Chereads / Retaknya Sayap Merpati / Chapter 14 - Permintaan a

Chapter 14 - Permintaan a

Selepas sholat isya, aku keluar dari kamarku dan kulihat Riri sedang membuat mie instant, dia belum menyadari keberadaanku. Aku berdiri melihatnya sedang sibuk menyeruput kuah mie. Sampai dia berbalik dan melihatku, tatapannya seperti sedang bertanya-tanya.

"kenapa Na?". ia bertanya dan duduk di bangku meja makan. aku mengambil air putih dan meminumnya dengan sekali tenggak. Aku bingung ingin bertanya darimana, apa tidak akan menyinggung Riri jika aku bertanya langsung.

"udah sampe mana skripsi Ri?". tanyaku mengalihkan tatapan Riri yang tak berkesudahan melihat tingkahku yang pasti aneh menurutnya.

"lumayan, judul gue udah di acc dan lagi lanjut Bab1". Kulihat ia melanjutkan memakan mie nya dan menyeruput kuahnya secara perlahan.

Aku memelintir jari telunjukku perlahan, aku semakin bingung ingin bertanya apa lagi ke Riri. aku ikut duduk di sampingnya sembari mengupas buah jeruk yang memang sudah ada di atas meja makan.

"malam minggu besok, kalau lu keluar sama temen lu gue ikut ya". Ucapku dengan satu tarikan nafas. Aku tetap memfokuskan pandanganku kearah buah jeruk. Aku mendengar Riri menarik nafasnya berat.

"Kenapa? Tumben". Pertanyaan riri mengehentikan gerakan tanganku, aku memberanikan diri memandang mata Riri. yang memang sudah melihatku dan menunggu jawabanku.

"lagi pengen keluar aja Ri, butuh udara segar dan suasana baru". Kataku padanya dan berusaha setenang mungkin.

"seriusan? Lu lagi ada masalah?". Riri berbicara dan tetap melanjutkan makannya.

"ya gue lagi bosen aja di apartemen terus gitu, lagian kita juga udah mau lulus bentar lagi. Mungkin gue bisa ngumpul bareng sebelum kita sama-sama punya kesibukan masing-masing". Aku menyuapkan buah jeruk kedalam mulutku dan rasa manisnya memenuhi setiap inci lidahku. Setidaknya rasa manis ini menetralkan rasa pahit jika mengingat pembicaraan Riri dan Romeo tadi siang.

"ya kalau lu maunya gitu, yaudah nanti gue kasih tau kalau gue mau keluar. Lu udah makan?". Tanya riri, kulihat isi mangkoknya sudah habis.

"udah tadi sore, lu abis ini mau ngapain?". Tanyaku saat kulihat dia bangkit dari duduknya dan mencuci bekas mangkuk.

"gue sih tadi siang janjian sama Romeo mau keluar, nemenin dia nyobain kopi yang lagi hits di instagram itu".

"gue boleh ikut?". Kataku saat kulihat riri sudah selesai mencuci mangkuknya. Ia melihat ke arahku dan mengangkat alisnya heran.

"yaudah, siap-siap sana". Katanya tak mau terlalu banyak bertanya, kurasa.

Aku tersenyum kearahnya sebentar dan mulai berbalik kearah kamar untuk mengganti baju. Semoga aku tidak akan salah mengambil keputusan.

Saat sudah berada di kamar, aku memilih celana hitam kulot dan sweater berwarna cream dan aku menggunakan kerudung yang sama pula dengan warna sweater.

Kulihat penampilanku di cermin. Semoga penampilan ini bisa tetap berbaur dengan mereka. Semoga mereka gak akan jijik lagi.

Aku keluar dari kamar dan kulihat Riri sudah menungguku.

"tumben pake celana Na". Tanya Riri melihat penampilanku. Memang selama ini aku selalu memakai gamis atau androk panjang. Tapi tidak salah kan memakai celana? Kurasa celana juga tidak ketat.

"ya biar lebih santai aja". Kataku tersenyum padanya.

"yaudah yuk" Riri menggandeng tanganku dan kami turun dari apartemen. Kata Riri kita dijemput oleh romeo. Saat udara malam menerpa wajahku.

Aku menikmatinnya, sangat-sangat menikmatinya. Sudah berapa lama aku tak merasakan saat seperti ini?. Hampir satu tahun kurasa, dulu aku sering menunggu Romeo dengan Riri seperti ini. Hanya sekedar nongkrong bareng menghabiskan malam. bercengkrama membahas semua hal tanpa ada batasan.

Kudengar suara klakson mobil, dan kulihat romeo membuka kaca mobil. Aku langsung masuk dan duduk dibelakang sedangkan Riri dia duduk di bangku depan bersama Romeo.

"tumben Na?". Tanya romeo saat aku sudah duduk dengan nyaman. Aku tau itu pertanyaan pertama yang akan diajukannya.

"emang kenapa gue gak boleh ikutan minta di traktir lu?". Kataku mencoba bersikap seperti biasa.

"gue udah tau lu pasti maju paling awal kalau soal traktiran". Romeo mengatakan itu sembari tertawa dan mulai menjalankan mobilnya membelah jalanan ibukota.

"tau tuh Rom, tiba tiba Nia minta ikut. Dan ternyata ada udang dibalik batu". Riri ikut menimpali. Aku hanya mencubit gemas lengan Riri

"lu udah makan Na? apa sekalian beli makan? nasi padang gitu ama tempat-tempatnya". Romeo melirik ke arahku sebentar. Sambil tertawa

"boleh, nasi padang tempat biasa yuk. Abis itu baru minum kopi, kebetulan gue lapar dan udah lama gak abisin isi dompet lu pada".

"huhhhh, perut karung". Riri menoyor kepalaku gemas. Ia sampai bangun dari duduknya karena aku berusaha menghindar. Romeo tertawa kencang saat Riri seperti binatang yang melihat mangsanya.

"teruss toyor pala gue terus". Aku mengelus kepalaku singkat, aku masih mendengar kencangnya tawa Romeo. Itu membuat hatiku cukup tenang. Aku tersenyum kearah Romeo saat tatapan matanya melirik kearahku. Romeo tetap sama, senyum tulus itu masih sama. Ternyata…

Kami sampai di rumah makan padang langganan kami, dulu kami sering kesini karena rasa makanan yang sangat cocok dilidah kami, dan tempat seperti ini lebih nyaman untuk memanjakan perut. Aku keluar terlebih dulu dari mobil, lalu menghampiri sang penjual, tempat ini tak terlalu besar tapi rasa makananya tak usah diragukan lagi.

"uda, ayam bakar yang porsi seperti biasa. Jangan lupa sayur cincang". Ucapku.

"siap". Aku berlalu mencari tempat duduk seperti biasa. Ah tempat inipun cukup aku rindukan. Memang kenangan jika di ulang lagi sangat manis.

Aku melihat romeo dan Riri memesan makanannya. Kami sudah biasa seperti ini, memesan kesukaan kami sendiri. Jika diperhatikan Romeo dan Riri cukup serasi jika menjadi pasangan. Mengapa juga Romeo harus menyukaiku? Padahal dibanding dengan Riri, lebih baik Riri diatas segala-galanya. Aku menggelengkan kepalaku, apa juga yang sedang kupikirkan, masalah hati memang tiba bisa di tebak bukan?.

"ngapa lu sawan?". Riri sudah ada di sampingku dan Romeo didepanku.

"heh, maunya. Biar lu repot pada bawa gue pulang". Kataku gemas. Aku mengambil kerupuk kulit dan memakannya rakus.

"mulut mulut, sawan beneran baru tau rasa". Timpal romeo, sepertinya dia selalu sebal saat aku tak bisa mengontrol omonganku ini.

aku hanya tertawa cengengesan, sambil melanjutkan memakan kerupuk yang kurasa tak akan kuhentikan.

Tak lama pesanan kami datang ditambah dengan es jeruk kesukaanku, mereka tau sekali jika aku memang lupa memesan minum. Sedikit menarik lengan baju. Biar tidak terlalu merepotkan saat aku berkutat dengan ayam bakar nanti. Ahhhh harumnya sudah membuatku melayang.

Apalagi sambal ijo yang berwarna sangat cantik ditambah daun singkong, lalu tambahan sayur cincang kalau diseruput kuahnya dikit. Kaldunya pasti akan meledak-ledak didalam mulut.

Langsung saja aku menyuapkannya kedalam mulutku, pas sekali, nikmat dan tak akan ada yang mengalahkan kenikmatan ini. Aku mengunyahnya perlahan. Sudah tak aku perdulikan lagi obrolan Riri dan Romeo yang sesekali mereka tertawa cekikikan. Bahkan aku sampai lupa tujuanku ikut mereka.

"awas Na keselek". Ucapan Romeo membuatku memelankan kunyahan yang hampir kutelan itu. Aku menganggukan kepalaku singkat.

"Skripsi ampe mana?". Aku bertanya padanya setelah kutelan makanan yang sudah kukunyah itu.

"alhamdulilah, proses buat judul".

"heh, proses buat judul. Proses apaanya". Aku mengejeknya dan dia hanya memberikan cengiran khas nya saja.

"yg penting ada proses, daripada tidak sama sekali". Riri tiba-tiba menimpali dengan nada yang terdengar cukup serius. Aku menengok kearahnya sebentar. Tapi tatapan matanya hanya tertuju pada piring yang ada didepannya. Aku sudah tak melanjutkan lagi ucapanku, Riri tak pernah bersikap seperti ini.

Begitupula dengan Romeo, dia juga tak menanggapi ucapan Riri. aku melanjutkan makanku yang tinggal sesuap lagi. Mengunyahnya cukup pelan. Ada apa dengan mereka? Apa kalimat bercandaku terlalu kelewatan?. Apa kalimat mereka tadi siang memang benar untukku

Aku hampir menangis jika tak kutahan, ini terlalu sulit untuk kuterima, apa aku sudah terlalu jauh jika ingin memperbaiki semua ini?. Apa tak ada kesempatan untukku?. Mereka ada disini, tapi aku merasa mereka sangat jauh.