Sudah berjalan selama dua minggu semenjak Kaylee menerima pelajaran tambahan dari Declan. Semenjak Kaylee tahu Declan adalah pencipta lagu Laugh in Sorrow yang melegenda, Kaylee menjadi fans pria itu.
Dia bahkan sama sekali tidak keberatan harus dipanggil berulang kali dan belajar dibawah naungan Declan. Selama ini dia menganggap Declan adalah rivalnya, namun kini dia menyadari bahwa kemampuannya selama ini tidak ada apa-apanya dibandingkan pria itu.
Declan memiliki wawasan luas baik dalam mengarasemen lagu maupun menciptakan sebuah komposisi.
Berbeda dengan dirinya. Jika Kaylee mengarasemen lagu untuk mengiringi seorang penyanyi dengan latar belakang musik orkestra, Declan mengomposisi lagu khusus lagu klasik untuk dimainkan orkestra bersamaan dengan paduan suara.
Trombone, timfani, terompet, alat musik strings serta piano diarasemen begitu rupa hingga menghasilkan melodi yang harmoni dan indah. Kaylee sendiri tidak bisa mengarasemen untuk alat musik tiup ataupun timfani.
Secara teknis, cara membaca not serta teknik bermain sangat berbeda dengan piano ataupun alat musik strings. Sehingga Kaylee harus bekerja sama dengan temannya untuk mengarasemen sebuah lagu orkestra.
Kaylee yang memberi ide untuk alat jenis musik string serta piano, sementara temannya yang akan membuat melodi untuk alat musik tiup serta timfani.
Lain lagi dengan Declan. Pria itu sanggup membuat dan menciptakan melodi untuk semua jenis alat musik dengan mudah.
Hal ini semakin membuat Kaylee merasa antusias belajar lebih lagi. Dia sudah tidak menganggap Declan sebagai rivalnya, namun murni sebagai pembimbingnya dan.. idolanya.
Benar. Semenjak Kaylee tahu Declan yang menciptakan lagu Laugh in Sorrow, pria itu telah menjadi idolanya.
Hanya saja, dia sama sekali tidak menyadari dirinya menatap Declan lebih lama dari seharusnya. Tanpa sadar dia memperhatikan wajah Declan dengan sangat detail. Seperti hidungnya yang mancung, rahang yang tajam, serta bola mata hitam yang sangat menghipnotis.
Pada dasarnya Kaylee tidak suka warna hitam. Hitam terlalu suram dan gelap untuknya. Dia lebih suka warna-warna yang ceria namun tidak mencolok, lebih ke arah pastel.
Namun, entah kenapa dia merasa warna hitam sangat cocok untuk pria satu ini. Warna rambut hitam, bola mata hitam serta kemeja hitam. Kalau dipikir-pikir hampir perabotan di ruangan kantor pria itu juga bewarna hitam. Apakah mungkin warna favorit pria itu warna hitam?
"Tuan Larson!"
Kaylee terkesiap dan bergerak mundur ketika wajah sang idolanya hanya berjarak beberapa senti dengannya. Dia sama sekali tidak tahu kalau dari tadi Declan memanggilnya sementara dia terlalu larut dalam lamunannya.
"Apa yang kau pikirkan? Kau sama sekali tidak mendengarkan." sindir Declan dengan nada tidak suka membuat Kaylee merasa bersalah.
"Maaf." cicit Kaylee pelan. Ah, dia telah membuat Declan merasa jengkel padanya. Kaylee merasa sedih dan berharap Declan tidak membencinya.
Sesi pelajaran tambahan hari itu berjalan cukup lancar. Kaylee memastikan dirinya untuk tidak melamun lagi dan menyimak semua pelajaran yang diberikan.
Kaylee juga menjalani aktivitas kampusnya seperti biasa. Membentuk belajar kelompok bersama teman-temannya, bersikap ramah serta ceria terhadap semua orang yang ditemuinya... persis seperti yang akan dilakukan Nicholas, adik sahabatnya.
Bedanya...
Terkadang, Kaylee akan tersenyum sendiri didalam kelas. Dia juga akan terlihat melamun ketika sedang sendirian. Matanya juga terkadang akan mengikuti kemana Declan pergi.
Disaat Declan masuk ke kalasnya untuk memberi pelajaran mengenai peraturan komposisi orkestra, pandangan Kaylee sama sekali tidak lepas dari pria itu. Bukannya memperhatikan pelajaran, Kaylee justru melihat jemari pria itu saat memegang spidol untuk menulis di papan tulis.
Caranya menulis, pergerakannya dan juga...
"Sst! Nick!"
Kaylee segera berpura-pura kembali fokus pada buku pelajarannya saat teman yang duduk disebelahnya memanggilnya.
"Kau tahu rumor yang beredar?" bisik temannya.
"Aku dengar Mr. Black adalah gay."
"Ha??"
"Jadi berhati-hatilah. Kurasa dia sering memanggilmu hanya untuk mendekatimu saja. Jangan sampai dia memakanmu ya. Membayangkannya saja sudah.. brrrr.. menjijikkan sekali."
"Ti..itu tidak mungkin kan. Aku dengar dia sudah bertunangan dengan seseorang." Kaylee ingat dia pernah membaca majalah mengenai pertunangannya dengan pria itu.
"Itu hanya untuk menutupi kenyataannya saja. Dia tidak ingin kedua orangtuanya tahu dia penyuka sesama jenis, jadi dia menyetujui perjodohan yang dipaksakan itu."
"..."
Kaylee tidak bisa membantahnya.
Kalau dipikir-pikir, sikap Declan di kampus memang sangat berbeda. Dia mungkin terlihat dingin dan ketus, tapi dia selalu melayani dan membantu mahasiswa lelaki bila mengalami kesulitan. Berbeda dengan mahasiswa perempuan.
Declan sama sekali tidak peduli pada mereka dan membiarkan nilai mereka jatuh dan pada akhirnya tidak lulus pada ujiannya.
Dia juga ingat, ketika Declan datang ke rumahnya sebagai tunangannya, pria itu tidak memperhatikannya. Declan tampak cuek dan tidak tertarik padanya seakan pertunangan yang ditentukan kedua orangtua mereka hanyalah sebuah tugas yang tidak begitu penting.
Kaylee mendesah sedih dan entah kenapa hatinya terasa seperti ditusuk-tusuk jarum. Apakah benar, Declan tidak suka dengan perempuan? Apakah benar Declan adalah gay?
Kenapa Kaylee tidak bisa menerimanya? Kenapa dia tidak mau mempercayai rumor yang dikatakan temannya? Rumor. Benar. Itu hanya sebuah rumor. Rumor yang belum dipastikan kebenarannya.
Kaylee masih memandang ke arah Declan yang masih menerangkan sesuatu. Pikirannya sama sekali tidak berpusat pada pelajaran Declan. Dia hanya memikirkan info yang baru didengarnya. Bagaimana kalau ternyata rumor itu memang benar?
Ketika sepasang mata hitam tanpa sengaja memandangnya, Kaylee segera menundukkan wajahnya. Dia berpura-pura berkosentrasi pada buku yang dipegangnya.
Kaylee menggigit bibirnya menahan hatinya yang terasa sakit. Kini dia menyadarinya.
Dia, Michell Kaylee Rusell telah jatuh cinta pada tunangannya... Declan Aroland Black.