Chapter 7 - Bab 6

Kaylee selalu menepati apapun yang diucapkannya. Disaat dia menawarkan bantuan pada teman-temannya yang kekanakan, dia benar-benar membantu mereka.

Dia mengajarkan bagaimana caranya memperlakukan seorang perempuan untuk mendapatkan perhatiannya. Dia juga membantu mereka untuk meningkatkan teknik bermain alat musik. Dia bahkan mengadakan kelompok belajar bersama untuk membahas pelajaran sastra dan sejarah.

Kaylee bahkan rela memberikan jawaban yang salah saat ujian, sehingga dia tidak lagi mendapatkan nilai sempurna. Bahkan disaat ujian praktek, dia juga sengaja melakukan kesalahan di tengah-tengah performancenya. Dengan begini, semuanya terselesaikan dengan tenang dan Kaylee bisa menjalani hari-hari penyamarannya dengan damai.

"Hei, Nick! Tumben sekali nilaimu jatuh. Ada apa denganmu?" tanya salah seorang teman prianya.

Untuk beberapa saat, Kaylee merasa bingung dengan pertanyaan temannya. Dua minggu lalu mereka menyindirnya karena nilainya terlalu sempurna. Sekarang dia mengalami penurunan, kenapa mereka tampak khawatir?

Kalau ada yang mengatakan seorang pria tidak bisa mengerti perasaan wanita, maka sebaliknya, seorang wanita tidak pernah mengerti jalan pikiran seorang pria.

"Lagu yang kumainkan sangat susah. Mungkin juga karena aku tidak terlalu mood untuk berlatih." akunya.

Memang benar dia tidak ada mood berlatih. Jadi dia tidak sepenuhnya berbohong.

Alasan kenapa dia tidak bersemangat latihan, karena ujian praktek hari itu menggunakan instrumen gitar.

Gitar bukanlah instrumen 'dominan'nya. Dia lebih suka bermain piano daripada gitar.

"Aku bingung. Saat kau ikut ujian masuk, kau bermain piano. Kupikir jurusan utamamu yang kau ambil adalah piano. Ternyata kelas utama yang kau ambil adalah kelas gitar? Kurasa kau lebih cocok menjadi pianis daripada gitaris."

Yang lain mengangguk setuju.

Rasanya Kaylee ingin berteriak pada mereka, 'Aku memang seorang pianis!'

Tapi dia menahan diri dan hanya tertawa cuek yang akhirnya disusul tawa lainnya.

"Nicholas Larson?"

Kaylee segera menoleh ke seseorang yang memanggil namanya.

"Ya?"

"Mr. Black ingin kau menemuinya di ruangnya."

Ha? Untuk apa Declan Black ingin menemuinya?

Teman-temannya meringis begitu mendengar nama Declan.

"Ada apa?" tanya Kayle bingung pada teman-temannya.

"Apa kau sudah menyinggung Mr. Black? Begitu kau masuk di daftar namanya, kau tidak akan bisa lulus dengan mudah."

"Benar. Aku dengar pernah ada satu anak yang menyinggungnya, kemudian anak itu menjadi tertekan karena diberi pelajaran khusus oleh beliau." sambung yang lain. Kemudian melanjutkan dengan suara lebih pelan. "Aku dengar anak itu akhirnya berhenti dan tidak lulus dari tempat ini."

"..." Kaylee tidak sanggup berkata-kata.

Dia masih merenungkan kalimat teman-temannya. Apakah dia sudah menyinggung Declan? Apakah ini soal waktu itu dimana dia hampir memecahkan suvernir dan trophy penghargaan? Apakah benar Declan akan menyulitkannya? Kalau benar, apa yang harus dia lakukan?

Dia tidak bisa berhenti sekarang. Dia tidak ingin nama Nick yang sudah dianggap seperti adiknya menjadi jelek.

Akhirnya dia hanya bisa melangkah dengan pasrah sambil memikirkan solusi terbaik untuk menghindari Declan Black sebisanya setelah ini.

Tok. Tok. Tok. Kaylee mengetuk pintu ruang kerja Declan sebanyak tiga kali. Begitu mendapat izin untuk masuk, Kaylee membuka pintu dan berjalan memasuki ruangan tersebut.

Ruangan tersebut tampak elegan dengan meja hitam serta aroma yang menyegarkan khas seorang pria. Ada sebuah grand piano di sebelah meja kerja pria itu beserta buku-buku yang tersusun rapi di sebuah lemari khusus.

"Selamat siang, Mr. Black. Anda mencariku?"

Declan yang tadinya masih sibuk mengetik di laptopnya segera melirik ke arahnya begitu mendengar suaranya.

"Benar. Duduklah." perintah pria itu menyuruhnya duduk di kursi berhadapan dengannya.

Dengan patuh, Kaylee menurutinya sambil menerka-nerka apa yang diinginkan dosennya ini.

Sedetik kemudian, Declan menunjukkan hasil ujiannya dihadapannya.

"Ini ujianmu tiga bulan lalu dan ini ujianmu minggu lalu." ucap Declan menunjuk ke dua kertas yang berbeda. "Aku juga dengar nilai ujian praktekmu menurun. Apakah ada masalah?"

Ah, jadi Declan ingin tahu alasan kenapa nilainya yang sempurna menjadi tidak sempurna.

"Tidak ada, sir."

"Tempat kami hanya menerima mahasiswa yang berniat untuk mengembangkan kemampuannya. Kami menginginkan hasil yang semakin membaik, bukan menurun. Aku yakin kau sudah tahu visi misi kami begitu kau diterima disini."

"Benar." jawab Kaylee singkat. Dia berharap dengan menjawab pendek dan menuruti apapun yang diinginkan Declan, Kaylee bisa segera disuruh pergi.

Kaylee sama sekali tidak tahu bagaimana harus bersikap dihadapan dosennya yang juga sekaligus adalah tunangannya.

Mereka baru bertemu satu kali ketika Declan datang mengunjungi rumahnya kala itu. Selain itu, mereka tidak pernah bertemu lagi atau saling berkomunikasi melalui telepon atau chat.

Kaylee juga tidak mengharapkannya. Karena dia tidak ingin penyamarannya sebagai Nick ketahuan jika sampai Declan tahu yang dihadapannya saat ini adalah tunanganya.

"Ini adalah hasil ujian praktek hari ini. Nilainya sangat diluar harapan kami." lanjut Declan dengan nada tidak suka. "Aku ingat kau bermain piano saat mengikuti ujian masuk. Kenapa kau memilih bermain piano di ujian masuk, tapi mendaftar di kelas gitar sebagai pilihan utamamu?"

"..." deg. deg. deg. Apa yang harus dia lakukan? "Apakah dilarang untuk menunjukkan keahlian terbaiknya untuk ujian? Aku sungguh ingin bisa masuk ke kampus ini. Jadi aku memutuskan untuk memainkan lagu terbaikku. Alasan kenapa aku memilih gitar, itu karena aku ingin mendalami kemampuanku bermai gitar."

"Maksudmu, kau sudah sangat ahli bermain piano, itu sebabnya kau memilih kelas gitar?"

"Itu benar." jawab Kaylee tegas berharap ini semua akan segera berakhir.

"Kalau begitu, bisakah kau tunjukkan padaku?"

"Tunjukkan apa?"

"Mainkan satu lagu lagi disini. Lagu apapun selain Liebeastraum."

APA!?

Karena tidak ingin membantah yang mana akan membuat Declan semakin marah, Kaylee menurutinya.

Dia beranjak dan pindah ke kursi piano sambil memikirkan lagu apa yang sebaiknya dimainkannya. Karena dia terlanjur mengatakan dia sudah ahli bermain piano, dia harus memilih lagu yang sangat dikuasainya agar tidak dianggap berbohong.

Akhirnya dia memutuskan memainkan lagu Beethoven berjudul 'Pathetic'... mirip dengan situasinya sekarang ini.

Menyedihkan. Ingin segera mengakhiri sandiwaranya di kampus ini, tapi dia juga tidak ingin mengecewakan adik sahabatnya. Kini dia harus bertahan terjebak di kampus ini dengan identitas lain selama tiga tahun kedepan.

Kaylee sama sekali tidak sadar tatapan intens dari dosennya yang kini memandanginya dengan seksama.

Untuk kedua kalinya Declan Black memikirkan hal yang sama. Bagaimana bisa pemuda yang sedang bermain piano di ruangannya menghasilkan suara dentingan melodi yang feminim?