Andrian mendekati telinga Louis, sambil ia membisikkan sesuatu yang hanya bisa didengar oleh sang raja. "Melihatnya, membuatku ingat akan Revania muda. Mereka berdua tampak mirip, apa kau tahu itu Louis?" Ucapnya dengan seringai licik.
Tatapan Louis semakin keji menatap pada pria yang ada dihadapannya, tapi seringai pria itu semakin melebar dan tidak takut dengan sang Raja.
"Ayolah… Louis. Kau ini sepertinya butuh piknik, kenapa kau terlihat sangat muram sekali?" Ucap Andrian dan menepuk Pundak Louis, tanpa ada perasaan bersalah sama sekali. Bahkan Helena yang melihatnya dibur terkejut, dan tidak percaya jika pria itu sangat berani.
"Andrian… sepertinya aku pernah dengar nama itu?" Gumam Helena yang sedang mengingat, "Ah… dia adalah orang kepercayaan Raja Louis, teman kecil Ratu Revania dan Raja Louis. Baru pertama kali aku melihatnya, Harika pernah bilang. Kalau hanya dia satu-satunya orang yang sangat dipercaya oleh sang Raja."
Helena memberanikan diri untuk melihat Andrian dengan seksama, pria yang sama tingginya dengan Louis. Postur tubuh proporsional, wajah manis dengan rambutnya yang hitam legam. Disaat Helena sedang melihat kearah Andrian, pria itu sadar dengan tatapan Helena. Kemudian ia mengedipkan matanya, dan kembali tersenyum lebar.
"Permaisuri Helena, jangan terlalu mengagumiku seperti itu. Aku memang tampan, bukan?" Ucapnya dengan menyombongkan diri, dan Louis hanya mendengus kesal.
"Sudahlah, jangan banyak berbicara. Jadi aku ingin tahu hasil pencarianmu, sekaligus aku ingin menguji… apa otak pintarmu itu masih berguna?" Cibir Louis dan ia berjalan melewati Andrian, untuk duduk pada sofa panjang.
Andria ikut memutar tubuhnya dengan cepat, dan ia pun mengikuti Langkah kaki Louis. "Apa aku boleh ikut duduk disini, Yang Mulia?" tanyanya dengan sopan, seraya ia sedikit membungkuk. Sikap Andrian sudah jauh berbeda, sepertinya dia sudah tahu batasan mana yang tidak boleh dilewati.
"Duduklah, dan jangan buat aku kecewa." Jawab Louis, seraya ia mengambil cangkir tehnya.
Helena hanya sedikit melangkah, menjaga jarak aman dan tidak berani untuk duduk bersampingan dengan sang Raja. "Lebih baik kalau aku berada disini saja." Batin Helena, yang sudah berdiri tegak.
"Jadi siapa pelakunya? Siapa yang meletakkan obat tersebut kedalam makanan itu, tidak mungkin ini ulah dari Dilara ataupun Emira bukan?" tanya Louis yang sudah meletakkan cangkir tehnya.
"Apa? Raja benar-benar masih ingin mencari tahu?" Batin Helena kembali, dan kali ini ia mendapatkan firasat yang tidak menyenangkan.
"Tentu saja aku tahu, pasti kau akan terkejut dengan hasil penemuanku." Jawab Andrian menyombongkan dirinya kemabali. Dia duduk dengan wajah yang congkak, lalu bertepuk tangan dengan nyaring.
Helena masih diam memperhatikan, bertanya-tanya apa yang sebenarnya sedang dilakukan oleh Andrian?
Pintu kamar sang Raja kembali terbuka, seorang penjaga istana masuk dengan membawa seorang wanita yang Helena sangat kena. "Ri… Rima? Kenapa dia bisa ada disini?" tanya Helena yang spontan, dan dia tahu kondisi ini bukan dalam keadaan yang baik.
Louis yang mendengarnya, melirik dengan tatapan yang sinis. "Rima? Kepala pelayan kerajaan, untuk apa kau membawanya kesini?" tanya Louis pada Andrian.
"Bukankah kau ingin tahu siapa pelakunya, dan dia… dia yang sudah meletakkan obat terlarang tersebut pada makanan dan minumanmu. Tunggu… apa kau memakan atau meminumnya, kau bekum menjawab pertanyaanku mengenai itu." Andrian yang lebih tertarik dengan topik pembicaraan lainnya, tapi Louis enggan untuk memberikan komentar apapun.
"Mm… baiklah, sepertinya aku sudah bisa menebak."Andrian yang menjawab sendiri, dengan mengerucutkan mulutnya.
"Jadi… Rima." Baru beberapa kalimat yang diucapkan oleh Raja Louis, tapi kepala pelayan itu segera saja bereaksi dengan amat panik.
Rima yang tadinya berdiri, tiba-tiba saja duduk bersimpuh dengan wajah menunduk. Helena yang melihat sikap Rima, tanpa pikir panjang segera saja menghampirinya. "Rima? Apa yang kau lakukan, cepatlah berdiri?" ucap Helena yang memegangi kedua bahu Rima, berusaha untuk membuat wanita yang sudah cukup berumur tersebut agar bangkit.
"Wah… padahal aku belum mengatakan apapun. Sepertinya situasi akan menjadi memanas, Raja Louis kau harus bersabar dan bijaksana, ok." Ucap Andrian seraya ia membuat kipas dari tangannya, yang ia arahkan pada wajahnya sendiri.
Louis masih diam, dan seperti biasa ia tidak langsung mengucapkan kalimat apapun. Ia melihat dengan tatapan yang keji, terlihat raut wajah kekecewaan. "Jadi… ini semua idemu Rima? Aku sangat kecewa, padahal kau sendiri yang memergoki Permaisuri Dilara dan Emira. Tapi… kenapa justru kau menggunakan cara yang sama?" tanya sang raja.
Helena lebih terkejut mendengar ucapan sang raja, dan kembali menatap pada wajah Rima dengan sepasang matanya yang sudah berkaca-kaca.
"Yang Mulia Raja, ini memang kesalahanku." Rima tidak mempedulikan perhatian yang diberikan oleh Helena, ia justru semakin bersimpuh. Kedua tangannya sudah menyilang diatas permukaan lantai, dan semakin ia membungkukkan kepalanya.
"Aku benar-benar kecewa padamu, Rima. Harusnya kau bisa memberikan contoh yang baik." Louis sama sekali tidak menunjukkan rasa kasihannya, sisi rahangnya semakin terlihat tegas. Dan Rima belum mau menegakkan kepalanya, sepertinya dia masih berharap ada pengampunan yang diberikan oleh sang Raja.
"Yang Mulia Raja, semua ini aku lakukan karena aku ingin yang terbaik untuk anda dan negeri ini. Begitu juga dengan Ratu Revania, apa anda tidak ingin membuat Ratu Revania tenang?" Ucap Rika dengan suara yang parau, Helena tidak bisa memastikan apakah kepala pelayang tersebut dalam keadaan menangis atau tidak.
"BERANI SEKALI KAU MENYEBUT NAMA REVANIA!" Teriak Louis dan ia sudah bangkit dari duduknya, Andrian bahkan terkejut melihat perubahan sikap sang Raja.
"Louis, tenanglah… kita bisa membicarakan hal ini dengan baik." Ucap Andrian mencoba menenangkan.
"Maafkan hamba Yang Mulia," ucap Rima dengan suara yang semakin bergetar.
Helena pun diam mematung, baru kali ini dia melihat amarah Raja Louis. Tangannya mengepal erat, karena tidak tega melihat Rima yang jelas sedang ketakutan saat ini. "Apa yang harus aku lakukan?" batin Helena yang gelisah.
"Jangan kau pikir kau dekat dengan Ratu Revania, lantas aku akan membiarkan semua kesalahan yang sudah kau perbuat begitu saja? Tidak… aku tidak akan membiarkanmu lepas dari hukuman." Ucap Louis dan ia mendekat kearah Rima.
Kepala pelayan itu sedikit menegakkan wajahnya, melihat sepasang sepatu hitam sang Raja yang membuatnya semakin merasakan ketakutan. Helena menatap bergantian antara sang raja, dan kepala pelayan yang selama ini selalu menolong Rima.
"Ayolah Helena, berpikir..! kau harus melakukan sesuatu, tapi apa…" Batin Helena yang semakin gelisah.
"Aku harus menghukummu, Rima. Agar semua yang bekerja di istana, tidak memiliki sikap sembarangan seperti ini." Lanjut Louis dengan tatapan kejinya, dan Rima hanya bisa diam seribu bahasa.
"Yang Mulia Raja…" Seru Helena tiba-tiba. Dan dia berhasil membuat semua orang yang ada didalam ruangan tersebut, menatap kearahnya dengan penasaran? Atau justru berpikir… apa kau sudah gilah Helena?