Aldo menguap sambil mengeliatkan badannya di atas ranjang
kamar kosnya, sedangkan Diana yang sedari tadi dalam mood buruk masih saja
ngomel dan marah-marah. Ada saja hal yang ia jadikan masalah untuk melmpiaskan
emosinya.
"Sayang, apakah semalam itu kamu masih kurang puas? Kok,
marah-marah terus sih, dari tadi?" goda Aldo sambil tertawa melihat pacarnya
yang cemberut.
"Kamu ngapain sih harus berterimakasih dengan pengamen
jalanan itu? Uda gitu nyuruh aku meminta maaf lagi, ya kalau apa yang dikatakan
itu adalah benar, jika tidak?" Gadis itu memutar kedua bola matanya dan membuang muka dari tatapan Aldo, lalu menghempaskan badan di tepi ranjang.
Aldo duduk dan merangkul pundak Diana dari belakang, lalu
menyelipkan wajahnya di leher jenjang gadis itu dan berkata dengan sangat lebut,
"Sayang, jangan suka berburuk sangk, ya? Masa sih dia bohong? Kan semua benda-benda
berhargaku utuh tak ada yang hilang. Dan seperti yang kamu tahu memang jendela
mobilmu tadi terbuka, loh."
Diana menoleh cepat ke arah pacarnya. Dengan muka
bersungut-sungut ia berkata, "kok kamu jadi belain dia? Apa seleramu sedang
turun menyukai gelandangan tadi?"
Aldo menepuk jidatnya karena merasa salah lagi di mata
Diana, ia hanya mengajarkan tentang hidup agar selalu berprasangka baik, dan
membudayakan bertemikasaih dengan bantuan orang lain, sekecil apapun itu. Tapi, malah
dituduh yang bukan-bukan sama pacar sendiri.
"Al, kayaknya ada yang aneh, deh."
Aldo melihat kea arah Diana yang bukan hanya posisi duduknya
saja yang berubah, melainkan juga ekspresi wajahnya pun ikut berubah.
"Ada apa,sayang?" Aldo mulai cemas saat Diana mulai membungkuk dan memegangi perut-nya.
Gadis itu tidak menjawab, melainkan langsung berlari ke toilet dalam kamar kosnya.
Tak lama kemudian gadis itu berteriak, "Sayang, tolong dong ambilin
pembalutku di dalam tas!"
"Apa? Pembalut?'' sahut Aldo berusaha meyakinkan
pendengarannya, agar tidak salah.
"Iya, Al, pembalutnya aku, ambilin di dalam tas aku."
"Sebentar." Aldo pun membuka tas Diana dan mulai
mengorek-orek isinya. Tapi, tidak ada satu pun pembalut di dalamnya selain tisu
basah dan tisu biasa.
"Aldo, cepetan! Deres, nih darahnya!''
Karena panik dan tak menemukan apapun selain tisu, ia pun
akhirnya berlari menuju toilet dan memberikan tisu itu kepada Diana.
"Al, aku minta apa dan kau kasih apa?" teriak Diana dari
dalam toilet begitu menerima sebungkus tisu yang diberikan Aldo dari luar.
"Sudah kucari dan kubongkar tasmu tapi, tetap saja tidak
ada. Kamu pakai saja itu sementraa, aku
keluar belikan buat kamu," ucap Aldo secara spontan. Ia baru saja sadar kalau
yang dibutuhkan Diana adalah pembalut wanita.
'Astaga… Barusan aku bilang apa sama Diana, mana kasirnya
cewek lagi, mau balik dah terlanjur masuk, mau beli malu abis,' umpat Aldo
dalam hati. Akhirnya sebagai ganti, Aldo pun membeli sebuah minuman mineral dan
cemilan lalu membayarnya, ia keluar dari mini market dengan hati bingung.
Terlebih saat pacarnya mengiriminya pesan chat menunjukan gambar merk pembalut
yang biasa ia pakai.
"Sialan banget, sih hari ini." Aldo mengedarkan pandangannya
ke sekitar, tanpa sengaja ia melihat gadis yang tadi berdiri menjaga mobil
Diana karena kaca jendelnya terbuka. Tanpa ragu-ragu ia pun menghampiri dan
menunggu gadis muda itu selesai bernyanyi, 'Oh, rupanya pengamen jalanan ya?'
batin Aldo sambil tersenyum simpul.
Begitu Elis selesai bernyanyi dan kembali duduk di di bawah
pohon karena penat dan suasana siang hari yang begitu terik, Aldo pun
menghampirinya, lalu menyodorkan sebotol minuman dingin yang baru saja
dibelinya. "Kamu pasti haus, kamu minum, gih!"
Elis mendongakkan kepalanya ke belakang dan melihat pria yang baru
beberapa jam lalu ia temui di depan sebuah plaza. Tapi, memang dasar Elis yang
tidak mudah mengenali wajah seseorang kalau ia tidak benar-benar terkesan, baru
beberapa jam saja, sepertinya ia sudah lupa dan tak ingat.
"Kenapa anda memberikan ini pada saya?" tanya gadis itu
dengan santun, dan tak langsung menerimanya, meskipun ia benar-benar merasa
sangat haus.
Aldo terpaku dengan pertanyaan dan ekspresi santun yang dimiliki
gadis di depannya itu. Mungkin ini pertama kalinya bagi dia menemui gadis
seperti Elis, biasanya wanita manapun saat keadaan seperti Elis begini, pasti
langsung menyambarnya lalu pergi, yang ingat mengucapkan terimakasih saja juga
dua dari sepuluh.
"Ok, anggap saja aku minta tolong sama kamu, plis, ya?''
"Minta tolong apa?" tanya gadis itu dengan lugu. Lalu berdiri, berhadapan dengan pria itu.
"Tolong, belikan pembalut seperti ini untuk pacarku, dia
datang bulan dan tidak bawa pembalut, cepetan ya kalau bisa, kau tahu pacarku
tadi suka marah-marah meskipun sudah kau jelaskan apa tujuanmu berdiri di dekat
mobilnya, kan?'' ucap Aldo sambil memberikan selembar uang seratus ribuan. setelah menunjukkan gambar kemasan pembalut wanita dari ponselnya.
Elis diam sesaat, ia berusaha mengingat kejadian yang
berlalau pagi tadi, ia ingat. Tapi tidak ingat dengan wajah dua sejoli itu, yang
ia ingat adalah cewek pemarah dan cowok yang baik dan sabar.
Dengan segera Elis pun menerima uang ratusan ribu itu dari
Aldo dan segera masuk membeli pesanan Aldo tadi, saat ia melihat-lihat bebagai
merk pembalut yang tertata rapi pada rak tersebut, tiba-tiba saja ia teringat
kalau wanita datang bulan kebanyakan mengalami nyeri di bagian tertentu, jadi,
sekalian ia membelikan minuman kusus wanita untuk pereda nyeri datang bulan
yang biasa ada di toko-toko, dan bahkan minimarket sekalipun. Mau bilang super
market, Elis sendiri belum pernah masuk Mall. Jadi, ia tidak tahu.
Sepuluh menit kemudian Elis keluar dari mini market dan
membawa tas kresek berwarna putih dan memberikannya kepada Aldo. "Ini minuman
pereda nyeri hait, berikan padanya, dan sudah biasa wanita kalau masa PMS itu
emosinya tinggi." Elis pun langsung pergi setelah memberikan tas kresek
tersebut kepada Aldo, beberapa langkah beranjak gadis itu berhenti lalu menoleh
dan berkata, "Kembaliannya ada di dalamnya."
Aldo segera membuka kresek yang ada di tangannya. Ternyata benar, ada uang kembalian dan nota
tergulung di dalamnya, Aldo pun berusaha mengejar gadis itu dan berkata, "Hey,
kembaliannya buat kamu saja ini," ucapnya. Tapi, Elis yang memang gesit saat
berjalan saja, Aldo sudah tak bisa mengejar dan kehilangan jejak gadis itu
ketika ia pun juga berlari saat sadar pria itu mengejarnya.
''Gila, tu cewek larinya gesit kaya kuda balap saja," umpat
Aldo sambil membungkuk dan terengah.
Akhirnya ia pun memutuskan kembali ke kos-kosan saat Diana
berkali-kali menelfon dan mengiriminya pesan chat. "Nanti kalau jodoh juga
bakal ketemu lagi," gumam Aldo tanpa sadar dan memutar badan berjalan menuju
kosnya yang hanya berjarak sekitar seratus limapuluh meteran dari mini market
tersebut.
"Kok, lama banget, Al?" tanya Diana yang sudah menunggu
kekasihnya di depan pintu kamar kos-kosan Aldo.
"Maaf, Sayang, tadi aku tuh bingun milih dan nyariin merk
yang kamu mau, jadi harus meneliti satu demi satu yang ada di raknya."
Diana pun langsung menyambar tas kresek yang ada di tangan
Aldo dan membuka isinya. Gadis itu terkejut dan merasa surprise saat melihat
minuman dengan label jamu berbotol kaca dengan berwarna kuning dengan bahan
dasar dari asam dan kunyit. "Al, bagaimana kamu bisa tahu kalau aku selalu nyeri
saat datang bulan, bahkan kau mebelikan aku ki****i. Terimakasih, ya?" ucap
Diana segera membuka segel dan meminumnya beberapa teguk dan masuk ke toilet
untuk mengganti tisu dengan pembalut yang sebenarnya.
"Ya, Cuma nebak saja, kan kamu sedari tadi marah
terus kupikir kamu sakit," jawab Aldo, berbohong. Namun dalam hati ia sangat
berterimakasih pada gadis pengamen jalanan tadi. Hanya saja ia lupa dan tak
sempat menanyakan siapa namanya. Apalagi berkenalan.