Chereads / Red Glove / Chapter 9 - 9. Aku dan A

Chapter 9 - 9. Aku dan A

Di chapter ini aku menggunakan sudut pandang dari Haris.

_________

"Aku disini hanya ingin meminta maaf padamu Haris." Ucap Pablo lalu berbalik kearah ku dengan tatapan yang sangat menakutkan seolah dia siap untuk membunuh ku kapan saja. aku jadi ingat tatapan ini, tatapan pertamakali yang dia berikan untuk ku tatapan 4 tahun yang lalu.

....

4 Tahun yang lalu

> 21 Desember, Perpustakaan

Kira kira saat umurku 10 tahun aku bertemu dengan seorang anak aneh di perpustakaan. Kenapa ku pikir aneh, sebab dia selalu membaca buku yang tak seseuai dengan umurnya. Seperti contohnya dia membaca buku tentang sejarah Perang Dunia ke II, ku pikir awalnya dia hanya pecinta sejarah namun dugaan ku salah besar ketika ku lihat buku yang dia baca, semua tulisannya berbahasa Inggris.

Dia berumur kisaran sama dengan ku, dengan kata lain dia sama dengan ku. Aku hidup dengan nama Haris August, terkadang saat aku mengucap nama panjang ku semua langsung berkata 'kau pasti lahir dibulan Agustus.' itu terkadang membuatku agak risih entah kenapa.

Setiap aku ke perpustakaan ini dengan Dennis, aku selalu melihatnya. Dia selalu duduk dimeja ujung yang mendapat cahaya matahari langsung. Dia memakai kacamata frame hitam dengan rambut yang agak penjang.

Suatu saat ku berniat untuk mendekatinya. Ku mendekatinya dengan berbicara secara langsung ke intinya. Banyak orang yang membenci ku karena hal ini.

"Hei, kenapa kau selalu membaca buku aneh?" tanya ku dan dia langsung menghadapkan pandangannya padaku. Menatap langsung kearah mataku, itu sedikit membuatku menjadi takut, karena tatapan yang dia berikan seolah sedang mengancam ku dan memintaku untuk pergi saat ini juga. Namun ku tak hiraukan dan aku duduk dikursi kosong yang berada tepat didepannya.

Aku terdiam dan duduk didepannya sambil terdiam. Aku memperhatikannya lebih dekat, entah apa yang kurasa namun rasanya aku merasa kasihan kepadanya.

"Kenapa kau selalu memperhatikan ku?" Tanyanya tiba tiba tanpa menoreh kearahku.

"I..itu karena..,ku pikir apa kau tak ada kerjaan lain yang dilakukan? Setiap ku kesini kau selalu ada dan selalu membaca buku buku aneh." Aku ucapkan apapun yang ada di benak ku.

Sreett.. dia lalu bangkit dan membawa buku yang tadi dia baca lalu menaruhnya dirak buku. Saat dia kembali kearahku, aku langsung berdiri, dan ternyata dia lebih pendek dari pada yang ku kira. Dia mengajak ku keluar dari perpustakaan, dia membawa tas selempang hitam kecil dan aku terus mengikutinya. Hingga dia berhenti didekat sebuah pohon yang sangat besar.

Kuperhatikan lagi dia. Dan saat diluar aku sadar dia memiliki kulit putih pucat seperti orang yang sangat jarang keluar rumah.

"Jika kau ingin bicarakan, jangan di perpustakaan." Ujarnya. "Maaf sebelumnya, namamu siapa?" Lanjutnya dengan formal.

"Ah, aku Haris, maaf tadi tiba tiba..kau?"

Apa yang kau katakan Haris, apa baru kali ini kau berbicara dengan orang yang berbahasa sangat formal dan baku.

"Aku tak memiliki nama yang pasti, namun kau bisa memanggilku dengan ssebutan A."

"Hanya A?" Ucap Ku berdanda tanya dan dia hanya menganggukan kepalanya. Kupikir ketika dia mengajaknya keluar dari perpustakaan dia mengajak ku pergi kesebuah restoran cepat saji. Ketika itu dia menanyakan apa yang aku mau, namun aku tak menginginkan apapun, itu karena uang yang ku bawa tak cukup untuk membeli apapun, kalau juga cukup maka uang yang saat ini ku punya akan langsung habis.

A memintaku untuk duduk didekat kaca restoran itu. aku tak mengerti dengan apa yang sedang kulakukan saat ini. Aku baru saja kenal dengannya si anak aneh yang menyebut dirinya A yang berkenalan disebuah pohon besar tua dan dia langsung membawaku ke resoran cepat saji.

Beberapa menit kemudian A datang dengan membawa nampan dengan 2 hamburger dan 2 cup soda ukuran sedang. Ia memberikan ku 1 hamburger dan 1cup soda padaku, namun ku tolak tapi dia tetap memaksa ku untuk memakan itu, dan terpaksa ku makan apa yang A berikan pada ku, aku berfikir berapa banyak uang yang dibawa anak yang berumur 10 tahun. Apa A anak orang kaya, tapi jika ku lihat dari segi pakaian dia mengunakan kaos biasa yang sederhana.

Aku menanyakan beberapa hal pada A, seperti sekolah keluarga dan sedikit kehidupannya. Dan dia tak bisa menjawab pertanyaan ku. Aku yang terdengar seperti orang yang berusaha mencari tahu tentang kepribadiannya. Kuharap dia tak membenciku, karena bagaimanapun aku masih agak penasaran dengannya.

Setengah jam berlalu dan A bilang dia harus kembali dan setelah itu aku berpisah dengannya. Saat berpiah dia tak mengucapkan kata apapun, hanya kata 'Terimakasih' yang ku dengar darinya.

Keesokan harinya aku pergi ke perpustakaan untuk menemui A lagi, namun aku tak melihatnya. Aku berfikir hari ini takan menemui A. Namun, tak disangka saat aku melewati jl. Alpha aku melihat A berdiri didepan sebuah rumah yang beberapa bulan lalu terjadi sebuah pembantaian di rumah itu. dia mengguanakan pakaian serba hitam sambil memegang setangkai bunga lily berwarna putih.

Ketika aku memperhatikannya dari jauh ada orang yang mendekati A, dan tiba tiba berteriak dan berlari, entah kenapa dia seperti habis melihat hantu saja, itu pikir ku. Aku lalu berjalan mendekati A dan menyapanya. Aku bertanya tentang orang yang tadi berlari dan bilang kepada A "Dia seperti habis melihat hantu." Dan A tiba tiba tertawa dan berkata,

"Dia memang habis melihat hantu, dan hantu itu adalah aku. Hei apa kau tahu ini adalah rumah ku, aku satu satunya yang selamat dari pembantaian dan perampokan pada tanggal 11 bulan 10 lalu. Hari ini kan hari ibu karena itu aku berkunjung untuk." Dia berhenti sejenak, lalu meletakan setangkai bunga lily itu didepan pintu pagar tinggi itu, dan pergi meninggalkan ku dengan sengaja.

Ketika A bilang hari ini hari ibu, aku sangat ingin memberikan hadiah pada ibu. Karena itu aku pergi kesebuah toko dan membeli sebuah hadiah yang kupikir ibu akan senang. Sayang sekali saat itu aku gagal total untuk memberikan hadiah itu pada ibu. Malam itu ayah mengancurkan hadiah ku, dan marah besar padaku dan ibu. Ayah adalah orang yang keras dia selalu mensiksa ku dan juga ibu, aku sangat membencinya namun bagaimanapun dia tetap ayahku.

7 Januari

Aku bertemu dengan A didekat taman, kulihat dia yang bersantai dibawah pohon sambil membaca buku kecil yang lagi lagi dengan bahasa asing. Aku mengampirinya laki laki yang menggunakan pakaian berwarna putih dengan rompi sweatter berwarna merah marun itu.

"Hei A." Sapa ku dan seketika dia kaget ketika melihatku penuh dengan perban, namun beberpa saat kemudian dia tertawa dengan kerasnya dan berkata "Kau seperti mumi.". aku benci mengakui ini aku tak seperti mumi, hanya beberpapa perban yang terlihat dengan jelas, yaitu dua di bagian kepala dan tangan kanan ku saja, namun dia memanggilku dengan sebutan mumi, apa maksudnya itu??

Aku bercerita tentang keluargaku kepada A, dan dia mendengrakan dengan baik apa yang aku bilang. Aku bercerita tentang betapa kejamnya ayahku, dan ibuku yang selalu disiksa olehnya.

"Haris, aku juga mengalami nasib yang sama dengan mu, saat ini aku memiliki bekas luka yang tak bisa hilang karena siksa kedua orang tua ku, tertutama mamah. Dia memukuliki dan bekasnya masih terlihat jelas, terutama pada bagian bahu kanan ku. tapi aku bersyukur mereka mati. Namun, saat ini aku menjadi benar benar sendirian, sepi rasanya semua terasa pahit." Ucap A yang secara tak langsung menceritakan tentang kehidupannya dulu.

"Oh iya kamu bilang kamu satu satunya yang selamat dari pembantaian dan perampokan, dan kuliahat di tv semua perampok itu mati, kenapa bisa?" Tanya ku dan A menghadapkan wajahnya yang pucat pada ku.

"Tentang kenapa hanya aku yang selamat, kenapa semua perampok itu mati itu karena.." A berhenti bicara dia mengepalkan tangannya, dan terlihat dia sangat ragu saat ingin mengatakan hal itu, dia lalu mengambil nafas panjang dan mulai kembali berbicara. "Karena aku membunuh semua perampok itu." Lanjutnya agak menudukan kepalanya.

Aku yang kaget hanya bisa terdiam, mungkin sebagian teman temanku jika mendengar bahwa ada anak ang membunuh para perampok akan tertawa karena hal ini. Namun entah kenapa semua kata kata yang A ucapkan terasa sangat jujur tak ada kebohongan yang terasa dari kata katanya. Meski dia terkesan ragu dalam berkata dia tetap mengucapkannya.

Rasa bersalah karena menanyakan hal yang seharusnya tak kutanyakan, membuat ku ragu dan bertanya tanya dalam benak ku, apa yang harus aku lakukan jika bertemu dengan A besok. Apa aku harus menghindr karena rasa bersalah ini. Tapi, tunggu,

"Bagaimana cara mu menghabisi mereka."

Aku mengucapkannya lagi, kata kata yang pasti dia membenci ku.

"Kau hanya harus menghancurkan titik vitalnya saja, yang paling mudah adalah bagian kepala, leher dan jantung, dengan begitu mereka mati." Ucapnya yang terdengar sangat dingin.

>pukul 16. 23

Aku membunuh ayah ku dengan tanganku sendiri.

>Pukul 19.12

Ibu bunuh diri saat melihat ayah ku yang mati, dia bunuh diri dengan cara melompat ke rel kereta.

8 Januari

Aku sadar, aku kehilangan semuanya. Aku dibawa ke pusat rehabilitasi karen aku memiliki masalah psikologis karena hal ini, disana aku berteu dengan A. Aku ingat betul apa yang A bilang pada ku. Dia bilang "Lupakan apa yang terjadi dimasa lalu, jika kau mengingatnya, jangan pernah lakukan lagi." Sayangnya aku tak mengerti maksudnya itu, namun setelah itu aku tak pernah bertemu dengannya lagi.

18 Februari

Aku tinggal di rumah keluarga Bartolo. Keluarga sahabat ku yaitu Dennis Bartolo.

....

Kamis, 4 Desember

"Aku disini hanya ingin meminta maaf padamu Haris." Ucap Pablo lalu berbalik kearah ku dengan tatapan yang sangat menakutkan seolah dia siap untuk membunuh ku kapan saja. aku jadi ingat tatapan ini, tatapan pertamakali yang dia berikan untuk ku tatapan 4 tahun yang lalu.

"Meminta maaf atas apa? Kau tak memiliki salah padaku, jadi untuk apa kau minta ma—"

"4 tahun yang lalu, aku membuatmu membunuh ayahmu sendiri." Ucap Pablo. "Seharusnya aku tak bertitahu kamu tentang menyerang titik vital."

"A??"

"Lama tak berjumpa Haris.." Ucapnya dengan senyuman kecil yang aku sangat ingat, dengan wajah itu, wajah dengan kulit putih pucat itu.

"Lama tak jumpa A," Ucap ku yang masih tak percaya dengan apa yang ada didepan ku ini, apa yang harus ku lakukan.