Chapter 15 - Bab 14

Nyonya Black tampak begitu gembira begitu melihat Kaylee masuk ke dalam rumah mereka yang bagaikan mini kastil.

"Michell darling, lama tidak bertemu. Kau semakin cantik saja." pujian Nyonya Black membuat Kaylee merona malu.

"Nyonya terlalu berlebihan. Anda lebih cantik dibandingkan saya."

"Dasar kau. Kau memang paling pintar mengambil hatiku."

Kaylee hanya menanggapinya dengan senyuman kecil. Sejak awal pertemuan mereka, Nyonya Black memang sangat memperlakukannya dengan baik. Wanita ini malahan sudah menganggapnya seperti putrinya sendiri. Wanita ini pula yang paling antusias menikahkan putranya dengan Kaylee.

Awalnya Kaylee tidak keberatan, toh dia juga menyayangi Nyonya Black. Hanya saja... masalah utamanya ada pada tunangannya.

Semenjak awal pria itu tidak begitu tertarik padanya. Pria itu hanya diam namun juga tidak menolak perjodohan ini. Pria itu tampak tidak peduli dengan siapa dia akan menikah. Awalnya Kaylee juga begitu. Dia sama sekali tidak peduli dengan siapa dia menikah.

Namun sekarang berbeda. Kaylee sudah terlanjur jatuh cinta pada Declan. Dia yakin dia memang ingin menikah dengan pria itu. Wanita manapun akan bahagia menikah dengan orang yang dicintainya. Tapi.. kalau ternyata suaminya tidak mencintainya kembali, bukankah akan sangat menyedihkan?

Kaylee mulai ragu akan pernikahan ini. Dia tidak yakin apakah dia ingin menjalani pernikahan tanpa didasarkan cinta seperti ini. Dia memang mencintai Declan, tapi apakah pria itu mencintainya?

Kaylee akan merasa patah hati bila suatu saat nanti suaminya malah jatuh cinta pada wanita lain yang bukan dirinya.

Nyonya Black segera menggandeng lengan Kaylee dengan penuh sayang ke ruang keluarga. Mereka membicarakan banyak hal disana sementara Declan... seperti biasa hanya diam mendengarkan.

"Ngomong-ngomong Declan, apa kalian sudah menentukan tanggal pernikahan kalian?"

Kaylee menegang mendengar pertanyaan ini. Bagaimana tidak? Semenjak mereka bertunangan, Declan tidak pernah menghubunginya ataupun hanya sekedar membicarakan pernikahan mereka.

Yang lebih parah lagi, Declan tidak menjawab ibunya dan malah menatap Kaylee seolah dirinya yang bisa memberi jawaban.

Kaylee mengeluarkan keringat dingin ketika Nyonya Black memandangnya dengan tatapan penuh harap.

Bagaimana ini? Jawaban apa yang harus diberikan?

"Jadi, Michell darling, kau sudah menemukan tanggal baik untuk menikah?"

Berpikirlah Kaylee! Jawaban apa yang bisa tidak menyakiti perasaan calon ibu mertuanya yang baik ini.

"Menurut saya semua tanggal adalah hari yang baik. Hanya saja, saya mengerti Tuan Declan masih ingin menuntaskan kewajibannya sebagai seorang dosen. Saya tidak ingin menghalanginya dengan pernikahan kami."

"Hoo? Benarkah itu?" tanya Nyonya Black sambil mengerling ke putranya.

Declan tersenyum miring mendengar jawaban Kaylee lalu menyesap teh panasnya.

"Lagipula, Michell darling, kenapa kau masih bersikap formal pada Declan? Dia kan sudah menjadi tunanganmu."

"..." Kaylee masih mencari jawaban yang tepat ketika Declan bersuara.

"Ibu, seperti yang dikatakannya tadi, semua tanggal adalah hari yang baik. Bagaimana kalau kami menyerahkannya pada ibu dan juga Nyonya Rusell. Apapun yang kalian siapkan, kami akan mengikutinya."

"Benarkah? Kalau begitu bagaimana kalau akhir musim panas ini? Bukankah semester sudah berakhir hari itu? Kau tidak perlu bekerja di universitas lagi kan?"

"Baiklah. Akhir musim panas ini kalau begitu."

"..." Tidak ada yang tahu keringat dingin semakin keluar punggung Kaylee.

Akhir musim panas? Itu berarti hanya empat bulan lagi?

Kenapa jadi begini??

"Declan, kapan kau akan berhenti menjadi dosen dan mulai mengurus bisnis keluarga? Kau tahu akhir-akhir ini ayahmu sering mengomel."

"Setelah aku memastikan anak bimbing favoritku lulus. Setelah itu aku akan berhenti."

"Anak bimbing favorit? Siapa?"

"Namanya Nicholas Larson. Dia sangat spesial."

Mendengar ini Kaylee membelalak tak percaya hingga tersedak saat menyesap teh miliknya.

"Michell darling, kau baik-baik saja?"

Kaylee segera menghapus bekas minuman di sekitar mulutnya dengan sapu tangan yang elegan. Lalu dia melirik ke arah Declan yang menatapnya dengan ekspresi datar.

"Saya baik-baik saja, nyonya."

"Sudah berapa kali harus kubilang. Sebentar lagi kau akan menjadi putriku, panggil saja ibu seperti Declan. Hm?" ucap Nyonya Black sambil mengelus lembut punggung Kaylee. "Jadi apa yang spesial dengan anak itu?" Nyonya Black kembali bertanya putranya.

"Aku menyukainya. Dia sangat berbakat untuk seusianya."

"Ah, rupanya begitu." lalu Nyonya Black bertanya apapun mengenai anak itu, seolah dia turut merasa penasaran akan keistimewaan seorang 'Nicholas Larson'.

Sementara Kaylee... dia tidak bisa ikut dalam obrolan merela. Malahan, semakin lama mendengar obrolan mereka semakin banyak pula keringat dingin yang keluar.

"Tunggu dulu, Larson.. Larson.. Sepertinya aku pernah mendengar nama ini? Dimana aku pernah mendengarnya?"

Untuk sesaat Nyonya Black tampak berpikir serius berusaha menggali ingatannya.

"Mungkin ibu pernah mendengar nama Wendy Larson. Anak itu adalah adiknya." jawab Declan kemudian yang mana membuat Kaylee gugup luar biasa.

Ibunya sangat dekat dengan Nyonya Black. Mereka saling membicarakan tentang kedua anak mereka hingga akhirnya perjodohan ini terbentuk.

Tentu saja, Nyonya Black sering mendengar nama Wendy Larson karena Wendy adalah salah seorang teman baiknya semasa sekolah.

Hanya saja, Nyonya Black tidak pernah bertemu dengan Wendy, dan juga... mereka kini jarang membicarakan soal Wendy. Karena itu, Kaylee berharap Nyonya Black tidak ingat mengenai sahabat baiknya yang bernama Wendy Larson.

Kalau tidak... kemungkinan penyamarannya sebagai Nicholas Larson akan ketahuan. Jika ketahuan... apa yang harus dia lakukan?

"Ah, aku ingat. Bukankah Wendy adalah teman baikmu, darling?"

Kaylee ingin menangis. Tidak. Dia sedang menangis dalam hati. Bukankah Nyonya Black tidak begitu ahli dalam mengingat nama orang asing? Kenapa hari ini ingatannya begitu tajam?

"Oh? Kau mengenal Wendy Larson?" kali ini Declan yang bertanya dengan menatap lurus ke arah mata Kaylee membuat jantung Kaylee berdegup kencang.

"Dia.. kami pernah belajar di sekolah yang sama saat masih remaja dulu." jawab Kaylee dengan sopan berusaha keras menyembunyikan kegugupannya.

"Ah, benar. Aku juga ingat. Kau bersama-sama dengan Wendy mengambil jurusan piano saat kuliah dulu. Berarti kau juga bisa bermain piano sama seperti Declan. Ibumu sering membanggakanmu tiap kali kami bertemu. Dan kebetulan sekali tipe kesukaan Declan adalah seseorang yang pintar bermain piano."

"Ibu," untuk pertama kalinya Declan protes membuat sang ibu tertawa kecil. "Kau bisa bermain piano?" Declan kembali mengalihkan perhatiannya pada Kaylee membuat Kaylee semakin gugup. "Apa kau ingin berduet denganku?"

Dan inilah yang paling dia takutkan.

Wendyyyy.. adikmu benar-benar berhutang banyak padaku. Rutuk Kaylee dalam hatinya.