Pagi ini seharusnya Jung Lian sudah duduk manis di kursi kebesaran miliknya, karena ada beberapa dokumen yang harus di tandatangani, tapi dia masih duduk dimeja makan bersama Kevin dan Risa.
Kevin bercerita riang tentang gambar yang dia buat kemarin, anaknya terlihat begitu bahagia.
"Ayah kapan kita bisa pergi ke taman bermain bersama?"
"mungkin minggu depan."
Kevin merenggut tak suka mendengar ucapan ayahnya, "Bulan lalu saat Ayah berkata, mungkin kita bisa nonton Big Hero 6 lusa, apa yang terjadi?"
Dahi Lian mengerut, apa yang terjadi?, tentu saja dia melupakan Big Hero 6.
"Maafkan Ayah, kali ini tidak lagi."
Tapi wajah Kevin masih merenggut menunjukan ketidaksukaannya.
"Ayolah jagoan kecil, Ayah janji, minggu depan kita akan pergi ketaman bermain bersama."
Lian menatap Risa mencoba mencari bantuan untuk menyakinkan puteranya, wajahnya Lian membentuk isyarat agar Risa berbicara pada Kevin.
"Kevin, minggu depan Ayah pasti akan ikut kita ketaman bermain."
tangan Risa mengusap pelan jemari Kevin yang bertautan, wajah Kevin ditekuk dengan ekspresi sedih yang membuat Song Risa sedikit sulit membujuknya.
"jika minggu depan Ayah melupakan janjinya, kita bisa mencukur rambut kebanggaan Ayahmu hingga tidak beraturan sebagai hukuman."
Lian reflek memegang kepalanya.
Membayangkan rambutnya hancur dipangkas, Risa dan Kevin tertawa melihat ekspresi ketakutan Lian, pria itu terlalu menganggapnya serius ucapan Risa
"Kevin cepat habiskan sarapanmu! Ayah yang akan mengantarmu."
***********
Di kantor Risa.
"tidak mungkin!"
Risa menggeleng kuat, mana bisa dia pergi ke pesta pernikahan Lee Junwon tanpa seseorang yang mendampinginya.
"Coba saja dulu, kita tidak pernah tahu hasilnya jika tak mencoba." ucap Keira, dia hanya mencoba memberikan jalan keluar untuk sahabatnya.
"Kamu pergi denganku saja, ya?" Risa menatap dengan tatapan memohon.
"Jangan dengan pacarmu."
terlihat egois memang, tapi mau bagaimana lagi, Risa tidak mungkin mengajak Lian, dia terlalu ceroboh melupakan resepsi pernikahan Lee Junwon dua hari lagi, dia tak bisa mengajak sahabatnya itu yang sedang berada di jepang.
"Tidak mau." tolak Keira dengan tegas, "aku akan tetap pergi bersama dengan pacarku dan kamu bisa mengajak Lian."
"Kenapa ini menjadi rumit?"
"Itu tidak mungkin! kamu! mau dikemanakan harga diriku! aku ini perempuan, dia bisa menjadi pria yang sombong jika aku yang mengajaknya lebih dahulu!"
Risa memutar bola matanya. dia bisa membayangkan bagaimana sikap sombong Lian saat Risa dengan wajah pasrah berharap Lian menemaninya.
"meskipun aku yakin ada begitu banyak wanita yang mengajaknya lebih dahulu, tapi aku jelas tidak termasuk kedalam jenis wanita itu."
Keira terkejut tidak percaya pada ucapan Risa, padahal para wanita selalu menyerukan perkataan
"Emansipasi wanita." dimana mereka ingin kesetaraan, tapi Risa memiliki ego tinggi yang menjunjung tinggi jika wanita harus lebih diutamakan dari pria.
"kamu hanya mengajaknya menemanimu ke pesta, bukan melamarnya kenapa harus berlebihan seperti itu!"
"tidak!" Risa tetap pada pendiriannya, tidak mau terlihat menyedihkan dimata Lian, Yang benar saja, gadis itu mendengus kesal.
"kamu tidak tahu jika pria itu yang terus memanggilku kelinci bodoh, lalu dia akan mengejekku sebagai wanita menyedihkan yang sulit mendapatkan pasangan."
"kenyataannya memang begitu!" Keira melipat tangannya di depan dadanya dengan pandangan menyedihkan.
"hei! aku tidak--," Risa menarik nafas dalam, bahunya terkulai lemah, apa yang diucapkan Keira memang benar. "ya, aku memang menyedihkan, bahkan mencari pasangan ke pesta pun tidak bisa."
Bukan itu point pentingnya, maksud Keira melontarkan kata-kata seperti itu adalah agar Risa lebih berani memulai sesuatu, terlepas dari egonya sebagai perempuan,
"kamu tahu bukan itu maksudku."
"Ya,seterahlah, aku mau pulang."
Risa mengambil tasnya dan berjalan keluar ruangan, sejak dulu dia memang payah tentang pria, bahkan pengalamannya dalam urusan perasaan terbilang minim, dia hanya pernah satu kali berpacaran dan itupun saat kuliah, terkadang masalahnya hati memang lebih rumit.
Biasanya Risa sampai dirumah jam lima paling telat atau jam enam sore, dia akan menghabiskan waktunya hanya untuk sekedar membacakan cerita untuk Kevin atau menemani Kevin menyusun legonya, kadang dia dan Kevin memasak sesuatu di dapur hanya untuk kevin, anak itu sangat menyukai pie apple dan sup ayam.
Hari ini dia baru sampai dirumah pukul sembilan malam, beberapa pembantu menyapanya, Risa hanya membalasnya dengan senyuman hangatnya.
kening Risa terangkat melihat lampu di ruangan kerja Lian menyala, pintu itu tak tertutup sepenuhnya, dia bisa mendengar Lian sedang berbicara dengan seseorang di telepon.
"Akuu tahu, Ya aku juga mendapatkan undangan dari Tuan Lee." suara Lian menyentak kesadaran Risa, seharusnya dia melangkah kakinya meninggalkan ruangan ini, tapi kakinya membeku menariknya untuk tetap berdiri didepan pintu, membiarkan rasa penasaran menguasainya.
"Tentu saja dengan seorang wanita, kamu pikir aku akan pergi ke pesta itu sendiri?"
Risa bisa mendengar tawa ringan Lian, pupus sudah harapannya, harusnya Risa tahu jika Lian pasti diundang oleh Bisma, mengingat pria itu adalah rekan bisnis Bisma,
"Apa hobimu menguping?" Risa terlihat gugup, tidak mungkin dia berkata kalau dirinya ternyata sengaja menguping
"Aku ingin mengatakan sesuatu padamu, tapi sepertinya kamu sedang menelpon dengan seseorang."
'Berpikir Risa' batin Risa terus berteriak mencoba mencari jalan keluar
"Aku tidak ingin mengganggumu, jadi aku putuskan untuk menunggumu selesai menelpon."
Sebelas alis Lian terangkat, pria itu melipat kedua tangannya di depan dadanya.
"lalu, sekarang apa yang ingin kamu katakan?"
Risa menggigit bibirnya bawahnya pelan, apa yang harus dikatakan sekarang?
"Risa."
"Ya! Besok aku akan pergi ke klub dengan teman-temanku, sepertinya aku akan tidur di apartemenku."
"Kenapa harus pergi ke klub?"
Risa mundur selangkah ketika Lian mencoba menghilangkan jarak diantara mereka. "Karena kami mau ke klub"
"kami?"
"ya kami. aku, Keira dan teman-temanku." Risa terlihat semakin terpojok, dia mencoba mengalihkan pandangannya.
"Apa ada pria?" suara Jung Lian terdengar begitu berat, tangannya mencekal lengan Risa agar gadis itu tak melangkah mundur lagi.
"Tentu saja ada pria!" mata Risa tiba-tiba saja menatap mata Lian, apa maksudnya menanyakan pria.
Apa dia pikir Risa tidak punya teman pria?
Apa pria itu memandang remeh dirinya?
Risa mengingat betul waktu itu bagaimana wajah dingin Lian menyela ucapan Risa yang ingin menyatakan, berpura-pura karena dirinya memiliki kekasih, tapi Lian dengan tidak berperasaan mengatakan Risa belum memiliki kekasih dan hanya pernah berpacaran satu kali, dia benar-benar tidak mempunyai privasi ketika Lian masuk ke dalam kehidupannya.
"Tidak boleh." Lian menarik Risa mendekat dia melingkarkan tangannya di pinggang Risa.
"Aku akan tetap pergi!"
bohong Risa tidak mungkin mengatakan yang sesungguhnya bahwa dia hanya berpura-pura agar tidak ketahuan menguping, kenapa bisa menjadi rumit seperti ini? Risa hanya mengelak.
Dalam jarak sedekat ini, Risa bisa merasakan hembusan nafas Sean yang beraroma mint, ini terlalu dekat. "Bisakah kamu lepaskan tanganmu."
Lian menggeleng pelan, dia malah menelusupkan kepalanya di perpotongan leher Risa. "Tetap seperti ini"
Tubuh Risa mematung degup jantungnya tak beraturan, dia bahkan bisa merasakan jika aliran darahnya memusat tepat di wajahnya, ada apa dengannya? harusnya jantungnya tak berdebar seperti ini, harusnya dia memberontak saat Lian mengeratkan pelukannya.
"hari ini aku lelah" suara Lian terdengar begitu berat, sesuatu pasti akan terjadi. "biarkan seperti ini untuk sementara waktu"