Acara bakti sosial SMA Widyatama akan diadakan dua hari lagi. Untuk itu, William kembali mengadakan rapat guna mengetahui sampai mana pekerjaan para anggota OSIS yang telah mereka selesaikan.
Setiap seksi mempresentasikan hasil pekerjaannya kepada William. Seperti Daniel misalnya, ia yang ditugaskan menjadi seksi acara menjelaskan beberapa permainan hiburan yang akan memeriahkan bakti sosial nanti. Begitupun dengan Rey, ia juga melaporkan apa saja yang di sumbangkan oleh para murid di SMA Widyatama. Kebanyakan menyumbang pakaian yang masih layak pakai dan juga berbagai makanan pokok.
Nayara juga melaporkan berapa banyak murid yang menyumbang berupa uang dan menyebutkan nominal keseluruhan yang ternyata tidak sedikit. Ya, kalian masih ingat kan SMA Adyatama ini memang khusus untuk para elit saja? Jadi tidak heran jika nominal yang mereka kumpulkan tidak sedikit.
Dan akhirnya rapat yang melelahkan itu berakhir juga.
Teesha merenggangkan tubuhnya yang terasa pegal setelah hampir tiga jam duduk menatap tumpukan kertas yang merupakan laporan dari para anggota OSIS. Ingin sekali ia segera pulang dan melempar tubuhnya ke ranjang empuk di kamarnya. Tetapi cuaca diluar sedang tidak bersahabat. Sejak tadi hujan yang cukup lebat terus mengguyur kota, entah kapan akan berhenti.
Sebagian anggota OSIS memilih untuk langsung pulang meskipun harus menembus hujan diluar sana. Mungkin mereka juga lelah dan ingin cepat-cepat beristirahat.
Teesha reflek menggosok kedua tangan dan juga mengusap lengannya ketika angin yang masuk melalui jendela membelai tubuhnya. Benar-benar terasa dingin dan Teesha menyesal tidak membawa baju hangat.
PUK!
Sesuatu mendarat di kepala Teesha dan menghalangi pandangannya. Gadis karamel itu menyentuh sebuah kain tebal dengan wanhi maskulin itu dan membawanya turun dari kepalanya.
Sebuah jaket hitam dengan aksen abu-abu. Teesha kenal betul siapa pemiliknya.
"Wil—"
"Pakai jaketnya." Pria itu berdiri dan membereskan peralatan tulis juga laptop miliknya, "Jangan sampai sakit."
William beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju lantai dua ruang OSIS di iringi tatapan heran dari Teesha dan juga teman-temannya yang lain, termasuk Rey.
Pria ash brown itu memandang datar ke arah William karena merasa di dahului oleh sang ketua. Rey yang sebelumnya berniat untuk memberikan jaketnya pada Teesha menghentikan gerakannya ketika melihat William yang lebih dulu memberikan miliknya. Kali ini kau kurang cepat, Rey.
Ting!
Ponsel Teesha berbunyi menandakan ada pesan yang masuk. Segera ia menekan icon whatsapp dan mengernyit ketika menemukan dirinya masuk ke dalam grup percakapan yang bernama "We Kepo We Care" yang dibuat oleh Adrea.
Ting!
Adrea : Astaga dia udah mulai mengambil langkah guys. Siapkan barisan!
Daniel : Catat tanggal sekarang, siapa tahu mereka langsung jadian!
Devian : Sejak kapan si William perhatian kayak gitu? Pantes aja di luar hujan besar.
Kerutan di dahi Teesha semakin dalam ketika ia membaca percakapan yang menurutnya tidak penting itu. Ia mengalihkan pandangan dari ponsel dan mendapati ke empat temannya sedang asik memainkan jempol mereka di atas layar ponselnya masing-masing sambil tersenyum kecil. Sesekali mereka melirik ke arah Teesha sambil menaik turunkan kedua alisnya menggoda Teesha.
Teesha : Guys, tolong jangan mikir yang aneh-aneh!
Tetapi teman-temannya tidak menganggapi perkataan Teesha. Mereka masih terus mengirimkan pesan untuk menggoda Teesha.
"Teesha." Teesha mendongak ketika seseorang memanggil namanya. Ia mendapati Rey kini berdiri di sampingnya.
"Ini laporan punya aku." Pria itu menaruh beberapa lembar kertas di hadapan Teesha, "Aku mau pulang sekarang, ada janji sama Adit. Kamu mau aku antar pulang dulu?"
Ting!
Adrea : Pangeran yang satunya lagi juga ga mau kalah guys!
Teesha memutar mata ketika membaca isi percakapan dari Adrea, "Rey, kamu dul—"
Ting!
Ting!
Ting! Ting!
Perkataan Teesha terhenti karena ponselnya terus berbunyi. Teesha melirik ke empat temannya dan memberikan mereka deathglare tetapi tidak mereka hiraukan. Rey mengikuti arah pandang Teesha dan mendapati Adrea, Daniel, Devian, dan Divinia sedang asyik dengan ponsel mereka.
Teesha kembali memandang Rey, "Kamu duluan aja, Rey. Aku masih mau beresin laporan-laporan ini dulu. Lagi pula diluar masih hujan."
"Okay." Pria itu tersenyum hangat seperti biasa. Ia menepuk pelan pucuk kepala Teesha, "Kalau gitu aku duluan ya."
Teesha mengangguk, "Hati-hati." Ia melambaikan tangan saat Rey beranjak pergi.
Ting!
Ting!
Divinia : Ayo bikin dua kubu! Aku #teamRey
Adrea : Aku juga #teamRey
Teesha memutar matanya malas membaca percakapan yang semakin tidak jelas. Ia membereskan tumpukan laporan dan beranjak naik menuju lantai dua, menghampiri William untuk melaporkan hasil pekerjaan dan juga demi mendapatkan ketenangan karena ia yakin teman-temannya itu tidak ada yang berani mengganggu William.
.
.
BRAK!
William yang sedari tadi fokus dengan laptopnya sedikit terkejut ketika Teesha membanting tumpukan kertas di hadapannya. Pria dingin itu menaikan sebelah alisnya ketika melihat Teesha mendaratkan bokongnya di sofa sebrang dengan wajah kesal sambil memainkan ponselnya.
Ting!
Devian : Sekarang dia cari perlindungan dari pangeran es nya guys.
Divinia : Tolong jangan kecewakan aku, Teesha. Aku #teamRey
Daniel : Ayo kita naik ke atas biar Teesha ada temen.
Teesha : Jangan coba-coba ya! Aku butuh ketenangan. Aku butuh privasi di atas sini.
Adrea : Kamu mau menyatakan cinta sama William?!
Divinia : Tolong jangan rusak pride seorang gadis, Teesha. Kita itu anti nembak duluan nembak duluan club.
"Sialan!" Umpat Teesha yang kembali membuat William mengalihkan pandangan pada gadis karamel itu. Sang pria kembali memfokuskan dirinya pada layar laptop yang sempat ia abaikan beberapa detik itu, hingga ia kembali menatap Teesha karena terganggu dengan suara dentingan ponsel yang tidak juga berhenti.
Ting!
Ting!
Ting!
William menghela nafas panjang, "Myria."
"Apa?!" Teesha mendelik ke arah William yang kini tengah menatapnya dengan tatapan tajam.
"Kalau kamu gak ada kepentingan apapun disini, pergi sana. Jangan ganggu aku."
Teesha menaikan sebelah alisnya, "Daritadi aku diem, Wil. Aku ga merasa ganggu kamu."
"Suara ponsel kamu berisik, Myria." William menunjuk ponsel Teesha dengan dagunya, "Kalau kamu ga ada kepentingan disini, pergi sana."
Teesha yang mendapatkan tatapan tajam dari William langsung memasukan ponsel ke dalam tasnya. William kembali mengerutkan dahinya ketika Teesha beranjak dan berpindah tempat duduk di sampingnya. Gadis itu mengambil beberapa lembar kertas laporan yang ada di hadapannya. Membaca isinya sebelum nanti ia serahkan pada William. Begitu pula dengan William. Pria itu kembali fokus pada laptopnya ketika melihat Teesha sibuk dengan pekerjaannya.
.
.
To be continued