Chapter 6 - Bab 5

Kaylee merasa aneh dengan sikap teman-temannya. Kalau biasanya mereka akan saling bekerja sama dalam mengerjakan sebuah tugas, mereka malah seakan menghindarinya.

Disaat dosen mereka menyuruh mereka mengangkat kardus berat, mereka memberi beban yang paling berat pada tumpukan kardus yang dibawa Kaylee. Dia bahkan harus membawa dua kardus berat. Dua!?

Ada apa ini? Apakah dia sedang dikerjai?

Kaylee berusaha mempertahankan bawaannya agar tidak jatuh. Tapi dia merasa mukanya memanas serta sekujur tubuhnya berkeringat dingin.

Kardus yang dibawanya sangat berat, melebihi berat yang bisa dibawanya. Kakinya mulai goyah dan tangannya mulai terasa kebas. Disaat dia mencapai batasnya, tangan Kaylee terjatuh lemas melepaskan kardus yang masih diangkatnya.

Kaylee tersentak panik karena kardus yang dibawanya akan terjatuh dan isinya yang berisi trophy penghargaan serta mug suvernir untuk acara lomba musik akhir pekan nanti akan pecah.

Untungnya ada dua tangan kokoh menggantikannya sebelum kardus yang dibawanya benar-benar terlepas dari tangannya.

"Apa yang kau lakukan?" suara seseorang yang dingin terdengar di atas kepalanya.

Kaylee membelalak kaget ketika melihat orang yang telah membantunya mengangkat dua kardus dari tangannya adalah Declan Black, tunangannya.... uhm.. dosennya.

"Mrs. Agatha menyuruh kami untuk memindahkan kardus ini ke aula timur." jawab Kaylee menahan rasa sakit di kedua tangannya.

Dia yakin sekali ada bekas merah akibat tumpuan ujung kardus yang menekan kulitnya pada tangannya. Untungnya dia memakai kaos lengan panjang sehingga tidak akan ada yang melihat kulitnya.

Kaylee memang sengaja memakai kaos yang tebal dan berlengan panjang agar tubuhnya tampak terlebih besar layaknya seperti anak lelaki pada umumnya.

"Aku tidak bertanya apa yang disuruh Agatha padamu. Aku bertanya apa yang kau pikirkan sehingga melepas peganganmu? Kau sadar kita tidak akan memiliki mug atau trophy lagi untuk acara lomba nanti jika semua ini pecah." ucap Declan dengan nada mengintimidasi.

"Maaf." cicit Kaylee pelan sambil menundukkan kepala.

Dia merasa apa yang dikatakan Declan memang benar. Jika sampai dia menjatuhkannya dan mug serta trophy penghargaan pecah, acara lomba dua hari lagi tidak akan berjalan dengan lancar.

Dia benar-benar merasa bersalah dan tidak berani mengangkat wajahnya. Sikapnya yang sekarang adalah murni kebiasaannya sebagai Kaylee Rusell. Dia sama sekali lupa sedang menyamar sebagai Nick.

Kalau menurut kebiasaan Nick, jika pemuda itu melakukan kesalahan, Nick akan meminta maaf dan langsung memperbaiki kesalahannya. Bukannya malah berdiam diri dan menundukkan kepalanya.

"Siapa namamu?"

Kaylee menggigit bibirnya sebelum menjawab. "Nicholas Larson."

"Larson? Wendy Larson adalah kakakmu?"

Ugh! Jangan pertanyaan ini lagi.

"Benar."

"Berhenti bersikap seperti anak kucing yang ketakutan. Cepat pergi antarkan barang ini ke aula timur."

"Ba.. baik."

Kaylee mengerahkan sisa-sisa tenaganya untuk menerima kardus yang akan diberikan Declan. Dia meringis kesakitan dalam hati begitu ujung kardus mengenai titik tumpu pada tangannya yang dari tadi terasa perih.

Anehnya, berat yang dirasakannya terasa lebih ringan sebelumnya. Lalu dia tersadar, Declan hanya memberinya kardus berisi trophy yang tidak seberat kardus berisi selusin mug keramik.

Declan sendiri masih membawa kardus berisi mug dan berjalan santai mendahuluinya.

"Apa lagi yang sedang kau lamunkan? Kau membuang waktuku." ujar Declan dengan tidak sabar.

Kaylee segera menyusulnya dan berjalan mengikuti langkah Declan dalam diam. Mau tidak mau Kaylee sangat berterima kasih pada Declan. Setidaknya pria itu membantunya mengangkat kardus yang sangat berat itu, meski kalimatnya terdengar ketus dan dingin.

Setelah selesai mengantarkan kardus di aula timur, Declan langsung meninggalkannya tanpa memberi kesempatan bagi Kaylee untuk berterimakasih.

Kaylee hanya mendesah pasrah. Tidak lama kemudian, teman-teman prianya muncul dengan masing-masing membawa satu kardus. Kenapa mereka membawa satu kardus saja sementara dia harus membawa dua?

"Hei, Nick. Kau lama sekali. Ini sudah putaran kami yang ketiga dan kau baru muncul sekarang?"

Lirikan sinis dan senyuman meledek yang menghiasi teman-temannya membuatnya sadar... dia sedang dibuli.

Apakah dia melakukan sesuatu? Apakah dia melakukan hal yang membuat mereka membencinya? Seingatnya dia tidak melakukan apapun yang menyinggung perasaan mereka. Lalu apa yang membuat mereka semua berubah sikap?

Kaylee menghela napas. Rasanya sungguh melelahkan. Jika sandiwaranya meniru gaya bicara Nick tidak berhasil, untuk apa dia bersandiwara?

Lagipula, mereka semua tidak mengenali 'Nicholas' yang sebenarnya. Apakah 'Nicholas' adalah pribadi yang menyenangkan ataukah pendiam, tidak akan ada yang mengetahuinya.

Tapi...

'Berhenti bersikap seperti anak kucing yang ketakutan.'

Declan mengatainya 'anak kucing'. Meskipun ucapan itu bukan ditujukan untuknya secara langsung, tetap saja dia merasa tersinggung. Dia bukan 'anak kucing'. Dia bahkan bukan anak ingusan yang baru menyelesaikan sekolah SMA.

Dia akan berusia dua puluh lima tahun ini. Dia juga akan memproduksi jenis musik gabungan klasik pop modern yang akan mengiringi lagu ciptaan Wendy. Dia bahkan akan diundang tampil solo di acara ulang tahun seorang perdana menteri termuka di Amerika.

Dia tidak terima jika ada yang mengatainya 'anak kucing'. Dia benci dengan kucing. Dia paling anti dengan binatang kucing.

Karena itu...

"Apa yang sedang kalian lakukan?" tanya Kaylee dengan ketus. "Apa kalian memutuskan untuk memusuhiku?"

"Cih! Apa yang anak ini bicarakan?" sahut salah satu temannya yang disahuti dengusan sarkas oleh lainnya.

"Kalian berubah. Kalian tidak seperti dulu lagi. Jika memang kalian tidak menyukaiku, bilang saja. Tidak perlu menusukku dari belakang."

"Oke. Kami akan bicara jujur denganmu. ENYAHLAH dari pandangan kami!"

"Apa masalahnya?" Kaylee memasukkan sebelah sikunya ke saku celananya dengan santai. Dia meniru gaya Nick yang ingin melabrak langsung lawan bicaranya. "Kita sama-sama mengikuti ujian masuk. Kita juga bersama-sama membagi cerita pengalaman dan membicarakan postur tubuh seksi para perempuan. Aku tidak melihat ada masalah diantara kita."

"Masalahnya adalah kau mengambil seluruh perhatian untuk dirimu sendiri."

"Benar. Kau memonopoli perhatian para gadis dan dosen. Nilaimu bahkan selalu sempurna dan sangat menonjol. Kau pikir kami akan menerimanya?"

Dasar kekanakan. Pikir Kaylee.

"Oh, ternyata itu masalahnya. Bagaimana kalau aku membantu kalian?" dengan nada penuh percaya diri serta meyakinkan, Kaylee mengajukan sebuah proposal.