagai bantal kepalanya .

"Lag apa? Lagi?" Tanya Tania yang penasaran dengan ucapan Haris.

"Lagian nanti aja di rumah Lyra kan, sambil belajar bareng." Ucap Haris sambil mengedipkan matanya pada Lyra dan Lyra yang mengerti maksudnya itu hanya mengangguk, terlalu beresiko berbicara tentang seseorang didekat orang yang sedang dibicarakan, itu yang dipikirkan Haris.

....

Sabtu, 29 Nov

>Rumah Lyra pukul 09.14

Sabtu pagi yang tenang dirumah Lyra, rumah yang tak terlalu besar karena hanya ditempati olehnya dan kakaknya Dylan Hyurra sebab ibu dan ayahnya telah lama berpisah dan hanya meninggalkannya dengan kakaknya, untuk biaya sehari hari mereka biasa mendapat kiriman uang setiap bulannya oleh kedua orang tua mereka.

Hari ini Haris, Dennis, Kelvin dan Tania datang berkunjung tujuan awalnya mereka akan belajar bersama untuk menghadapi UAS, namun itu diganti dengan membahas hasil dari membuntuti Pablo Kamis lalu. Diruang yang mirip seperti perpustakaan itu mereka berlima berkumpul ditengah tengah.

"Oke niat awal kita adalah belajar bareng tapi untuk kali ini aku akan membahas tentang hasil kami membuntutinya Kamis lalu." Ucap Dennis berhenti sejenak. "Sejak awal dia telah berbohong pada kita semua."

"Sejak awal?" Kaget Kelvin.

"Aku tak yakin sejak awalnya tapi saat kami berdua ketahuan, karena saat itu kami dijebak olehnya dengan sangat cepat."

"Maksud kalian dijebak bagaimana?" Tanya Lyra.

"Dia mengarahkan kami ke sebuah gang buntu, dan dia tiba tiba muncul. Dan langsung bilang 'kalian mengira aku pembunuh ya'" Ucap Dennis yang sontak langsung mengkagetkan Kelvin, Tania dan Lyra yang mendengarnya.

"Tunggu kenapa dia memiliki pemikiran kalau kita berpikir bahawa dia adalah pembunuh." Ucap Tania dengan cepat.

"Aku tak tahu kenapa tapi setelah itu kami diajak ke rumahnya."

"Lalu?"

"Dengarkan ini." Ucap Dennis lalu memutar alat perekam yang berisi percakapannya dengan Pablo.

Bebrapa saat setelah mendengar percakapan itu, Tania, Lyra dan Kelvin hanya terdiam dan kaget dengan apa yang mereka dengar.

'Hei Pablo bagaimana menurutmu tentang kasus yang terjadi dikelas?' tanya Dennis dan Pablo lansung menjawabnya.

'Hmm, aku tak yakin pasti tapi kupikir lebih baik menyerahkan segalanya ke kepolisian saja.'

'Kau tak penasaran dengan pelakunya atau korban berikutnya?'

'Tidak, meski itu menyakitkan, tapi aku tak peduli siapapun yang akan mati selanjutnya, meski jika aku yang mati selanjutnya kupikir tak apa. Mungkin kali ini aku benar benar akan mati dan aku mungkin sangat bersyukur.'

'Yang kau ucapkan sangat aneh. Apa kau tak memiliki rasa kemanusiaan sedikit?'

'Mungkin aku memang tak memiliki rasa kemansiaan, ya bisa dibilang begitu. Ku tak peduli dengan mereka, orang orang yang baru ku kenal, tapi meski begitu akan sangat menyakitkan jika orang yang baru saja kita kenal tiba-tiba mati dan mereka mati karena dibunuh. Aku bertemu dengan Tobi Sevaria pada tanggal dimana dia dibunuh, yaitu tanggal 25 November. Pagi hari aku melihatnya mengenakan seragam sekolah, padahal hari ini sudah jelas libur. Ku tanyakan kenapa dia hanya menjawab 'Selamat tinggal' dan pergi, ku tak mengerti jadi ku tak peduli.'

'Dan arti dari 'Selamat tinggal' yang artinya pergi selamanya!' Ucap Dennis yang terdengar menjadi kesal.

Tak.. Dennis menghentikan rekaman, dan membuat semua orang melihat kearahnya.

"Di berita Tobi dibunuh pada pukul 4 pagi dan ditemukan pada pagi hari, kenapa dia bilang bahwa dia bertemu dengannya pagi hari?" Tanya Lyra yang merasa sangat terheran heran.

"Benar, tapi aku tak yakin akan hal ini, apa dia sengaja berbohong seperti itu? Terlebih dia bilang bahwa dia tak memiliki rasa kemanusiaan? Dia juga bilang bahwa dia tak peduli meski dirinya akan mati. Apa maksudnya itu?" Ucap Tania yang menjadi sangat emosi mendengar kata kata Pablo yang ada direkaman.

"Semua ini sebuah kebohongan besar kan? Kenapa dia mengajak kami tiba tiba kerumahnya, padahal kami membuntutinya? Lalu satuhal kalian mendengar orang lain kan di rekaman ini?" Tanya Dennis dan mereka menganggukan kepalanya. "Seseorang yang menggebrak pintu itu berpenampilan sangat aneh, dengan menggunakan jas lab dan kacamata yang biasa digunakan di lab, dengan penampilan seseorang yang bekerja di lab. Dia melempar kloroform yaitu obat bius yang penggunaannya saat ini sudah dilarang pada Pablo, dengan mudahnya dan juga saat ku lihat botol kecil itu tertulis bahwa sedikit saja dapat membahyakan. Bukannya aneh dia memberikan pada anak yang dibawah umur?" Ucap Dennis yang mengeluarkan semua unek unek dikepalanya.

"Kau mencari tahu tentang kloroform?" Tanya Lyra.

"Ah ya, aku mencari tahu sedikit tentang itu diinternet."

"Hei kalian apa kalian memiliki pemikiran, sikap petugas Revan dan sikap Pablo itu hampir mirip, apa mungkin Pablo adalah Lawless juga seperti Revan? Dan yang dimaksud petugas Revan adiknya adalah Pablo. Juga yang dimaksud Pablo kakaknya kemungkinan besar adalah Revan."