"Wah mak lampir datang" Itulah yang terlintas disetiap benak teman Diandra mengetahui siapa yang memanggil Diandra.
"Oh. Hai, kamu?" Diandra menyapa sopan.
"Gw? masa lo gak tau gw siapa?" Ucap Alisa dengan senyum miring, "Bian gak pernah cerita emang?" Ucapnya diatas angin.
"Bian?" Diandra mmegerutkan kening.
"Ya ampun lupa gw" Ucap Alisa "Bian mana mungkin cerita sama pacarnya soalnya calon istrinya bisa-bisa gak dapet jatah ya?!" Ucap sarkas Alisa.
"Ini calon Bian? Ya Allah mak lampir banget sih kamu nyari calon istri Bi" Batin Diandra mengamati Alisa dari ujung rambut sampe sepatu.
"Cantik sih emang. Dan aura beuh gw rasa titisan nini pelet nih anak mempesona mampus! gw yang cewe aja demen ngeliatnya pantes tuh si kucrut klepek-klepek" Giliran Alisa membatin memperhatikan Diandra.
Alisa berdehem, "Lo kenal Bian udah berapa lama?" Tanya Alisa gak nyambung.
Diandra menaikan sebelah alisnya. "Kurang lebih satu bulan. Kenapa? Selama sebulan lo merasa gak kebagian perhatian dia?" Giliran Diandra balas mengejek Alisa.
Dan skak mat memang semenjak Bian mengenal Diandra Bian yang kurang perhatian makin tidak perhatian lagi degan Alisa.
"Walau gw kurang perhatian tapi tetep aja gw calon istrinya" Sangkal Alisa. Merasa menang dengan statusnya sebagai *calon istri.
"Bodo amat*" Batin Diandra tersenyum miring. "Oh iya yak lo calon istrinya" Diandra kembali membalas Alisa "Lo hebat ya Mba, baru jadi calon istri aja udah punya hati seluas samudra. Tegar gitu denger dan liat calon suami lo mendua" Diandra menekankan kata terakhir dan sukses membuat Alisa merona.
Tentu bukan merona dengan konotasi yang positif. "Gak apalah, sejauhnya dia main dia pasti tau koq jalan pulang" Alisa terpancing.
"Oh gitu ya?! Gw takutnya dia kejauhan mainnya terus lupa jalan pulang karena nyaman ditempat baru" Menang telak sepeetinya Diandra.
Teman-teman Diandra tersenyum miring melihat Alisa. "Lo lawan Diandra mah kerok dulu lidah lo pake emas" Mereka kompak tertawa dalam diam menertawakan kebodohan Alisa.
"Ehem. Banyak banget tentengan lo" Alisa sudah kehabisan kata sepertinya.
"Oh ini?" Diandra mengangkat tentengan ditangannya. "Iya nih gw juga heran sama pesona gw. Ya ampuuunnn sampe dapet banyak gini Ya Allah" Diandra menaikan sedikit oktaf suaranya sambil terkekeh mengejek.
"Sial nih orang. Udah kalah pamor gw kalah bacot juga!" Alisa kesal.
"Pesona lo cuma bisa dapetin ikan aja bangga" Ucap Alisa seraya melengoskan wajahnya yang memerah karena kesal.
"Yah iya lah gw dapet ikan orang gw lagi dipelelangan. Kalo gw tebar pesona gw ini di kampung Suka mangga gw bakal dapet berkarung-karung beras sih kaya nya" Diandra sangat PeDe sekali berucap seperti itu. Siapa juga yang mau ngasih beras berkarung-karung? Emang gak rugi?! 😂
"PeDe banget lo" Alisa terdengar sudah meninggi dan tak terkontrol.
"Iyalah gw PeDe. Pangeran sini aja takluk sama gw" Diandra makin diatas angin.
"Jangan kePeDean lo! Lo cantik Gw akuin..."
"Makasih" Potong Diandra "Ternyata mata lo normal dibalik otak lo yang gak normal" Kembali Alisa mensarkas Alisa.
"Mba Alisa yang terhormat! Lo itu Bidan Desa kan? Dimana ketenangan lo sebagai abdi masyarakat? apa pantes lo bersikap kaya gini ke gw?" Tanya Diandra.
"Gw..." Alisa berusaha menjawab tetapi kembali dipotong oleh Diandra.
"Gak pantes lo tau!" Sarkas Diandra kembali. "Walau pun lo punya masalah sama gw lo gaj pantes kaya gini! Sebagai seseorang yang punya pendidikan dan tempat yang lumayan tinggi ditatanan masyarakat seharusnya lo lebih bisa mengedalikan diri!" Ucap Diandra kembali.
Alisa terdiam menunduk dia memang tak seharusnya seperti itu. Diakuinya dirinya terlalu terbawa emosi ketika mengetahui siapa Diandra. Ditambah fakta bahwa Diandra menang jauh lebih cantik, ayu, manis, elegant. Semuanya Diandra lebih dari Alisa. Menyebalkan menang!
"Udah gw mau pulang! Kalo lo ngerasa ada masalah pribadi sama gw kerumah singgah. Kita jalan"
"Lah?!" Alisa cengo.
********
Bersambung