Chapter 10 - Bab 9

Malam harinya Kaylee memutuskan untuk menginap di apertemen Wendy. Dia sudah tidak kuat dengan perasaannya.

Semenjak dia sadar dia telah jatuh cinta pada Declan, yang kini masih merupakan dosennya, Kaylee tidak bisa menghentikan debaran jantungnya tiap kali Declan duduk disebelahnya.

"Ceritakan padaku apa yang terjadi." tuntut Wendy karena merasa heran dengan sikap aneh dari sahabatnya. Tidak biasanya Kaylee menyerah dan kebingungan seperti ini.

Dengan perasaan berat, Kaylee menceritakan apa yang terjadi beberapa jam sebelumnya.

-

Kaylee mengetuk pintu kantor Declan dan melangkah masuk ketika mendapatkan izin. Seperti biasa mereka melakukan sesi pelajaran tambahan untuk meningkatkan nilai Kaylee yang tidak sempurna.

Kali ini Declan menyiapkan sebuah melodi dan tugas Kaylee memberi chord yang pas untuk melodinya.

Kaylee duduk di kursi piano dan seperti biasa Declan duduk disebelah kirinya. Kalau sebelumnya, Kaylee bisa bersikap biasa.. tapi kini, setelah menyadari perasaannya, jantung Kaylee tidak bisa tenang.

Dengan susah payah, Kaylee memusatkan pikirannya ke melodi yang ditunjuk oleh Declan dan menekan tuts piano dengan chord yang dikiranya cocok dengan alunan melodi di buku musik milik Declan.

"Suaranya terlalu manis. Lebih baik masukkan chord biasa saja." usul Declan.

"Kalau chord biasa, pendengar akan merasa lagu ini monoton. Kalau terlalu manis, bagaimana kalau tambahkan variasi ornamen di akhir chord seperti ini." kemudian Kaylee menunjukkan contohnya dengan langsung mempraktikkan diatas tuts piano. "Bagaimana?" Deg..deg.. jantung Kaylee kembali berdegup kencang saat Declan menatapnya dengan tatapan menyelidik. "Mr. Black? Kenapa anda melihatku seperti itu?"

"Aku heran. Bagaimana kau selalu bisa menciptakan melodi yang terkesan feminim. Kita berdua adalah pria. Seharusnya kau menghasilkan suara yang maskulin bukannya feminim."

"..." Maaf? Apakah Kaylee tidak salah dengar? "Apa salahnya dengan kesan feminim? Tiap orang memiliki karakter sendiri dalam memainkan alat musiknya. Kurasa tidak salahnya memasukkan melodi manis atau suara yang feminim. Kenapa kau bersikap skeptis terhadap wanita?"

Apakah benar Declan penyuka sesama jenis? Itu sebabnya dia tidak suka perempuan ataupun suara dentingan melodi yang feminim?

"Kau tahu betul pertanyaan terakhirmu sama sekali tidak ada hubungannya. Sekarang coba pikirkan chord lain untuk mengisi melodi ini."

"..." Kaylee merasa frustrasi mengetahui Declan sengaja menghindar dari pertanyaannya. Kalau dirinya adalah Kaylee yang biasa, dia akan tetap tutup mulut dan menuruti apapun yang dikatakan pria ini. Tapi saat ini dia adalah Nicholas. Anak yang selalu blak-blakkan dan tidak pernah menyimpan pendapatnya.

Karena itu...

"Menurutku chord yang kumainkan tadi yang paling bagus. Aku tidak bisa memikirkan chord lain yang lebih bagus dari ini." ucap Kaylee dengan nada tegas namun masih terdengar sopan dan hormat. Biar bagaimanapun, pria ini adalah dosennya. Declan adalah salah seorang yang menentukan apakah dia lulus dalam mata pelajarannya atau tidak.

Berbeda dengan sekolah SMA atau level kebawah. Kalau dosen bisa menggunakan kekuasaannya mengendalikan nilai pada mahasiswanya dengan seenaknya. Tentu saja Kaylee yakin Declan bukanlah pria seperti itu, jadi dia tidak perlu khawatir Declan akan menggagalkan pelajaran kuliahnya.

Yakin? Kenapa Kaylee merasa yakin Declan tidak akan menyulitkannya? Dia bahkan hanya bertemu dengan pria itu satu kali sebagai identitasnya yang sebenarnya, bagaimana mungkin dia bisa yakin kalau Declan tidak akan menggunakan statusnya dengan semena-mena?

Kaylee semakin panik saat melihat Declan membereskan buku-buku diatas stand pianonya.

"Pelajaran hari ini selesai. Kau boleh kembali."

Hati Kaylee semakin mengecil mendengar nada dingin pada pria itu. Dia menggigit bibirnya untuk mengeluarkan keberaniannya.

"Maaf. Aku salah. Maksudku sebelumnya, aku belum bisa menemukan chord yang lebih baik." cicit Kaylee sambil menundukkan kepalanya. "Aku akan mencobanya lagi." lanjutnya sambil memberanikan diri melihat wajah Declan yang kini berekspresi datar.

"Aku sibuk. Kau membuang waktuku." ujar Declan seraya bangkit berdiri dengan membawa buku musik miliknya.

"Tunggu, Mr. Black.. aaahh.." Kaylee turut bangkit berdiri dengan cepat namun kakinya tersandung kaki kursi piano saat membalikkan badan dan tubuhnya terjelungkup ke belakang.

Untungnya dengan sigap, Declan menarik lengan Kaylee kearahnya. Alhasil, tubuh Kaylee terjatuh kearahnya alih-alih kebelakang.

Jantung Kaylee berdegup kencang ketika tubuh mereka menempel dengan sempurna. Kedua pipinya terasa panas dan gelenyar aneh terasa di dalam perutnya.

Ahhh.. apa yang terjadi padaku?! Teriak Kaylee dalam hati.

Situasi mereka menjadi semakin buruk ketika wajah Declan mendekat kearahnya... lebih tepatnya ke samping wajahnya seolah hendak memberinya ciuman di pipi.

Tidak. Tidak. Tidak. Declan tidak mungkin menciumnya kan? Dia mungkin memang adalah perempuan, tapi saat ini dia sedang menyamar sebagai anak lelaki berusia delapan belas tahun. Declan tidak mungkin menyentuh anak yang baru memasuki usia legal kan? Apalagi anak lelaki?!

Meski begitu, Kaylee memejamkan kedua matanya seolah menantikan ciuman itu datang.

Hanya saja kecupan itu tidak pernah datang. Justru sebaliknya, dia merasakan Declan telah menjauhinya.

"Apa yang sedang kau lakukan?"

Kaylee membuka matanya dengan perlahan untuk melihat Declan memang telah menjaga jarak dengannya.

"Kau masih ingin melanjutkan pelajaran ini?" tanya Declan lagi.

Kaylee menelan ludah dengan susah payah sebelum menggelengkan kepalanya. Dia segera mengambil buku musik miliknya dan berlari keluar dari ruangan.

Declan menatap punggung murid bimbingannya dengan kening mengernyit.

Sebelumnya saat dia menangkap lengan Kaylee kearahnya, dia mencium aroma tidak biasa dari tubuh Kaylee. Karena itu dia mendekatkan wajahnya untuk mengendus aroma tubuh yang... beraroma vanila serta buah-buahan segar.

Bahkan aroma tubuh pemuda itu juga feminim.

Terkadang pemuda itu bersikap layaknya anak remaja biasa, terkadang pula bersikap seperti anak perempuan yang malu-malu.

"Sebenarnya dia ini siapa?" gumam Declan pada dirinya sendiri. "Atau jangan-jangan dia itu sebenarnya anak perempuan?"

Declan menggelengkan kepala mengusir pikiran gilanya. Untuk apa anak perempuan menyamar sebagai anak lelaki di kampus ini?

Universitas ini tidak pilih kasih akan ketentuan gender. Semua anak lelaki maupun perempuan bisa masuk belajar di kampus ini selama mereka lulus ujian masuk dengan hasil sempurna.

Karena itu... tidak mungkin Nicholas Larson adalah anak perempuan.