Setelah melakukan perdebatan yang panjang dengan pria arogan itu pada akhirnya semua keputusan kembali ke awal dimana Risa harus tinggal bersama Lian untuk waktu yang tidak bisa di tentu saja kapan akan Risa bisa meninggalkan rumah itu namun untuk saat ini hanya Kevin yang mampu menahan Risa disini.
Di layar laptop di depannya masih setia menampilkan deretan informasi tentang Jung Lian, seminggu sudah terlewati Risa tinggal bersama Kevin.
Risa cukup penasaran tentang kehidupan Jung Lian, pria itu terlalu misterius baginya, terkadang dia bisa sangat baik tapi ada saatnya pria itu sangat kejam, saat Risa pulang terlambat dua hari lalu misalnya, Lian memaki Risa tanpa ampun seperti seorang ayah yang mendapati anak gadisnya pulang malam dari klub.
Pertengkaran itu terjadi begitu saja, Lian mengklaim dirinya mempunyai kewajiban menjaga Risa karena dia sudah berada dalam teritorial dimana Lian harus bersifat protektif.
Sementara Risa sama sekali tidak peduli dengan kewajiban yang Lian terapkan, dia dan Lian tidak memiliki ikat dalam hak dan kewajiban apapun.
Setahu Risa dia sudah menekankan sejak awal bahwa tugasnya hanya mendampingi Kevin, kehidupan pribadinya sama sekali tidak boleh dicampur adukan Lian.
Tapi kembali lagi ke realita yang diajak berdebat adalah Jung Lian, pria yang tidak pernah mau dibantah dan begitu posesif dalam segala hal.
"kenapa tidak langsung bertanya padaku, berita dari internet belum tentu ada kebenarannya"
Risa terkejut kaget, dia sudah mengenal jelas suara itu, tangannya dengan reflek menutup layar laptopnya, dan dia membalik tubuhnya menatap seseorang yang sudah mengetahui kegiatannya.
"apa yang ingin kamu tahu dariku?" ucap Lian, dia melipat kemejanya hingga siku, pria itu baru pulang.
Risa menarik nafas dalam melihat jam menggantung di dinding, sudah pukul dua malam dan Jung Lian baru tiba dirumah?
"tidak ada"
Risa berusaha menutupi rasa malunya, dia begitu ceroboh melupakan keberadaan Lian, Rasanya dia ingin segera berlari ke kamar dan membenamkan diri di antara selimut tebalnya.
"sudah jelas kamu sedang mencari sesuatu tentangku disana"
Lian mengangkat dagunya menunjuk pada Risa laptop yang sudah tertutup, bibirnya bawahnya Risa gigit pelan berusaha mencari alasan logis yang tidak mempermalukannya untuk yang kedua kalinya, tapi apa? Bahkan otak Risa memenjarakannya dalam tatapan sensualnya.
"kamu salah lihat"
Risa mengalihkan pandangannya kemanapun, asal tidak menatap seringai nakal yang tercetak jelas di wajah Lian. alis Lian terangkat sebelah, kakinya melangkah mendekati Risa.
"mataku masih belum rabun Risa, kalau begitu kenapa tidak kita buka kembali laptopmu, kita bisa lihat historynya"
Salah satu sifat menyebalkan Lian adalah tidak mau dibantah, ketika dia meyakini sesuatu maka dia akan memastikannya dengan begitu dalam.
"tidak perlu"
Lian menyeringai melihat Risa sudah terpojok, geraman kesal itu terdengar begitu menyenangkan di telinganya.
"tapi bagiku itu sangat penting!"
Entah bagaimana caranya kini wajah Lian dan Risa terpaut beberapa centimeter, kegugupan luar biasa mendera Risa, dia semakin kencang menggigit bibir bawahnya.
"itu.. tidak...penting"
"bagiku itu penting, untuk mengetahui seberapa tertariknya dirimu padaku"
Nafas hangat Lian berhembus di wajahnya, Risa yakin sekali jika saat ini wajahnya sudah merah.
"kelinci bodoh" setelah mengatakan itu Lian mengecup bibir Risa sebentar.
Risa tidak percaya bahwa pria didepannya sudah mencuri ciuman pertamanya, oh Risa yang malang, bahkan remaja saja tahu jika itu hanya sebuah kecupan bukan ciuman.
"Ayah ..."
"Kevin ..."
Risa mendorong dada Lian, sebelum akhirnya menatap pada Kevin yang tengah sibuk mengucek matanya pelan.
"kenapa terbangun Kevin?"
Tangan Kevin menyentuh lehernya, membentuk sebuah ekspresi menggemaskan di wajahnya. "kevin haus, Ibu"
Setelah menyuruh Kevin duduk di sofa Risa mengambil segelas air putih, Kevin menenggaknya hingga habis, sepertinya anak itu benar-benar kehausan.
"oke sekarang kita tidur lagi"
Kevin mengangguk pelan saat Risa mengusap pelan rambutnya.
"tapi aku ingin tidur bersama Ibu"
"baiklah" Risa mengisi kembali gelasnya dengan air lalu meneguknya hingga setengah, baru saja Risa ingin meletakkan gelas tangan Lian menahannya mengambil gelas itu lalu meneguk sisa air itu.
Risa menatap tak percaya pada sosok di depannya, sejak kapan dia menjadi sedekat ini dengan Lian? Berbagi minum bersama? Yang benar saja, Risa mendengus sejenak melupakan kegugupannya.
"sekarang pergilah tidur" Lian mengangkat tubuh Kevin, anak itu terlihat masih linglung,
"ayah mau tidur bersamaku dan Ibu?"
"tidak!!" dalam hati Risa, dia ingin berteriak, dia tidak ingin satu ranjang dengan pria itu.
"sepertinya menyenangkan" dan tubuh Risa lemas seketika mendengar ucapan Lian, bencana apalagi yang akan terjadi setelah pria itu mencium bibirnya, Risa tak yakin bisa memejamkan kedua matanya dengan jantung berdebar seperti ini.
*********
"ada apa denganmu?"
Cinta menatap heran pada Risa yang sejak tadi hanya diam saja, lingkaran hitam dibawah matanya begitu terlihat mengganggu.
"apa Tuan Lian itu kembali memarahimu? atau dia melakukan sesuatu padamu? Seperti memukulmu mungkin?" ucap Cinta, dia terlihat sangat khawatir saat Risa hanya menggelengkan kepalanya.
"dia memang melakukan sesuatu padaku, tapi bukan memukulku dia menciumku" batin Risa berteriak, kenapa efek ciuman Lian begitu separah ini terlebih lagi semalam Risa tidur bersama dengan lelaki itu, meski sepenuhnya tidak bisa dikatakan tidur karena Risa hanya memejamkan matanya tanpa pergi ke alam mimpi.
"Cinta" suara Risa terdengar begitu putus asa.
"menurutmu pria seperti apa Jung Lian itu?"
"tampan" Cinta mengacungkan jari telunjuknya.
"tampan" jari tengahnya menyusul setelah itu, kening Risa mengerut.
"tampan" bahkan kini jari manis gadis itu, turut serta.
Risa meraih tangan Cinta menghentikan kekonyolannya, dia meminta pendapat bukan mengatakan hal tak berguna yang bahkan diketahui oleh semua wanita jika Jung Lian adalah pria tampan.
"aku menyesal bertanya padamu"
Risa menelusupkan kepalanya di antara dua lengannya yang bersilang manis diatas mejanya.
"sebenarnya apa yang terjadi diantara kalian?" tanya Cinta.
"tidak ada!"
"aku tidak yakin?"
"sungguh tidak ada Cinta! "
"aku tidak percaya, jangan katakan padaku jika kamu mulai menyukai Lian?" Cinta memekik kencang, beruntung tak ada orang lain di ruangan ini selain mereka berdua.
"suka?" Risa menggeleng cepat.
"aku hanya bertanya tentangnya, bukan berarti aku menyukainya"
"karena rasa suka diawali dengan rasa penasaran, percayalah padaku sebaiknya kamu menekan rasa penasaranmu terhadap Lian, jika kamu tidak ingin jatuh cinta padanya!"
**********
"lihat" Kevin berlari menghampiri Risa yang tengah menunggunya di luar kelas.
"aku menggambar ini" dengan penuh antusias Kevin menunjukan kertas gambarnya
"tadi ibu guru menyuruhku menggambar sesuatu yang aku inginkan di sekolah tadi"
"aku menggambar Ibu, ayah, dan aku, karena yang Kevin inginkan hanya kebersamaan Ibu dan Ayah" tunjuk Kevin pada setiap goresan crayon diatas kertas.
"gambarnya sangat bagus" Risa berjongkok menyamai tinggi Kevin.
"kamu harus menunjukkannya pada Ayah nanti"
Kevin mengangguk penuh antusias, "tentu saja, Ayah harus tahu aku menggambar ini dengan begitu susah"
Senyum yang mengembang di wajahnya membuat Risa semakin merasa bersalah, kebersamaan?
Kenapa dia begitu tega membohongi Kevin dengan kebersamaan palsu yang dia buat bersama Lian.
bagaimana jika dia nanti harus mengakhiri sandiwara ini?