'Topeng' itu yang kakak katakan. Cukup gunakan topeng untuk berteman.
"Bagaimana caranya?"
Dia hanya menjawab 'tetaplah tersenyum, meski sakit.'
Untuk pertamakali ku lakukan itu dan semua teman teman ku menjadi dekat dengan ku, terutama Yuu atau Yunita K. Dia teman sebangku pertama ku sejak aku kehilangan ingatan.
Yuu, orang yang ceria, manis dan murah senyum. Dia selalu menghibur ku, memperhatikan ku dan melebihkan ku, terkadang aku merasa spesial jika ada didekatnya.
Yuu sering membicarakan banyak hal, terutama keluarganya. Dia pontar dalam beberapa pelajaran dan rata rata sisanya.
Yuu memiliki rambut sebahu lurus, dan aku sepinggang agak gelombang. Suatu hari entah kenapa aku bosan dengan kelas, yang membuat ku malas malakukan apapun termasuk berbicara. Aku hanya ingin belajar, istirahat memakan bekal ku, belajar dan pulang hanya itu.
"Lyra, tahu gak kalo di R*CTI itu ada sinetron baru loh, pasti seru deh malem ini."
Aku tak menanggapinya.
"Kamu pasti nonton kan?"
Membosankan mandengarnya selalubmembicarakan sinetrom. Aku baru menyadarinya sejak kakak bilang 'kau menjadi suka tv sejak sekolah, padahal kamu yang dulu lebih memilih mambaca komik.'
"Hei Lyra, jawab aku." Ucapan Yuu terdengar kesal. "Lyra.."
"Maaf Yuu, aku sudah tidak tertarik dengan sinetron." Ucapku dingin dan terlihat Yuu sangat kesal.
"Kau membosankan Lyra." Ujarnya lalu pergi keluar kelas. Aku tahu seharusnya aku tak melakukan hal itu, tapi aku bosan dengan semua ucapannya.
Keesokan harinya, Yuu tidak duduk dengan ku, dia pindah ke bangku Vira dan trman sebangku Vira duduk dengan ku.
Dia bernama Diah, anak paling pendiam dikelas dan tak pernah berbicara kalaupun berbicara dia hanya membicarakan hal penting saja.
Hari pertama ku duduk dengannya rasanya cukup nyaman. Aku melakukan kegiatan ku yaitu belajar, istirahat, belajar dan pulang.
Sejak ku duduk dengan Diah aku menyadari satuhal yang ingin sekali ku tanyakan padanya, namun aku tak tahu kapan aku harus menanyakannya.
"Lyra, apa kau busa menemaniku hari ini?" Pertamakalinya Diah berbicara padaku. Aku menjawab 'Ya' lalu menemaninya.
Diah memintaku untuk menemaninya?
Diah membawaku kesebuah tempat yang aku tak ketahui, wajar saja aku masih belum hafal daerah ini sebab setelah keluar dari rumah sakit aku hanya memfokuskan diri untuk mengejar pelajaran. Diah membawaku kesebuah danau, aku tak megerti kenapa dia membawaku kesini. Diah mengeluarkan kamera dari tasnya dan mulai memfoto.
Bisa kubilang bahwa tak ada pembicaraan diantara kami saat ini, Diah sibuk dengan memotret dan aku malah memaca buku. Bukannya tak ingin menikmati suasana ini tapi aku hanya ingin diam membaca buku.
Setelah beberapa saat Diah memanggilku, dan mengajak ku pergi kesebuah rumah sakit. Ternyata rumah sakitnya adalah rumah sakit tempat dimana aku dirawat. Diah menunggu diruang tunggu sebab jam besuk masih kira kira 1 jam lagi. Tak kutanyakan alasanya kenapa membawa ku ke Rumah sakit.
Setengah jam menunggu tanpa pembicaraan, kami hanya terdiam melihat orang yang berlalu lalang. Hingga ku melihat seseorang yang sepertinya ku kenal, saat ku memperhatikannya dia mendatangi ku.
"Lyra?!"
"Ah, kakak.. Selamat siang." Ucapku lalu berdiri, Diah yang tadi duduk ikut berdiri dan menyapa kakak ku dengan ucapan selamat siang.
"Selamat siang, kamu temannya Lyra, perkenalkan nama ku Dylan Hyuura. Terimakasih telah menjadi teman Lyra.." Ucap kakak dengan senyuman manis.
"Apa yang kakak lakukan disini?" Tanya ku sambil melihat tas yang kakak jinjing berisi beberapa buku.
"Kau juga belum jawab pertanyaan ku.." Jawabnya sambil mengelus kepala ku pelan.
"Hehe... Maaf, tapi hentikan jangan membuat rambutku berantakan.." Ucapku dan Kakak melepaskan tangannya dari kepala ku. "Aku sedang menemani Diah, Kakak sendiri?"
"Menjenguk senior ku, aku mungkin akan lama jadi jika kamu sudah selesai, segeralah pulang."
"Baik" Jawab ku lalu kakak pergi meninggalkan kami.
Aku kembali duduk disebelah Diah. Berselang beberapa menit Diah mulai bicara.
"Lyra, kenapa kau tak menanyakan alasan kenapa aku mengajak mu kesini." Ucap Diah tanpa milihat kearahku, dia hanya menatap lurus kedepan.
"Jika teman memintamu untuk melakukan hal yang bisa dilakukan, maka lakukan lah, jika tak bisa maka tolak lah." Jawab ku dan Diah melihat kearah ku, dan memperhatikan wajahku.
"Siapa yang mengatakan hal itu?" Tanyanya.
"Kakak ku." Jawabku.
"Yang tadi?" Aku menjawab dengan anggukan kepala dan Diah kembali memalingkan wajahnya dari ku.
Setelah lama menunggu akhirnya kami bisa masuk. Diah mengajak ku ke lantai 3 rumah sakit. Diah masuk ke sebuah ruangan dan memintaku menunggunya diluar. Entah kenapa jadi ku tunggu dia dibangku yang ada dikoridor itu.
Beberapa menit kemudian Diah keluar dari kamar itu. Dia menarik ku masuk kedalam. Ruangan bercat putih dengan garis berwarna hijau.
Terlihat seorang lelaki yang kira kira umurnya 17 tahun yang duduk sambil bersandar dikasur yang diposisikan untuk duduk. Dengan selang infus dan alat lain yang menempel pada tubuhnya. Ku perhatikan dia tak memiliki banyak rambut, karena itu dia menggunakan kupluk yang terlihat longgar yang warnanya sama dengan syal yang dia gunakan saat ini.
Dia melihat ke arahku sambil tesenyum, senyum tipis yang diperlihatkan oleh wajahnya yang pucat. Aku merasa sedikit kasihan saat melihatnya, namun senyuman yang dia tunjukan sangat indah entah kenapa.
"Kamu yang namanya Lyra?" Tanyanya tiba tiba.
"Ya. Aku Lyra, Lyra Hyuura." Ucapku.
"Maaf ya keadaan ku seperti ini."
"Ti..tidak apa.."
"Aku dengar dari Diah, kau adalah teman sebangkunya yang baru. Lalu ku dengar dari Diah kamu itu murid baru yang penuh semangat."
"Diah hanya melebih lebihkannya. Aku hanya anak biasa dikelas."
"Benarkah? Aku tak percaya, dilihat sari segi manapun kamu adalah anak yang penuh semangat, dan menarik perhatian."
"Umm, maaf kak aku ke toilet dulu." Ucap Diah langsung pergi meninggalkan ruangan ini, anehnya kenapa dia tak menggunkan toilet yang ada diruangan ini, dan memilih toilet luar.
"Maaf Lyra, membuat mu datang kemari. Berteman baiklah dengan Diah, kumohon.. dia satu satunya adik ku. Aku membuat kesaahan saat dia masih kecil aku memintanya untuk selalu berkata jujur, karena itu sikapnya seperti itu. Dia dijauhi anyak orang karena kejujurannya. Tapi dia tak pernah menyesal dengan sikapnya itu, satu satunya penyesalannya adalah ketika dia diharuskan terus menerus berbohong pada dirinya bahwa semua akan baik baik saja padahal tidak." Dia terdiam sambil melihat keluar jendela. "Hidupku tak lama lagi, tapi Diah masih percaya bahwa aku akan sembuh, meski dalam hatinya dia mengetahui bahwa sebentar lagi aku pergi, bukan kah itu artinya dia berbohong pada dirinya sendiri."
Aku tahu Diah ada didekat sini, dia tak pergi saa sekali ketoilet, dia tahu bahwa jika dia tak pergi kakaknya takan mengucapkan hal itu pada ku. Aku berjanji akan berteman dengan Diah, meski mungkin Diah akan membenci ku, tapi karena ini adalah janji maka akan tetap kulakukan.
Beberapa minggu kemudian Kakaknya Diah meninggal.
Mengingat kembali hal hal yang terjadi pada ku, itu membuat ku tak sadar sejak kapan aku menggunakan topeng yang digunakan untuk diriku sendiri dan orang disekitar ku. Aku dikelas hanyalah anak pendiam yang hanya memperdulikan nilai. Mungkin ini karena aku hanya berinteraksi dengan Diah dikelas, terlebih aku tak menyukai hal hal yang melelahkan.
Tapi semua itu berubah ketika Adellia mengajak ku, aku sangat ingan senyum manis yang dia perlihatkan kepadaku, senyuman yang penuh arti mulai dari ketulusan hingga kebusukannya sangat terbaca. Namun meski begitu dia tetap mendekatiku, tanpa niatan apapun hanya ingin menjadikan ku teman saja. berkat Adellia aku memiliki teman lain yang dekat dnegan ku seperti Haris, Dennis, Tania, dan Kelvin. Sangat menyenangkan memiliki teman seperti mereka. Meski pada awalnya Adellia terlihat memiliki banyak rahasia yang tak bisa dia ungkapkan, tapi tak apa.
Saat mendengar Adellia tewas entah kenapa aku langsug pergi ke bangku Haris, menriakinya, menamparnya, aku ingat hari sebelumya, candaan yang dia buat pada hari itu, membuat ku menyesal dengan apa yang ku ucapkan. Selama beberapa hari aku menjadi murung dan tak ingin melakukan apapun. Tapi seseorang yang mengaku sebgai polisi memberi tahu kami hal yang seharusnya tak kami ketahui.
Aku ingin mengetahui siapa yang membunuhnya. Ketika petugas polisi itu berhenti memberitahuku rasanya sedikit kecewa saja dengan apa yang dia lakukan, terlebih apa manfaat untuknya.
Kemudian aku bertemu dengan seorang murid baru yang sangat menyebalkan, meski begitu aku masih ingin menyelidiki kasus ini. Hari itu dia menginap dirumah dan memberikan ku banyak foto teman teman ku yang telah menjadi korban. Manyedihkan memang dan tangisku tak dapat berhenti saat itu.
Dia memintaku untuk membantunya menangkap pelakunya. Dia berkata saat pekan olahraga berakhir maka dia memintaku untuk mejadi mpan kepada pelakunya.
Malam dimana Pablo datang kerumahku, membuatku membuang topeng ku, aku hancurkan semuanya dengan topeng kejujuran ku. Aku tak ingin mengatakan hal itu namun satu hal yang pasti aku menginginkan sebuah jawaban yang pasti, jawaban yang sesungguhnya. Jawaban yang akan membuat ku puas.
Aku membuat perjanjian dengan pembunuh dengan Codename Pablo Midford, dia masih muda namun fakta bahwa dia telah membuh orang membuatku menuruti permintaannya. Jika aku berhasil menangkap pelakunya maka apa yang ku lupakan akan ku ingat kembali.