Chereads / As Good As It Gets / Chapter 11 - 10

Chapter 11 - 10

Demoy menghela nafas dalam-dalam beberapa saat setelah mengedipkan matanya berkali-kali. Dia beneran gak nyangka sama pemandangan yang saat ini ada di hadapannya. Ralat. Lebih tepatnya, tempat yang saat ini dipijaknya ; Shanghai Jianyeli Capella Hotel. Siapa coba yang gak tau Shanghai Jianyeli Capella Hotel?

Shanghai Jianyeli Capella Hotel adalah salah satu hotel bintang lima termewah di Shanghai. Malah hotel ini termasuk kategori top 10 hotel di Shanghai dengan predikat High Rated hotel. Dan dari yang pernah Demoy baca di salah satu situs online, room-rate di hotel ini di atas 7jutaan per malem, dengan dua pemandangan yang bisa dipilih sendiri : Shikumen View dan Garden View! W-O-W banget gak tuh. Untung aja Abe yang ngajak, kalo enggak .. beuh! Jiwa missqueen Demoy langsung terkapar pastinya! Secara Demoy cuma seorang mahasiswi abadi yang keuangannya gak seberapa.

"Nih." Sebuah suara bass mengalihkan lamunan Demoy, bikin cewek itu menoleh dan menatap sosok di depannya. "Kunci kamar kita."

"Kita?" Sekali lagi Demoy mengedipkan matanya. Kali ini gak percaya sama omongan Abe barusan. Apa katanya? Kita? Ck ..

"Iya. Kamar kita. Kenapa? Kok kamu kayak kaget gitu?"

Demoy geleng-geleng kepala. Lalu menyipitkan matanya. Dia yakin Abe sengaja bikin rencana tanpa sepengetahuannya. "Lo sengaja ya pesen roomnya cuma satu?"

"Jangan nyalahin aku dong. Kan tadi aku nanya sama kamu, mau satu kamar ato dua kamar? Kamu jawabnya terserah. Gimana sih?"

"Ya kalo tau bakal begini mah gue mau yang dua kamar, daripada gue kena kontaminasi dari lo."

"Kontaminasi apaan sih, Yank? Kamu ini loh, kalo ngomong suka gak disaring. Untung aja aku cinta mati sama kamu, Yank."

"Bodo amat!" Gue gak mau tau, lo pesen room satu lagi."

"Udah gak ada lagi, Yank. Tinggal tipe kamar yang ini ya tinggal kamar ini yang kosong. Yang laennya penuh. Ada kosong yang tiga bedrooms sama dua bedrooms, tapi buat apa kita pesen? Kan kita cuma berdua."

"Bilang aja pelit. Gak ada duit lagi.", gerutu Demoy kesal.

"Bukan pelit, Demoy sayang. Tapi emang udah gak ada ruangan lagi yang satu kamar. Kalo ada lagi sih aku gak masalah. Bayar hampir lima belas juta per malem buat kita. Lagipula kita di sini cuma seminggu dan gak seharian juga di kamar. Beda cerita kalo nanti kita bulan madu lah. Kamu mau nginep di kamar sultan pas kita bulan madu pasti aku bayar lah."

"Seminggu?", tanya Demoy mengabaikan kalimat terakhir yang Abe ucapin barusan.

"Iya seminggu. Kenapa? Ada masalah?"

"Trus nasib skripsi gue gimana kalo gue di sini seminggu?"

"Tenang aja. Aman itu mah. Percaya deh sama aku. Yang penting sekarang kita masuk dulu trus istirahat. Aku capek banget nih." Abe memasang muka memelas andalannya tapi tanpa mengurangi kadar ketampanannya.

Demoy berdecak kesal sambil merampas kartu kunci kamar yang daritadi dipegang Abe lalu menempelkannya ke knop pintu. Bener-bener deh si Abe ini. Udah kayak kadal gurun. Ada aja alasannya!

"Ini kita room type apa?" Demoy melempar ransel yang daritadi dibawanya ke atas kasur dan berjalan ke arah jendela kamar. Membiarkan tatapannya memandangi sekeliling hotelnya.

"Shikumen Garden Villa King."

Demoy langsung menoleh ke belakang. Mematap seraut wajah ganteng Abe yang paripurna. "Lo bilang apa barusan?"

"Shikumen Garden Villa King." Abe mengulang omongannya. Kali ini sambil berjalan ke arah Demoy, lalu memeluk tubuh cewek itu dari balik punggungnya. "Kenapa emang?"

"Gak salah, Be?"

"Apanya yang gak salah?"

"Tipe kamarnya lah. Ini tuh kan lumayan mahal, Be. Kalo gak salah tujuh jutaan lebih per malemnya kan?"

Abe mengangguk-anggukan kepalanya dengan patuh. "Iya."

"Beneran gak ada room lain?"

Abe menghela nafas. Dia tau Demoy emang cewek yang keras kepala. Tapi please .. bisa gak sih sekarang gak usah protes soal room yang bakal mereka tempatin selama seminggu kedepan?

"Kan tadi udah dibilang. Ada."

"Nah tuh kan. Kenapa gak pilih yang room lain?"

Lagi, Abe menghela nafas. Cowok itu bener-bener capek! "Kamu mau pindah room? Masih ada dua tipe kamar lagi. Lebih mahal dari kamar ini."

"Selisih dikit? Tipe kamar apa aja yang ada?"

"Shikumen Deluxe Villa. Room rate per nightnya hampir lima belas juta. Dua kamar tidur, rooftop terrace, private courtyard, dan free mini-bar."

"Trus satu lagi?"

"Shikumen Grand Villa. Tiga kamar tidur, free mini-bar, rooftop terrace with corner views. Room rate per night hampir empat puluh juta."

"Weh .."

"Kok weh?"

"Seriusan itu segitu roomratenya?"

"Gak percaya? Coba cek aja sendiri di situs webnya, berapa Yuan per nightnya."

Demoy langsung menghela nafas berat. Otak kalkulatornya langsung berhitung ria, membanding-bandingkan antar room dan rate per malemnya kayak yang dibilang Abe barusan dengan privillege yang menguntungkannya. Urusan berapa jutanya, ya itu biar aja urusan Abe.

"Aku laper, Yank." Suara pelan Abe membuyarkan lamunan Demoy, bikin cewek itu mau gak mau menatap Abe dengan tatapan bingung. "Kamu laper gak?"

"Gue gak makan malem keles. Lo kalo laper pesen makan aja lah. Kenapa mesti bilang laper ke gue?"

"Ya kan kali aja kamu laper, Yank. Jadi bisa temenin aku makan kan."

Demoy gak menjawab. Cewek itu malah berjalan ke arah kamar mandi. Gak lama, cewek itu mengunci pintu kamar mandi dan menenggelamkan dirinya di bathup. Demoy bener-bener butuh sesuatu yang bosa menyegarkan pikirannya.

*

"Yank."

Demoy menghentikan langkahnya dan berdecak kesal. Baru sejam yang lalu Demoy menenangkan kepalanya yang mendidih eh sekarang malah udah dipancing buat mendidih lagi. Secara cuma ada satu orang yang selalu bikin ubun-ubunnya mendidih. Apalagi pake ditambah tatapan ala puppy eyes pula, yang pastinya bikin Demoy rasanya pengen salto di udara. "Apaan? Masih laper?"

Abe menggelengkan kepalanya lalu meletakkan tabletnya di atas nakas dan memasang senyum terbaiknya.

"Besok jalan-jalan kemana? Shanghai Pearl Tower? Yuyuan Garden? Longhua Temple? The Bund? Ato kemana aja deh mumpung kamu lagi di sini."

Demoy menghela nafas panjang. Ini pasti cuma akal-akalan Abe doang. Sengaja membohonginya dengan alasan ada meeting padahal sengaja cuma mau berduaan dengannya. Huh! "Lo ke sini bukannya karna ada meeting sama klien?"

"Iya. Meetingnya diundur lusa. Jadi kita punya waktu seharian besok buat jalan-jalan. Gimana? Kamu mau jalan-jalan kemana?"

"Kenapa harus diundur?"

Gantian, sekarang giliran Abe yang menghela nafas. Selalu aja Demoy begini. Ditanya apa, dijawabnya apa. "Kamu kebiasaan deh, Yank. Nanya apa, dijawabnya apa. Jawab dulu pertanyaan aku baru abis itu kamu boleh tanya."

"Lah kan udah gue jawab, Be."

"Mana ada kamu jawab pertanyaan aku sih, Yank."

Demoy memanyunkan bibirnya. Bete. Ini nih yang paling gak Demoy suka dari Abe. Kalo udah nanya ato minta, harus banget langsung dijawab. Setiap kali Demoy mengalihkan pertanyaannya ato balik tanya, Abe pasti langsung protes. Dan itu mau gak mau bikin ubun-ubun Demoy mulai mendidih. Plus jadi rusak suasana.

"Menara Eiffel."

"Demooooyyy!!!"

"Apaan lagi sih? Kan udah gue jawab tuh barusan."

"I love you." Abe menarik tubuh Demoy ke hadapannya lalu langsung memeluknya erat-erat. Malah saking eratnya, Demoy sampe sesak nafas. "I love you."

Demoy menggeliatkan badannya, berontak berusaha melepaskan diri tapi sia-sia. Abe tetep memeluknya erat. Malah saking eratnya, Demoy sampe sesak nafas dan mau gak mau bikin Demoy menyerah pasrah.

"Yaudah, aku mandi dulu ya, Yank. Kamu tunggu bentaran ya. Abis mandi, kita jalan-jalan malem sekalian cari makan. Aku udah laper banget dari tadi.", sahut Abe sambil melepaskan pelukannya dan membiarkan manik matanya beradu pandang dengan sepasang mata indah Demoy.

"Kalo udah tau laper, kenapa gak makan?"

"Karna aku tau, kamu juga belom makan daritadi. Ya kan?"

"Sotoy. Gue tuh bukan belom makan, tapi emang gak makan malem. Diet."

"Ngapain diet-diet? Biar kurus gitu? Diet tuh bukan berarti kamu gak makan sama sekali, Yank."

"Terusin aja ceramahnya. Berisik tau. Sana deh mendingan lo buruan mandi, sebelom gue mandiin lo pake air kembang."

Abe menganggukkan kepala lalu beranjak sambil tertawa. Bisa-bisanya Demoy bilang gitu barusan. Apa katanya tadi? Mandiin pake air kembang? Astaga!

*

Demoy menolehkan kepalanya ke kanan kiri sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan. Demoy gak munafik. Restoran yang saat ini didatanginya tergolong mewah tapi juga hangat. Apalagi dengan perpaduan warna-warna soft begini, bener-bener bikin suasana yang cozy dan warm.

"Ini nama restorannya apa, Be?", tanya Demoy tanpa mengalihkan pandangannya.

"Xindalu China Kitchen."

"Lo tau tempat ini dari mana?"

"Dari Google. Dari yang aku baca di Google, Xindalu China Kitchen menonjol karena kualitasnya dan interiornya yang chic dan nyaman. Menu berfokus pada masakan dari Shanghai, Suzhou dan Hangzhou, yang berarti rasa ringan dan lembut. Hidangan andalannya adalah Bebek Peking, ayam pengemis (hidangan klasik yang perlu dipesan terlebih dahulu) dan daging babi direbus piramida. Dapur terbuka dan tempat memasak langsung menambah rasa hadir dalam acara, tanpa menghilangkan suasana restoran yang canggih. Xindalu terletak di Hyatt on the Bund, yang menawarkan pemandangan Bund dan Pudong yang spektakuler."

"Kenapa lo milih tempat ini?"

"Tadinya aku mau ajak kamu dinner di Urban Thai ato Flair Rooftop, tapi takut kamu gak suka sama suasananya. Apalagi yang Flair rooftop kan modelnya resto outdoor begitu. Tar yang ada kamu nuduh aku lagi modusin kamu. Makanya aku ajaknya kamu ke sini. Ato kamu mau pindah ke resto yang lebih nyaman? Ada Jin Xuan Chinese Restaurant yang suasananya juga enak. Malah Jin Xuan Chinese Restaurant termasuk restoran bintang lima. Gimana? Mau pindah ato mau di resto ini aja?"

"Hah?"

"Kok hah? Kamu gak suka sama tempatnya?"

"Suka. Nyaman suasananya."

"Kalo sama aku, kamu nyaman gak?"

Demoy langsung menatap Abe lalu mengerutkan keningnya. Tumbenan Abe nanya kayak gitu kan. "Kenapa emangnya? Lo gak nyaman setiap sama gue?"

"Kenyamanan, keamanan, dan kebahagiaan kamu adalah prioritas aku, Yank. Aku bakal selalu ngejagain kamu dan berusaha sebaik mungkin buat bikin kamu bahagia."

"Hm. Trus?"

"Trus kamu jawab dong pertanyaan aku. Kamu nyaman gak kalo lagi sama aku?"

"Mau jawab jujur ato gimana?"

"Ya jawab jujurlah."

"Kita pindah aja ya? Ke mana tuh tadi yang lo bilang resto bintang lima?"

"Jin Xuan Chinese Restaurant."

"Nah iya. Kita makan di situ aja. Dan kalo lo masih mau nanya, besok aja nanyanya. Gue laper!"

Abe menghela nafas lalu geleng-geleng kepala. Gak tau kenapa Abe jadi ngerasa geli sendiri sama omongan Demoy barusan. Laper? Lah tadi waktu di hotel, Demoy kan bilang sendiri kalo dia gak laper dan lagi diet. "Emang ya kamu tuh paling jago deh kalo soal ngalihin pembicaraan."

*