"Ahhh~ J-jaaay~ aaaahhh~"
Dalam kamar yang gelap dan hanya terpaparkan berkas-berkas cahaya rembulan, suara lenguhan itu mengisi ruangan besar dengan kasur king size di sana. Dua orang lelaki tengah bersanggama. Kegiatan mereka begitu intens, satu nama selalu merdu meluncur dari bibir yang disodok. Sementara yang menyodok? Dia tak mengeluarkan sedikit pun suara dan hanya fokus bekerja.
Jemari panjangnya menggenggam kuat pinggang tanpa sedikit pun helaian benang di sana, lalu cepat menggerakkan tubuh lelaki yang tengah melesak di kasur dengan pantat menungging di depannya untuk menjauh sebelum dia tarik lekukan itu dan menanamkan kejantanannya lebih dalam di lubang sempit itu. Tajam menghujam, menggesek G-spot lelaki berema coklat mahogani yang terus-menerus lengkingan desah lenguhan.
Namun dia diam.
Kendati jepitan di kejantanannya berikan nikmat, dia hanya mengernyit, mendesis sedikit dan sunggingkan senyuman miring.
"J-jaaay~ l-love youuu~ aaahhh~" lelaki ramping di bawahnya mencicit, tangannya mencakari sprei, mukanya penuh lelehan air mata birahi. Seksi, jujur seksi sekali adik kelasnya itu. Tak ayal dia menjadi pasangan tidurnya lebih lama dari yang lain. Badannya bisa memuaskan napsu, lubangnya tempat yang sangat pas buat membuang sperma.
"Aaaah! Jay! Love you! L--enggh~" dia berseru lagi, keenakan. Membuat lelaki di atasnya berdecak, menyondongkan tubuh dan menangkap bibir yang hendak menyerocos tentang cinta; menyegelnya sebelum rentet cakapan bullshit terlempar.
'Yang lu cintai duit gue, bukan gue!' adalah apa yang ia pikirkan, lelaki dengan nama panggilan Jay. Sembari terus mengulum bibir lelaki di bawahnya, Jay menggerayangi tubuh itu. Dia belai semua sisi, dia plintir puting di sana dan dia nikmati himpitan kuat pada kejantanannya saat tiba-tiba tokyo tower pria di bawahnya meledak. Cairan putih melesat kemana-mana.
"Kerja bagus, beb," adalah apa yang pria di atas ucapkan sembari melepas panyatuan kedua insan ini. "Lain kali main toys skuy, keknya asik kalau mulut lu gua gag. Berisik njir," lanjutnya sembari memukul pantat yang masih nungging itu sebelum menggelempangkannya ke samping dan bertemu mata dengan lelaki di bawahnya.
Pemilik manik amber itu terkekeh dalam gelaknya. Dia tidak tersinggung dikatai begini, hah, Wijaya memang begitu kan? Dia justru membawa dirinya duduk sambil sedikit mendesis—karena nyeri—dan memandang pemuda yang kini fokusnya sudah beralih pada sekaleng bintang yang tengah dia tenggak dari atas ke bawah.
"Kalau besok kita ewe lagi, gua bakal buat lu lepas baju, Jay," kata si manis itu seraya bersendekap, menyeringai penuh keyakinan. Tantangan. Itu tadi adalah tantangan begitu dia melihat penampilan pria yang baru saja menggagahinya ... masih fullset; hanya kancing kemeja saja terbuka semua, pamerkan six pack dan tubuh atletis. Namun sekali lagi, ini adalah ciri si pemilik rambut coklat kemerahan, bersenggama tanpa melepas kan pakaian.
Menyeringai, Jay terkekeh. Dia berdiri sembari mengambil vapenya, menyalakan benda itu. Matanya yang gelap memandang lurus manik cerah itu, sebelum dia menghirup asap pada rokok elektrik di tangannya dan menghembuskannya tepat di depan muka manis itu seraya mendesiskan cemooh, "mimpi lu ketinggian."
Berikutnya, tanpa berkata apa-apa lagi dia melenggang. Dia ambil kontak mobil, ponsel dan dompet yang saling tindih di atas nakas, membukanya untuk ambil uang denda dan tips. Dia letakkan uang itu di atas nakas, kemudian dia bergerak ke arah pintu selagi tangannya merapikan pakaian.
Di ambang pintu dia berkata, "kalau kurang telpon gua. Apa yang lu mau bakal gua kasih tapi ... jangan sok dekat sama gua di kampus. Oke?" dan menghilang di baliknya.
Bergerak ke parkiran mobil sambil terus menghirup vape di tangan, lelaki berbalut kemeja putih dengan macan melingkar di kerahnya sesekali memandang langit ⅓ malam dalam diam. Lorong yang dia lalui langsung menghadap ke kolam renang luas bersorotkan lampu kuning indah. Pepohonan apik tertata rapi berderet di sekeliling. Mereka berdiri, setia payung air tenang di sana.
... setia.
Heh, apa itu definisi setia?
Memejamkan matanya, lelaki ini mengambil ponsel apel keroak dari dalam saku dan membaca pesan. Kotak masuk aplikasi ijonya banyak sekali. Rata-rata menanyakan dia dimana, malam ini melakukan apa ... ck. Membosankan. Mereka seperti semut saja merebutkan tytydnya. Memaksa batangnya untuk masuk sebelum merengek dibelikan tas, mobil, rumah. Hah. Manusia memang hobi menjilat!
Menggulir pesan, dia membuka grup organisasi kampus. Alisnya tertaut membaca satu pesan, dari ketua EM kampusnya: 'Jay, lu besok ikut gua ke kampus depan, oyi? Kalau ada lu kan semua masalah cepat kelar. Kita butuh lu. Woke?'
Pesan ini membuat Wijaya menggaruk pelipis. Waduh. Sempat tidur tidak ya? Tapi dia capek banget, astaga!
Abaikan chat ini, lelaki bertahi lalat di dagu ini akhirnya terus bergerak ke parkiran. Dia dekati Audi cakep yang terparkir di bawah payungan daun pohon, masuk ke sana. Melesakkan punggung, Jay mencoba tidur. Bentar saja, tidur di mobil, baru dia akan menjalani harinya yang membosankan seperti biasa.
Kata ketua EM nya terbayang sejenak, 'kita butuh lu.'
Wijaya mendengus kasar. "Butuh gua, apa duit gua?" gerutunya sebelum menurunkan sandaran jok dan mencoba tidur.
[]